"Saran saya, jujurlah dengan data. Jangan ada akrobatik yang menciptakan 'hantu-hantu' yang tidak selesai," katanya dalam diskusi Pusat Kajian Pertanian Pangan & Advokasi, bertajuk "Mudah Mainkan Data Pangan", di Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan, selama tiga tahun terakhir, saat ada gejolak harga beras dan kebijakan impor, selalu ada "hantu" yang bergentayangan dalam masalah itu.
Hantu yang dimaksud yakni klaim surplus, spekulan, dan mafia beras. Menurut politisi Partai Golkar itu, selama tiga tahun terakhir, masalah itu kerap kali muncul namun belum ada upaya pemerintah mengatasinya, terutama terkait spekulan.
"Selama tiga tahun ini, itu (masalah) tidak pernah selesai. Saya tidak tahu apa yang dilakukan pemerintah," katanya.
Sebagai komisi yang melakukan pengawasan terhadap sektor tersebut, Ichsan terlihat kecewa dengan kinerja produksi pertanian. Pasalnya, anggaran pertanian juga disebutnya cukup besar.
"Kalau bicara produksi, kami gunakan anggaran Rp20 triliun hingga Rp30 triliun untuk pertanian. Nilainya bahkan lebih besar dibanding periode 2009-2014. Tapi hasilnya seperti ini," katanya.
Ichsan juga menyebut perdebatan mengenai siapa yang seharusnya merilis data pangan justru menunjukkan tidak adanya koordinasi di kalangan pemerintah.
"Setidaknya jangan sampaikan sesuatu yang semestinya tidak harus disampaikan. Nah hal seperti ini yang jadi akumulasi selama tiga tahun," katanya.
Ichsan menambahkan, ada kekhawatiran masalah beras dipolitisasi lantaran tahun ini adalah tahun politik. Ia meminta polemik terkait beras bisa segera diselesaikan.
Ketidaksinkronan data pangan membuat publik bingung di tengah terus harga beras melonjak.
Pemerintah bahkan memutuskan untuk mengimpor 500.000ton beras khusus dari Thailand dan Vietnam untuk memperkuat stok. Sementara Kementerian Pertanian mengklaim stok beras surplus dan tidak ada kenaikan harga.