Pakar tekankan pentingnya punya data pangan akurat
18 Januari 2018 22:42 WIB
Arsip: Pekerja mengangkat karung berisi beras di Pasar Beras Martoloyo, Tegal, Jawa Tengah, Sabtu (13/1/2018). Sejumlah pedagang beras, mendukung kebijakan pemerintah menstabilkan harga beras dengan melakukan impor karena harga beras di pasaran terus merangkak naik, sepekan terakhir dari Rp500 hingga Rp1.500 per kilogram, akibat pasokan dari petani turun hingga 75 persen. (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah) (Oky Lukmansyah)
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat pertanian Khudori menekankan pentingnya memiliki data pangan yang akurat untuk menentukan suatu kebijakan.
Menurut dia dalam diskusi Pusat Kajian Pertanian Pangan & Advokasi (Pataka) bertajuk "Mudah Mainkan Data Pangan" di Jakarta, Kamis, setiap kebijakan dalam suatu negara haruslah dibuat berdasarkan data yang akurat.
"Data tidak hanya digunakan sebagai dasar kebijakan tapi juga pelaksanaan dan monitoring. Kalau data yang salah digunakan untuk kebijakan publik yang berdampak luas, itu bahaya," katanya.
Kritik akan dibutuhkannya data pangan yang akurat disampaikan lantaran adanya ketidaksinkronan data pangan di tengah terus melonjaknya harga beras. Berdasarkan hukum pasokan dan permintaan, kenaikan harga seharusnya disebabkan oleh minimnya pasokan di pasaran.
Namun, meski Kementerian Perdagangan telah memutuskan untuk mengimpor 500 ribu ton beras khusus dari Thailand dan Vietnam untuk memperkuat stok, Kementerian Pertanian justru mengklaim stok beras surplus dan tidak ada kenaikan harga.
Sikap pemerintah yang saling lempar tanggung jawab atas data pangan, menurut Khudori juga sangat disayangkan.
Menurut dia, Indonesia harus memiliki basis data yang valid dan dikeluarkan oleh lembaga yang memang memiliki kewenangan mempublikasikannya, yakni Badan Pusat Statistik (BPS).
"Kalau pun di BPS belum ada karena sedang mengembangkan metode baru yang belum bisa dipublikasikan, sebetulnya di banyak lembaga juga bisa dipakai," ujarnya.
Perum Bulog, misalnya, memiliki basis data karena memiliki jaringan luas di seluruh Indonesia. Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan juga dipastikan memiliki data serupa.
"Kalau pun belum ada data yang bisa dijadikan pedoman itu, ya seharusnya mereka berembug saja untuk hasilkan yang terbaik. Mestinya bisa, hilangkan egosektoral," katanya.
Menurut dia dalam diskusi Pusat Kajian Pertanian Pangan & Advokasi (Pataka) bertajuk "Mudah Mainkan Data Pangan" di Jakarta, Kamis, setiap kebijakan dalam suatu negara haruslah dibuat berdasarkan data yang akurat.
"Data tidak hanya digunakan sebagai dasar kebijakan tapi juga pelaksanaan dan monitoring. Kalau data yang salah digunakan untuk kebijakan publik yang berdampak luas, itu bahaya," katanya.
Kritik akan dibutuhkannya data pangan yang akurat disampaikan lantaran adanya ketidaksinkronan data pangan di tengah terus melonjaknya harga beras. Berdasarkan hukum pasokan dan permintaan, kenaikan harga seharusnya disebabkan oleh minimnya pasokan di pasaran.
Namun, meski Kementerian Perdagangan telah memutuskan untuk mengimpor 500 ribu ton beras khusus dari Thailand dan Vietnam untuk memperkuat stok, Kementerian Pertanian justru mengklaim stok beras surplus dan tidak ada kenaikan harga.
Sikap pemerintah yang saling lempar tanggung jawab atas data pangan, menurut Khudori juga sangat disayangkan.
Menurut dia, Indonesia harus memiliki basis data yang valid dan dikeluarkan oleh lembaga yang memang memiliki kewenangan mempublikasikannya, yakni Badan Pusat Statistik (BPS).
"Kalau pun di BPS belum ada karena sedang mengembangkan metode baru yang belum bisa dipublikasikan, sebetulnya di banyak lembaga juga bisa dipakai," ujarnya.
Perum Bulog, misalnya, memiliki basis data karena memiliki jaringan luas di seluruh Indonesia. Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan juga dipastikan memiliki data serupa.
"Kalau pun belum ada data yang bisa dijadikan pedoman itu, ya seharusnya mereka berembug saja untuk hasilkan yang terbaik. Mestinya bisa, hilangkan egosektoral," katanya.
Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018
Tags: