Jakarta (ANTARA News) -  Hasil riset global menunjukkan bahwa Jakarta mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi terkait transformasi digital, namun riset tersebut juga menemukan bahwa tenaga terampil menjadi tantangan terberat di kota ini.

Riset yang dilakukan oleh Economist Intelligence Unit (EIU) dan diprakarsai oleh Telstra itu menemukan bahwa 36 persen dari eksekutif di Jakarta percaya bahwa supply tenaga kerja serta keterampilan pekerja adalah tantangan terberat di Jakarta.

(Baca juga:Jakarta masuk kota teroptimis terkait transformasi digital)

Untuk menghadapi tantangan tersebut, menurut Editorial Director Asia,The Economist Intelligence Unit (EIU), Charles Ross, Jakarta, dan Indonesia umumnya, perlu mendorong para ahli yang saat ini berada di luar negeri untuk kembali ke Indonesia.

Tidak hanya itu, dia melihat meningkatkan sistem pendidikan juga menjadi cara untuk menghadapi tantangan tenaga terampil dalam transformasi digital saat ini.

"Harus sudah dimulai dari level pendidikan Sekolah Menengah Atas, untuk mengembangkan keterampilan seperti technical creative skill, computerate manufacture skill, computerate design skill," ujar Charles.

Selain itu, dia juga melihat perlu campur tangan regulasi pemerintah dalam kelonggaran pembatasan migrasi tenaga ahli untuk datang ke dalam negeri.

Meski begitu, President Director Telkomtelstra, Erik Meijer, beranggapan bahwa mengimpor tenaga kerja bukan menjadi solusi berkelanjutan dalam menghadapi tantangan tersebut.

"Karena ada biaya tambahan. Bisa di awal impor dulu, sesuai dengan regulasi ketenagakerjaan di Indonesia, untuk kemudian transfer knowledge kepada pekerja Indonesia," kata Erik.

"Fokus utamanya, harus ada opportunity di Indonesia," lanjut dia.

Sebagai informasi, Telkomtelstra merupakan perusahaan telekomunikasi yang membantu perushaan melakukan transformasi digital di Indonesia.

Lebih lanjut, dari segi sistem pendidikan, dia melihat penyelenggara pendidikan tinggi harus memiliki mata kuliah baru yang relevan dengan era digital saat ini.

Dari segi perusahaan, Erik melihat akan sulit bagi perusahaan untuk memecat karyawan lama dengan merekrut karyawan baru yang lebih "melek" teknologi. Oleh karena itu, menurut dia perusahan perlu melatih ulang atau retraining karyawan agar memiliki keahlian baru.