IDAI: seluruh dunia lakukan imunisasi rutin
12 Januari 2018 17:05 WIB
Petugas Dinas Kesehatan Provinsi Banten menyuntikan vaksin difteri kepada anak di Posyandu Cirengas, Serang, Banten, Sabtu (16/12/2017). (ANTARA /Asep Fathulrahman) ()
Jakarta (ANTARA News) - Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyampaikan seluruh negara di dunia melakukan imunisasi rutin dalam hal pencegahan berbagai penyakit.
"Seluruh dunia lakukan imunisasi rutin. Kalau seluruh dunia melakukan, berarti aman dan bermanfaat," kata Sekretaris Satgas Imunisasi IDAI Dr dr Soedjatmiko, Sp.A(K) dalam diskusi di Kementerian Komunikasi dan Informatika Jakarta, Jumat.
Dia juga menjelaskan bahwa vaksin yang diproduksi oleh PT Bio Farma telah diekspor ke 136 negara, termasuk di antaranya negara-negara Islam.
"Kalau vaksin berbahaya, tidak mungkin 136 negara menggunakan vaksin Bio Farma," jelas dia.
Selain itu, Soedjatmiko juga mengatakan sebanyak 220 ribu bidan di Indonesia memberikan imunisasi kepada anak dan tidak ada laporan yang bermasalah.
Menurut Soedjatmiko berbagai isu tentang penolakan vaksin yang mengaitkan dengan akibat negatif dari imunisasi tidak berdasar pada penelitian dan bukti.
"Semuanya tidak didukung dengan penelitian yang `shahih`, hanya berdasar asumsi-asumsi," kata dia.
Soedjatmiko tidak menampik bahwa ada beberapa tenaga medis yang menolak vaksinasi dan termasuk dalam gerakan antivaksin.
Dia mengatakan bahwa para tenaga medis tersebut bukanlah praktisi yang biasa melakukan imunisasi pada anak.
Soedjatmiko menjelaskan sejumlah oknum masyarakat yang melakukan gerakan antivaksin kebanyakan tidak memahami dengan benar tentang vaksin itu sendiri.
Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri yang terjadi pada 2017 di 170 kabupaten-kota dalam 30 provinsi dinilai terjadi karena beberapa faktor seperti cakupan imunisasi yang menurun dan juga adanya gerakan antivaksin di masyarakat.
Menurunnya cakupan imunisasi di masyarakat yang kurang dari 80 persen akan sangat memengaruhi penurunan kekebalan kelompok dan membuat kuman difteri bisa berkembang.
"Seluruh dunia lakukan imunisasi rutin. Kalau seluruh dunia melakukan, berarti aman dan bermanfaat," kata Sekretaris Satgas Imunisasi IDAI Dr dr Soedjatmiko, Sp.A(K) dalam diskusi di Kementerian Komunikasi dan Informatika Jakarta, Jumat.
Dia juga menjelaskan bahwa vaksin yang diproduksi oleh PT Bio Farma telah diekspor ke 136 negara, termasuk di antaranya negara-negara Islam.
"Kalau vaksin berbahaya, tidak mungkin 136 negara menggunakan vaksin Bio Farma," jelas dia.
Selain itu, Soedjatmiko juga mengatakan sebanyak 220 ribu bidan di Indonesia memberikan imunisasi kepada anak dan tidak ada laporan yang bermasalah.
Menurut Soedjatmiko berbagai isu tentang penolakan vaksin yang mengaitkan dengan akibat negatif dari imunisasi tidak berdasar pada penelitian dan bukti.
"Semuanya tidak didukung dengan penelitian yang `shahih`, hanya berdasar asumsi-asumsi," kata dia.
Soedjatmiko tidak menampik bahwa ada beberapa tenaga medis yang menolak vaksinasi dan termasuk dalam gerakan antivaksin.
Dia mengatakan bahwa para tenaga medis tersebut bukanlah praktisi yang biasa melakukan imunisasi pada anak.
Soedjatmiko menjelaskan sejumlah oknum masyarakat yang melakukan gerakan antivaksin kebanyakan tidak memahami dengan benar tentang vaksin itu sendiri.
Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri yang terjadi pada 2017 di 170 kabupaten-kota dalam 30 provinsi dinilai terjadi karena beberapa faktor seperti cakupan imunisasi yang menurun dan juga adanya gerakan antivaksin di masyarakat.
Menurunnya cakupan imunisasi di masyarakat yang kurang dari 80 persen akan sangat memengaruhi penurunan kekebalan kelompok dan membuat kuman difteri bisa berkembang.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: