Banten segera bentuk BUMD pertanian
Pekerja mengangkut karung berisi beras yang baru digiling di penggilingan padi di Kilasah, Kasemen, Serang, Banten, Minggu (14/1/2018). Pemprov Banten melalui Dinas Pertanian menolak rencana impor beras sebab panen padi sudah mulai dengan prediksi produksi padi Januari-Maret 2018 mencapai 512.388 ton jauh melebihi kebutuhan konsumsi setempat selama Januari - Maret 324.000 ton sehingga akan terjadi surplus 188.388 ton beras yang bila tidak segera diserap akan merugikan petani yang sedang panen raya. (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman) (Asep Fathulrahman)
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Banten Agus M Tauchid di Serang, Senin mengatakan, tingginya harga beras di tengah-tengah para petani Banten sedang panen dan produksi padi sedang membaik, disebabkan karena Banten tidak menguasai barang dan jalur distribusi padi. Selama ini padi yang dihasilkan di Banten mengalir ke daerah lain seperti Karawang, Jawa Barat.
"Ke situ salah satunya." kata Agus M Tauchid.
Menurut Agus, agar hal tersebut tidak terulang, Pemprov Banten berencana akan membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang akan membeli padi dari masyarakat dan mengelolanya menjadi beras.
"Kalau itu terjadi, kita bisa melakukan pembelian terhadap hasil petani. Karena konkretnya, bagaimana mampu mengatasi kekurangan suplai di pasar karena tidak serta merta dari panen bisa menyuplai kebutuhan beras ke pasar, karena ada jeda," kata Agus.
Selain karena Banten tidak menguasai barang dan jalur distribusi padi dan beras, kata Agus, kenaikan harga pun diduga karena tingginya harga jual padi. Harga eceran tertinggi padi yang telah ditetapkan pemerintah, perkilogram seharga Rp3.750, namun nyatanya bisa mencapai Rp5.000.
Ia mengatakan, jika harga bahan baku tinggi maka harga beras pun otomatis akan mahal.?
Terkait produksi padi di Banten, kata Agus, selama satu tahun produksi bisa mencapai 2.420.000 ton, dan yang menjadi beras sekitar 1 juta ton.
Produksi tersebut, kata dia, akan percuma jika pemerintah tidak menguasai barang dan jalur distribusi.
Sementara itu di Pasar Induk Rau Kota Serang, kenaikan harga beras berkisar antara Rp2.000 hingga Rp3.000 per kilogram. Tidak hanya beras kelas premium, kenaikan juga terjadi pada beras medium.
Pedagang beras di Pasar Induk Rau Kota Serang Maftuhi mengaku tidak tahu alasan kenaikan beras. Sebab, pasokan beras selama ini biasa saja dari bulan-bulan sebelumnya.
"Pastinya naik sejak mulud. Waktu itu masih mending, nah habis mulud ini mulai loncat lagi," kata Maftuhi.
Ia mengatakan, harga beras naik Rp2.000 per kilogram dari harga Rp8.000 per kilogram menjadi Rp10 ribu per kilogram, sedangkan untuk beras yang kualitas bagus naik dari harga Rp10 ribu per kilogram menjadi Rp13.500 per kilogram.
"Ada yang lebih murah, orang sini bilangnya beras kondangan, awalnya Rp6.500 sekarang Rp9.000 per kilo," katanya.
Pdagang beras lainnya di Pasar Induk Rau, Muksin mengatakan, kenaikan harga beras terjadi sejak Desember 2017 lalu.
"Harganya bikin pusing enggak menentu. Cuma enggak tahu penyebabnya," katanya.
Muksin mengaku, menjual beras kualitas satu dengan harga Rp12.500 per kilogram dari harga sebelumnya Rp10.700 per kilogram.
?Ia mengaku sempat menanyakan alasan kenaikan beras kepada distributor. Dari penjelasan distributor, pemicu kenaikan beras karena harga gabah kering mengalami kenaikan.
"Kata distributor harganya naik Rp6.000 lebih per kilogram, kadang sampai Rp6.500," kata Mukhsin.
Pewarta: Mulyana
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018