IAA bedah kekuatan-kesempatan santri untuk berkiprah
13 Januari 2018 19:49 WIB
Arsip: Jalan Santai Santri Bersarung Sejumlah santri dan pengurus pondok pesantren mengikuti jalan santai bersarung yang diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama (NU) di Kota Kediri, Jawa Timur, Minggu (5/11/2017). (ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani) ()
Jember (ANTARA News) - Seminar internasional yang digelar Ikatan Alumni Annuqoyah (IAA) Se-eks Keresidenan Besuki Jatim yang bertema "Santri Leadership: Strength and Opportunty" itu membedah tentang kekuatan dan kesempatan santri untuk berkiprah dalam segala bidang.
Seminar yang menghadirkan pembicara Founder Baiturrahman Foundation C. Holland Taylor, Pengasuh PP Annuqayah Latee KH Abdul A`la Basyir, Khatib Syuriah PBNU KH Miftah Faqih dan Bupati Banyuwangi yang juga alumni PP. Annuqayah Abdullah Azwar Anas digelar di Gedung K-Link Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu.
"Kegiatan seminar itu diharapkan menjadi penyemangat bagi para santri di Jember karena santri sebenarnya memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin ke ranah publik," kata Ketua IAA Se-Eks Keresidenan Besuki M. Muslim di Jember.
Dalam seminar tersebut, Founder Baiturrahman Foundation C.Holland Taylor mengatakan santri adalah agen untuk menyampaikan pesan yang baik dari Rasulullah dan menjadikan Islam sebagai "rahmatan lil alamin", sehingga santri menjadi ujung tombak untuk kedamaian masyarakat, terutama di Indonesia.
"Islam yang diamalkan oleh muslimin Indonesia adalah Islam yang istimewa karena berhasil menjaga persatuan Indonesia yang penuh keanekaragaman agama, suku, budaya, bahasa. Inilah wujud nyata Islam yang rahmatan lil alamin itu," tuturnya dengan bahasa Indonesia yang fasih.
Dengan perkembangan realitas dunia terkini, lanjut dia, yang bisa memimpin dunia menuju tatanan yang lebih baik adalah pemimpin muslim yang memegang teguh dan menebarkan Islam yang damai seperti Islam Nusantara.
"Namun yang perlu dicatat bahwa Islam Nusantara itu bukan barang jualan, sehingga santri yang sejati seharusnya tidak menjadi orang yang menjual Islam, tidak paham dengan Islam dan ajaran Islam sendiri, sehingga malah menjadikan kegaduhan dan ketidaktentraman di masyarakat. Santri itu seharusnya menjadi agen agar Islam bisa menjadi rahmat bagi seluruh alam," tuturnya.
Pengasuh PP Annuqayah KH Abdul A`la Basyir mengatakan tantangan yang dihadapi kaum santri juga cukup besar di bidang pendidikan, sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi dengan berbagai keunggulan yang dimiliki santri tersebut.
"Santri dididik untuk tirakat, hidup apa adanya. Makna tirakat adalah kemampuan santri untuk menahan diri dan menjaga ketulusan untuk mengabdi bagi kepentingan masyarakat, sehingga nilai itu jika dipertahankan akan menjadi senjata yang ampuh bagi santri untuk mengabdikan diri di kekuasaan dan politik," tuturnya.
Ia mengatakan nilai lain yang dimiliki santri adalah kemandirian, silaturrahim, musyawarah, penghormatan kepada guru dan orang yang lebih tua, dan tidak pernah berhenti belajar, sehingga seorang santri tidak akan menjual nama gurunya untuk kepentingan-kepentingan sempit demi kepentingan politik.
Sementara Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas juga memaparkan bahwa politik itu mengajarkan untuk belajar menerima, namun politik tidak mengenal benar atau salah, sehingga ia mengaku memilih mundur dari pencalonan sebagai bakal calon Gubernur Jatim, agar tidak menjadi beban bagi para kiai.
"Menjadi pemimpin yang hebat itu bukan hebat secara individual, melainkan bagaimana seorang pemimpin bisa bersinergi dan berkolaborasi," ucap Bupati Banyuwangi dua periode itu.
Khatib Syuriah PBNU KH Miftah Faqih menjelaskan ada tiga "T" yang merupakan kunci bagi santri yakni ta`lim, tartib, dan ta`dib, sehingga santri memandang bahwa jabatan, kepemimpinan, kekuasaan bersifat temporer dan dinamis.
"Saya yakin bahwa negeri ini lahir, tumbuh, bangkit dan akan besar di tangan santri dengan prinsip paling mendasar dari kepemimpinan santri adalah melayani rakyat, bukan menguasai," katanya.
Dalam seminar itu, juga dihadiri oleh Wakil Bupati Jember A. Muqit Arief yang juga alumni Ikatan Alumni Annuqoyah yang menyampaikan bahwa santri menjadi sumberdaya manusia yang mumpuni secara akademik, namun diharapkan santri bisa mempertahankan jati dirinya untuk tetap menjadi santri di kehidupan yang ditekuni nya.
Seminar yang menghadirkan pembicara Founder Baiturrahman Foundation C. Holland Taylor, Pengasuh PP Annuqayah Latee KH Abdul A`la Basyir, Khatib Syuriah PBNU KH Miftah Faqih dan Bupati Banyuwangi yang juga alumni PP. Annuqayah Abdullah Azwar Anas digelar di Gedung K-Link Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu.
"Kegiatan seminar itu diharapkan menjadi penyemangat bagi para santri di Jember karena santri sebenarnya memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin ke ranah publik," kata Ketua IAA Se-Eks Keresidenan Besuki M. Muslim di Jember.
Dalam seminar tersebut, Founder Baiturrahman Foundation C.Holland Taylor mengatakan santri adalah agen untuk menyampaikan pesan yang baik dari Rasulullah dan menjadikan Islam sebagai "rahmatan lil alamin", sehingga santri menjadi ujung tombak untuk kedamaian masyarakat, terutama di Indonesia.
"Islam yang diamalkan oleh muslimin Indonesia adalah Islam yang istimewa karena berhasil menjaga persatuan Indonesia yang penuh keanekaragaman agama, suku, budaya, bahasa. Inilah wujud nyata Islam yang rahmatan lil alamin itu," tuturnya dengan bahasa Indonesia yang fasih.
Dengan perkembangan realitas dunia terkini, lanjut dia, yang bisa memimpin dunia menuju tatanan yang lebih baik adalah pemimpin muslim yang memegang teguh dan menebarkan Islam yang damai seperti Islam Nusantara.
"Namun yang perlu dicatat bahwa Islam Nusantara itu bukan barang jualan, sehingga santri yang sejati seharusnya tidak menjadi orang yang menjual Islam, tidak paham dengan Islam dan ajaran Islam sendiri, sehingga malah menjadikan kegaduhan dan ketidaktentraman di masyarakat. Santri itu seharusnya menjadi agen agar Islam bisa menjadi rahmat bagi seluruh alam," tuturnya.
Pengasuh PP Annuqayah KH Abdul A`la Basyir mengatakan tantangan yang dihadapi kaum santri juga cukup besar di bidang pendidikan, sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi dengan berbagai keunggulan yang dimiliki santri tersebut.
"Santri dididik untuk tirakat, hidup apa adanya. Makna tirakat adalah kemampuan santri untuk menahan diri dan menjaga ketulusan untuk mengabdi bagi kepentingan masyarakat, sehingga nilai itu jika dipertahankan akan menjadi senjata yang ampuh bagi santri untuk mengabdikan diri di kekuasaan dan politik," tuturnya.
Ia mengatakan nilai lain yang dimiliki santri adalah kemandirian, silaturrahim, musyawarah, penghormatan kepada guru dan orang yang lebih tua, dan tidak pernah berhenti belajar, sehingga seorang santri tidak akan menjual nama gurunya untuk kepentingan-kepentingan sempit demi kepentingan politik.
Sementara Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas juga memaparkan bahwa politik itu mengajarkan untuk belajar menerima, namun politik tidak mengenal benar atau salah, sehingga ia mengaku memilih mundur dari pencalonan sebagai bakal calon Gubernur Jatim, agar tidak menjadi beban bagi para kiai.
"Menjadi pemimpin yang hebat itu bukan hebat secara individual, melainkan bagaimana seorang pemimpin bisa bersinergi dan berkolaborasi," ucap Bupati Banyuwangi dua periode itu.
Khatib Syuriah PBNU KH Miftah Faqih menjelaskan ada tiga "T" yang merupakan kunci bagi santri yakni ta`lim, tartib, dan ta`dib, sehingga santri memandang bahwa jabatan, kepemimpinan, kekuasaan bersifat temporer dan dinamis.
"Saya yakin bahwa negeri ini lahir, tumbuh, bangkit dan akan besar di tangan santri dengan prinsip paling mendasar dari kepemimpinan santri adalah melayani rakyat, bukan menguasai," katanya.
Dalam seminar itu, juga dihadiri oleh Wakil Bupati Jember A. Muqit Arief yang juga alumni Ikatan Alumni Annuqoyah yang menyampaikan bahwa santri menjadi sumberdaya manusia yang mumpuni secara akademik, namun diharapkan santri bisa mempertahankan jati dirinya untuk tetap menjadi santri di kehidupan yang ditekuni nya.
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018
Tags: