Seratusan santri di Riau dibekali pemahaman anti radikalisme
23 Januari 2018 19:42 WIB
Peringatan Hari Santri Puluhan santri mengikuti upacara peringatan Hari Santri di Silang Monas, Jakarta, Sabtu (22/10/2016). Peringatan Hari Santri diselenggarakan dengan mengangkat tema Merajut Kebhinekaan dan Kedaulatan Indonesia. (ANTARA/Wahyu Putro A) ()
Pekanbaru (ANTARA News) - Kanwil Kemenag Riau, untuk kesekian kalinya memberikan pembekalan pada seratusan santri di daerah itu terhadap paham radikalisme, anti Pancasila dan narkoba, karena paham tersebut bisa mengancam keutuhan Negara Kesatuan RI (NKRI) dalam bingkai negara Pancasila.
"Para santri merupakan generasi penerus bangsa yang sudah memperdalam ilmu agama sehingga keberadaan mereka dapat melakukan tindakan preventif untuk mencegah munculnya paham-paham yang merusak tersebut di kalangan teman sebayanya," kata Kepala Kanwil Kemenag Riau, Ahmad Supardi Hasibuan di Pekanbaru, Selasa.
Menurut dia, Indonesia dan khususnya Riau saat ini masih menghadapi persoalan besar, terkait paham radikalisme yang sudah mulai memberikan pengaruh pada generasi muda serta narkoba yang diyakini mampu merusak mental generasi muda bangsa ini.
Ia mengatakan, jika generasi muda sudah terjangkit pada paham radikalisme dan narkoba maka diyakini bangsa ini akan kehilangan generasi potensial sehingga sulit untuk mengemban amanah dalam memimpin negara ini ke depan.
"Masalah radikalisme selain merasuki umat Islam juga pemeluk agama lain, dan ancaman serius lainnya juga bisa terjadi karena makna radikalisme, adalah sebuah gerakan yang menuntut perubahan secara radikal, amat keras menuntut perubahan, dan maju dalam berpikir atau bertindak," katanya.
Dengan demikian, radikalisme dapat dipahami sebagai paham keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat fanatik namun dalam aksinya cenderung menggunakan kekerasan.
Karena itu keberadaan santri penting, sebab mereka adalah pelajar yang menekuni ilmu-ilmu keislaman, dididik dengan cara hidup sederhana, berinteraksi dengan orang lain, berdikari, belajar mengatur diri-sendiri.
Dari gubug-gubug santri yang sangat sederhana bermunculan para ulama, Kiai, Tuan Guru, Buya, Teuku dan pemuka pemuka agama Islam yang disegani dan menjadi motivator pembangunan di daerahnya masing masing.
"Mereka adalah pemimpin non-formal yang mendapatkan kepercayaan masyarakat sepanjang hidup. Kiprah Kiai di masyarakat cukup signifikan dan cukup sentral, mulai persoalan ibadah sampai sosial. Para Kiai punya peran besar dalam membawa santrinya dan juga masyarakat di sekitarnya untuk menjadi warga negara yang saleh, taat beribadah, dan berakhlak mulia," katanya.
Bahkan kepedulian santri untuk membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda bisa dibuktikan pada saat para Kiai di Jawa Timur menggelorakan perang Jihad melawan Belanda. Pecahnya Perang 10 November 1945 di Surabaya yang akhirnya dijadikan sebagai hari pahlawan.
"Begitu besarnya peran santri, bahkan banyak para ulama dan kaum santri yang memasuki medan laga dalam peperangan melawan Belanda, dan mereka gugur dalam peperangan, mereka mati syahid,"katanya.
Pada saat Indonesia merdeka, kembali pesantren mempunyai andil yang besar yaitu dengan keikut sertaan para kiai ikut dalam pemerintahan seperti menjadi menteri seperti K.H.Wahid Hasyim yang menjadi Menteri Agama, begitu juga K.H.Ilyas, Saefudin Zuhri, Moh. Dahlan dan lain lainnya.
"Para santri merupakan generasi penerus bangsa yang sudah memperdalam ilmu agama sehingga keberadaan mereka dapat melakukan tindakan preventif untuk mencegah munculnya paham-paham yang merusak tersebut di kalangan teman sebayanya," kata Kepala Kanwil Kemenag Riau, Ahmad Supardi Hasibuan di Pekanbaru, Selasa.
Menurut dia, Indonesia dan khususnya Riau saat ini masih menghadapi persoalan besar, terkait paham radikalisme yang sudah mulai memberikan pengaruh pada generasi muda serta narkoba yang diyakini mampu merusak mental generasi muda bangsa ini.
Ia mengatakan, jika generasi muda sudah terjangkit pada paham radikalisme dan narkoba maka diyakini bangsa ini akan kehilangan generasi potensial sehingga sulit untuk mengemban amanah dalam memimpin negara ini ke depan.
"Masalah radikalisme selain merasuki umat Islam juga pemeluk agama lain, dan ancaman serius lainnya juga bisa terjadi karena makna radikalisme, adalah sebuah gerakan yang menuntut perubahan secara radikal, amat keras menuntut perubahan, dan maju dalam berpikir atau bertindak," katanya.
Dengan demikian, radikalisme dapat dipahami sebagai paham keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat fanatik namun dalam aksinya cenderung menggunakan kekerasan.
Karena itu keberadaan santri penting, sebab mereka adalah pelajar yang menekuni ilmu-ilmu keislaman, dididik dengan cara hidup sederhana, berinteraksi dengan orang lain, berdikari, belajar mengatur diri-sendiri.
Dari gubug-gubug santri yang sangat sederhana bermunculan para ulama, Kiai, Tuan Guru, Buya, Teuku dan pemuka pemuka agama Islam yang disegani dan menjadi motivator pembangunan di daerahnya masing masing.
"Mereka adalah pemimpin non-formal yang mendapatkan kepercayaan masyarakat sepanjang hidup. Kiprah Kiai di masyarakat cukup signifikan dan cukup sentral, mulai persoalan ibadah sampai sosial. Para Kiai punya peran besar dalam membawa santrinya dan juga masyarakat di sekitarnya untuk menjadi warga negara yang saleh, taat beribadah, dan berakhlak mulia," katanya.
Bahkan kepedulian santri untuk membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda bisa dibuktikan pada saat para Kiai di Jawa Timur menggelorakan perang Jihad melawan Belanda. Pecahnya Perang 10 November 1945 di Surabaya yang akhirnya dijadikan sebagai hari pahlawan.
"Begitu besarnya peran santri, bahkan banyak para ulama dan kaum santri yang memasuki medan laga dalam peperangan melawan Belanda, dan mereka gugur dalam peperangan, mereka mati syahid,"katanya.
Pada saat Indonesia merdeka, kembali pesantren mempunyai andil yang besar yaitu dengan keikut sertaan para kiai ikut dalam pemerintahan seperti menjadi menteri seperti K.H.Wahid Hasyim yang menjadi Menteri Agama, begitu juga K.H.Ilyas, Saefudin Zuhri, Moh. Dahlan dan lain lainnya.
Pewarta: Frislidia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: