Industri olahan ikan dipatok tumbuh 10 persen
21 Januari 2018 20:42 WIB
Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto (kedua kanan) menjadi narasumber pada diskusi Forum Merdeka Barat9 tentang Kedaulatan Laut dan Industri Perikanan di Jakarta, Minggu. (ANTARA News/ Biro Humas Kementerian Perindustrian)
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian mendukung kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mengatur terkait pengawasan terhadap penggunaan alat tangkap ikan seperti cantrang.
Langkah ini diharapkan agar turut menjamin ketersediaan bahan baku sehingga target pertumbuhan industri pengolahan ikan nasional di atas 10 persen pada tahun 2019 dapat tercapai.
“Memang kalau tidak dikendalikan, tidak ada kontrol, lama-lama akan menjadi destruktif," kata Dirjen Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto melalui keterangannya diterima di Jakarta, Minggu.
Panggah menyampaikan hal itu ketika menjadi narasumber pada diskusi Forum Merdeka Barat tentang Kedaulatan Laut dan Industri Perikanan di Jakarta.
Menurutnya, penggunaan cantrang perlu diawasi agar tidak merusak biota laut dan sistem produksi ikan. Sebab alat tangkap tersebut bisa mengambil hingga ke anak ikan.
“Penggunaan cantrang yang semena-mena akan membuat overfishing (penangkapan ikan berlebihan),” jelasnya.
Untuk itu, lanjut Panggah, diperlukan tata kelola perikanan yang baik untuk menjaga keberlangsungan investasi dan keberlanjutan produksi di sektor industrinya.
“Saat ini yang terpenting adalah mengisi kebutuhan bahan baku untuk mengoptimalkan kapasitas terpasang yang sudah ada,” imbuhnya.
Kemenperin mencatat, rata-rata utilisasi industri pengolahan ikan masih berkisar 50 persen.
Misalnya di industri pengolahan ikan beku, dari kapasitas yang dimiliki mencapai 975 ribu ton, sudah terpakai untuk poduksi sebesar 372.686 ton pada tahun 2016. Sementara itu, produksi industri udang beku tercatat sekitar 314.789 ton pada 2016 dari kapasitas terpasang 500.500 ton.
Saat ini, kelompok bidang usaha industri pengolahan ikan di dalam negeri terdiri dari 674 perusahaan pengolahan udang dan ikan lainnya yang menyerap tenaga kerja sebanyak 337 ribu orang.
Selanjutnya, terdapat 44 perusahaan pengalengan ikan yang menyerap 26.400 tenaga kerja.
"Untuk kelompok industri pengolahan ikan, kami inginnya setiap tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Paling tidak ada growth terus di atas 10 persen hingga 2019," harap panggah.
Penguatan performa industri pengolahan ikan ini dipacu untuk ikut berkontribusi mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional hingga 6 persen.
“Kami juga terus berupaya meningkatkan daya saing industri pengolahan ikan nasional agar mampu lebih kompetitif dengan industri dari negara Asean lainnya seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura,” ungkapnya.
Bahkan, diharapkan pula bisa melampaui China sekalipun, karena sektor perikanan nasional besar sekali dan Indonesia mampu mengelolanya.
Panggah pun menyatakan, pemerintah terus mendorong industri pengolahan ikan sebagai salah sektor prioritas yang perlu dipercepat pengembangannya berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035.
“Upaya yang sudah kami lakukan ini juga sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional,” ujarnya.
Panggah menambahkan, selain perikanan, produk rumput laut juga luar biasa.
"Karena 85 persen pasokan rumput laut dunia berasal dari Indonesia", tukasnya lagi.
Saat ini, industri rumput laut sudah ada 35 perusahaan dengan memprosesnya menjadi agar-agar dan produk lainnya.
Untuk itu perlu pembenahan di sektor industri pengolahan rumput lain agar produknya lebih beragam dan menjadi barang jadi, bukan produk mentah dan setengah jadi.
Langkah ini diharapkan agar turut menjamin ketersediaan bahan baku sehingga target pertumbuhan industri pengolahan ikan nasional di atas 10 persen pada tahun 2019 dapat tercapai.
“Memang kalau tidak dikendalikan, tidak ada kontrol, lama-lama akan menjadi destruktif," kata Dirjen Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto melalui keterangannya diterima di Jakarta, Minggu.
Panggah menyampaikan hal itu ketika menjadi narasumber pada diskusi Forum Merdeka Barat tentang Kedaulatan Laut dan Industri Perikanan di Jakarta.
Menurutnya, penggunaan cantrang perlu diawasi agar tidak merusak biota laut dan sistem produksi ikan. Sebab alat tangkap tersebut bisa mengambil hingga ke anak ikan.
“Penggunaan cantrang yang semena-mena akan membuat overfishing (penangkapan ikan berlebihan),” jelasnya.
Untuk itu, lanjut Panggah, diperlukan tata kelola perikanan yang baik untuk menjaga keberlangsungan investasi dan keberlanjutan produksi di sektor industrinya.
“Saat ini yang terpenting adalah mengisi kebutuhan bahan baku untuk mengoptimalkan kapasitas terpasang yang sudah ada,” imbuhnya.
Kemenperin mencatat, rata-rata utilisasi industri pengolahan ikan masih berkisar 50 persen.
Misalnya di industri pengolahan ikan beku, dari kapasitas yang dimiliki mencapai 975 ribu ton, sudah terpakai untuk poduksi sebesar 372.686 ton pada tahun 2016. Sementara itu, produksi industri udang beku tercatat sekitar 314.789 ton pada 2016 dari kapasitas terpasang 500.500 ton.
Saat ini, kelompok bidang usaha industri pengolahan ikan di dalam negeri terdiri dari 674 perusahaan pengolahan udang dan ikan lainnya yang menyerap tenaga kerja sebanyak 337 ribu orang.
Selanjutnya, terdapat 44 perusahaan pengalengan ikan yang menyerap 26.400 tenaga kerja.
"Untuk kelompok industri pengolahan ikan, kami inginnya setiap tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Paling tidak ada growth terus di atas 10 persen hingga 2019," harap panggah.
Penguatan performa industri pengolahan ikan ini dipacu untuk ikut berkontribusi mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional hingga 6 persen.
“Kami juga terus berupaya meningkatkan daya saing industri pengolahan ikan nasional agar mampu lebih kompetitif dengan industri dari negara Asean lainnya seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura,” ungkapnya.
Bahkan, diharapkan pula bisa melampaui China sekalipun, karena sektor perikanan nasional besar sekali dan Indonesia mampu mengelolanya.
Panggah pun menyatakan, pemerintah terus mendorong industri pengolahan ikan sebagai salah sektor prioritas yang perlu dipercepat pengembangannya berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035.
“Upaya yang sudah kami lakukan ini juga sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional,” ujarnya.
Panggah menambahkan, selain perikanan, produk rumput laut juga luar biasa.
"Karena 85 persen pasokan rumput laut dunia berasal dari Indonesia", tukasnya lagi.
Saat ini, industri rumput laut sudah ada 35 perusahaan dengan memprosesnya menjadi agar-agar dan produk lainnya.
Untuk itu perlu pembenahan di sektor industri pengolahan rumput lain agar produknya lebih beragam dan menjadi barang jadi, bukan produk mentah dan setengah jadi.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018
Tags: