Pengacara divonis 2,5 tahun karena suap panitera
11 Januari 2018 22:16 WIB
Terdakwa kasus suap mantan panitera PN Jaksel Tarmizi, Akhmad Zaini menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (11/1/2018). Pengacara Akhmad Zaini divonis 2,5 tahun penjara denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan) ()
Jakarta (ANTARA News) - Pengacara Akhmad Zaini divonis 2,5 tahun penjara ditambah denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan karena menyuap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Tarmizi sebesar Rp425 juta dan fasilitas lain.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Akhmad Zaini terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Ketua Majelis hakim Ni Made Sudani di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Hakim kemudian menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Akhmad Zaini selama dua tahun dan enam bulan penjara ditambah denda Rp50 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 3 bulan.
Vonis itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar Akhmad Zaini divonis tiga tahun penjara ditambah denda Rp50 juta subsider tga bulan kurungan berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
"Hal yang memberatkan, terdakwa adalah seorang lawyer yang merupakan bagian komponen penegak hukum tentu saja paham akan risiko atas perbuatannya tersebut," kata anggota majelis hakim Mochamad Arifin.
Majelis hakim yang terdiri atas Ni Made Sudani, Rustiyono, Mochamad Arifin, Sigit Herman Binaji dan Agus Salim itu juga sepakat untuk menolak permohonan Zaini sebagai pelaku yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum (justice collaborator).
"Pedoman seseorang menjadi saksi pelaku yang bekerja sama atau `justice collaborator` syaratnya adalah satu, yang bersangkutan adalah salah satu pelaku, mengakui kejahatannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan utama serta memberikan keterangan sebagai saksi dalam proses peradilan," kata hakim Mochamad Arifin.
Syarat lain adalah bila penuntut umum dalam tuntutan mengatakan terdakwa memberikan keterangan dan bukti-bukti yang meyakinkan sehingga penyidik atau penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana yang dimaksud dengan efektif, mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang punya peran yang lebih besar atau mengembalikan aset-aset atau hasil suatu tindak pidana.
"Dengan fakta-fakta di atas, perbuatan terdakwa sebagaimana didakwakan penuntut umum terbukti dakwaan primer dan mengenai peran terdakwa sebagai pelaku utama `a quo` sehingga permohonan penasihat hukum agar terdakwa dijadikan JC tidak beralasan dan berdasar sehingga harus ditolak," kata hakim Arifin.
Akhmad Zaini adalah pengacara yang mewakili perusahaan PT Aqua Marine Divindo Inspection (AMDI). PT AMDI digugat oleh PT Eastern Jason Fabrication Services (PT EJFS) Pte Ltd agar membayar ganti rugi akibat wanprestasi sebesar 7.603.198,45 dolar AS dan 131.070,50 dolar Singapura.
PT AMDI lalu mengajukan gugatan balik (rekonpensi) kepada PT EJFS sebesar 4.995.011,57 dolar AS.
Zaini pada akhir 2016 menyampaikan kepada Direktur Utama PT AMDI Yunus Nafik mengenai biaya untuk persidangan dan Yunus bersedia menyiapkan biaya Rp1,5 miliar bila gugatan PT EFJP ditolak dan gugatan rekonvensi PT AMDI diterima.
Zaini lalu memberikan uang Rp25 juta kepada Tarmizi pada 20 Juni 2017 melalui transfer atas nama Tedy Junaedy, tenaga honor kebersihan di PN Jaksel yang dipinjam rekeningnya oleh Tarmizi. Uang itu digunakan untuk keperluan pribadi saat liburan Idul Fitri.
Tarmizi lalu meminta Zaini menemuinya dan menanyakan keseriusan PT AMDI dalam gugatan wanprestasi karena dirinya telah dipercaya hakim ketua Djoko Indiarto sehingga dapat meyakinkan majelis hakim agar membantu PT AMDI.
Pada 16 Juli 2017, Zaini juga memesankan kamar untuk menginap Tarmizi dan rombongan keluarga serta teman-temannya di hotel Garden Palace Surabaya dan memberikan fasilitas lain berupa hotel/vila di Batu, Malang serta membelikan oleh-oleh untuk Tarmizi. Zaini masih menyewakan mobil selama 3-4 hari sebesar Rp5 juta yang dibayar PT AMDI atas persetujuan Yunus Nafik.
Permintaan Zaini disanggupi Tarmizi dan minta disiapkan Rp750 juta untuk keperluan meyakinkan majelis hakim. Namun Yunus Nafik merasa keberatan dan akhirnya uang yang disepakati adalah sebesar Rp400 juta.
Yunus lalu memberikan uang Rp250 juta dalam bentuk cek Bank BNI atas nama PT AMDI pada 16 Agustus 2017. Hari itu juga Zaini memberikan uang sebesar Rp100 juta melalui transfer atas nama Tedy Junaedi. Namun karena jumlah masih kurang dari nilai yang disepakati maka Tarmizi mengatakan putusan perkara masih akan ditunda hingga janji dipenuhi PT AMDI.
Zaini pun meminta tambahan uang lagi sehingga Yunus memberikan cek Rp100 juta atas nama PT AMDI pada 19 Agustus 2017. Saat pertemuan 21 Agustus 2017, Tarmizi mengembalikan cek Rp250 juta karena tidak bisa dicairkan di bank sehingga Tarmizi minta uang ditransfer saja ke rekening.
Zaini lalu mencairkan kedua cek itu di bank BNI dan setelah dicairkan, Zaini pergi ke kantor BCA untuk mentransfer uang sebesar Rp300 juta ke rekening atas nama Tedy Junaedi sebagaimana permintaan Tarmizi sehingga total seluruhnya yang sudah diterima Tarmizi adalah sejumlah Rp425 juta
"Fakta itu membuktikan Rp425 juta dan fasilitas menginap di hotel dan pemakaian mobil sewaan dimana pemberian kepada Tarmizi dimaksudkan agar memenuhi keinginan terdakwa agar majelis hakim perkara tersebut dapat memenuhi permintaan PT AMDI, sehingga unsur memberikan atau menjanjikan sesuatu telah terpenuhi," kata hakim Rustiyono.
Atas putusan itu JPU KPK dan terdakwa Zaini menyatakan pikir-pikir.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Akhmad Zaini terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Ketua Majelis hakim Ni Made Sudani di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Hakim kemudian menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Akhmad Zaini selama dua tahun dan enam bulan penjara ditambah denda Rp50 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 3 bulan.
Vonis itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar Akhmad Zaini divonis tiga tahun penjara ditambah denda Rp50 juta subsider tga bulan kurungan berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
"Hal yang memberatkan, terdakwa adalah seorang lawyer yang merupakan bagian komponen penegak hukum tentu saja paham akan risiko atas perbuatannya tersebut," kata anggota majelis hakim Mochamad Arifin.
Majelis hakim yang terdiri atas Ni Made Sudani, Rustiyono, Mochamad Arifin, Sigit Herman Binaji dan Agus Salim itu juga sepakat untuk menolak permohonan Zaini sebagai pelaku yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum (justice collaborator).
"Pedoman seseorang menjadi saksi pelaku yang bekerja sama atau `justice collaborator` syaratnya adalah satu, yang bersangkutan adalah salah satu pelaku, mengakui kejahatannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan utama serta memberikan keterangan sebagai saksi dalam proses peradilan," kata hakim Mochamad Arifin.
Syarat lain adalah bila penuntut umum dalam tuntutan mengatakan terdakwa memberikan keterangan dan bukti-bukti yang meyakinkan sehingga penyidik atau penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana yang dimaksud dengan efektif, mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang punya peran yang lebih besar atau mengembalikan aset-aset atau hasil suatu tindak pidana.
"Dengan fakta-fakta di atas, perbuatan terdakwa sebagaimana didakwakan penuntut umum terbukti dakwaan primer dan mengenai peran terdakwa sebagai pelaku utama `a quo` sehingga permohonan penasihat hukum agar terdakwa dijadikan JC tidak beralasan dan berdasar sehingga harus ditolak," kata hakim Arifin.
Akhmad Zaini adalah pengacara yang mewakili perusahaan PT Aqua Marine Divindo Inspection (AMDI). PT AMDI digugat oleh PT Eastern Jason Fabrication Services (PT EJFS) Pte Ltd agar membayar ganti rugi akibat wanprestasi sebesar 7.603.198,45 dolar AS dan 131.070,50 dolar Singapura.
PT AMDI lalu mengajukan gugatan balik (rekonpensi) kepada PT EJFS sebesar 4.995.011,57 dolar AS.
Zaini pada akhir 2016 menyampaikan kepada Direktur Utama PT AMDI Yunus Nafik mengenai biaya untuk persidangan dan Yunus bersedia menyiapkan biaya Rp1,5 miliar bila gugatan PT EFJP ditolak dan gugatan rekonvensi PT AMDI diterima.
Zaini lalu memberikan uang Rp25 juta kepada Tarmizi pada 20 Juni 2017 melalui transfer atas nama Tedy Junaedy, tenaga honor kebersihan di PN Jaksel yang dipinjam rekeningnya oleh Tarmizi. Uang itu digunakan untuk keperluan pribadi saat liburan Idul Fitri.
Tarmizi lalu meminta Zaini menemuinya dan menanyakan keseriusan PT AMDI dalam gugatan wanprestasi karena dirinya telah dipercaya hakim ketua Djoko Indiarto sehingga dapat meyakinkan majelis hakim agar membantu PT AMDI.
Pada 16 Juli 2017, Zaini juga memesankan kamar untuk menginap Tarmizi dan rombongan keluarga serta teman-temannya di hotel Garden Palace Surabaya dan memberikan fasilitas lain berupa hotel/vila di Batu, Malang serta membelikan oleh-oleh untuk Tarmizi. Zaini masih menyewakan mobil selama 3-4 hari sebesar Rp5 juta yang dibayar PT AMDI atas persetujuan Yunus Nafik.
Permintaan Zaini disanggupi Tarmizi dan minta disiapkan Rp750 juta untuk keperluan meyakinkan majelis hakim. Namun Yunus Nafik merasa keberatan dan akhirnya uang yang disepakati adalah sebesar Rp400 juta.
Yunus lalu memberikan uang Rp250 juta dalam bentuk cek Bank BNI atas nama PT AMDI pada 16 Agustus 2017. Hari itu juga Zaini memberikan uang sebesar Rp100 juta melalui transfer atas nama Tedy Junaedi. Namun karena jumlah masih kurang dari nilai yang disepakati maka Tarmizi mengatakan putusan perkara masih akan ditunda hingga janji dipenuhi PT AMDI.
Zaini pun meminta tambahan uang lagi sehingga Yunus memberikan cek Rp100 juta atas nama PT AMDI pada 19 Agustus 2017. Saat pertemuan 21 Agustus 2017, Tarmizi mengembalikan cek Rp250 juta karena tidak bisa dicairkan di bank sehingga Tarmizi minta uang ditransfer saja ke rekening.
Zaini lalu mencairkan kedua cek itu di bank BNI dan setelah dicairkan, Zaini pergi ke kantor BCA untuk mentransfer uang sebesar Rp300 juta ke rekening atas nama Tedy Junaedi sebagaimana permintaan Tarmizi sehingga total seluruhnya yang sudah diterima Tarmizi adalah sejumlah Rp425 juta
"Fakta itu membuktikan Rp425 juta dan fasilitas menginap di hotel dan pemakaian mobil sewaan dimana pemberian kepada Tarmizi dimaksudkan agar memenuhi keinginan terdakwa agar majelis hakim perkara tersebut dapat memenuhi permintaan PT AMDI, sehingga unsur memberikan atau menjanjikan sesuatu telah terpenuhi," kata hakim Rustiyono.
Atas putusan itu JPU KPK dan terdakwa Zaini menyatakan pikir-pikir.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018
Tags: