Pengamat nilai soal dari pusat banyak kelemahan
11 Januari 2018 19:39 WIB
Sejumlah siswa SD Negeri 3 mengikuti Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) mata uji Pendidikan Agama Islam pada hari pertama di Lhokseumawe, Aceh, Senin (15/5/2017). (ANTARA /Rahmad ) ()
Jakarta (ANTARA News) - Guru besar pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof Said Hamid Hasan menilai soal Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) yang 25 persen soalnya berasal dari pemerintah pusat banyak kelemahannya.
"Pemerintah jangan menganggap guru tidak mampu membuat soal. Padahal soal yang dibuat nasional, banyak sekali kelemahan dan tidak mampu mengukur kompetensi siswa yang diinginkan," ujar Said Hamid di Jakarta, Jumat.
Dia melihat dalam kebijakan ini, guru dan siswa dijadikan alasan yang tidak berdasar.Menurut dia, jika guru tidak mampu membuat soal yang benar, artinya Mendikbud tidak percaya bahwa hasil penilaian guru SD selama enam tahun tidak benar.
"Dengan kata lain, Mendikbud tidak percaya pada kemampuan guru dan hasil pendidikan secara nasional. Jika benar demikian, teori penilaian menyatakan bahwa penilaian berkelanjutan tidak diakui, dan tidak ada teori apalagi kenyataan bahwa ujian satu kali mampu mengukur hasil belajar selama enam tahun. Apalagi berkenaan dengan kemampuan berpikir tingkat pemahaman dan di atasnya," papar dia.
Jika hasil penilaian guru sehari-hari berkorelasi secara positif pada signifikansi 80 persen atau lebih, lanjut dia, maka baru dapat dikatakan USBN memiliki validitas.
"Jika korelasi antara hasil guru dan USBN seperti itu, artinya guru mampu membuat soal yang baik.
Jika korelasi positif rendah apalagi negatif artinya ada kekeliruan dalam soal USBN.
Jadi, kalau buat alasan barangkali perlu landasan teori dan prinsip penilaian yang berdasarkan wawasan pendidikan merdeka, bukan pendidikan kolonial. Pendidikan kolonial sudah tidak cocok untuk bangsa yang merdeka ini," kritik dia.
Kepala Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Totok Suprayitno, mengatakan dalam USBN guru memiliki hak untuk menentukan bobot setiap nilai dari masing-masing soal. Totok mengatakan pada USBN pusat hanya memberikan 25 persen soal, sisanya guru akan membuat soal tersebut.
"Pemerintah jangan menganggap guru tidak mampu membuat soal. Padahal soal yang dibuat nasional, banyak sekali kelemahan dan tidak mampu mengukur kompetensi siswa yang diinginkan," ujar Said Hamid di Jakarta, Jumat.
Dia melihat dalam kebijakan ini, guru dan siswa dijadikan alasan yang tidak berdasar.Menurut dia, jika guru tidak mampu membuat soal yang benar, artinya Mendikbud tidak percaya bahwa hasil penilaian guru SD selama enam tahun tidak benar.
"Dengan kata lain, Mendikbud tidak percaya pada kemampuan guru dan hasil pendidikan secara nasional. Jika benar demikian, teori penilaian menyatakan bahwa penilaian berkelanjutan tidak diakui, dan tidak ada teori apalagi kenyataan bahwa ujian satu kali mampu mengukur hasil belajar selama enam tahun. Apalagi berkenaan dengan kemampuan berpikir tingkat pemahaman dan di atasnya," papar dia.
Jika hasil penilaian guru sehari-hari berkorelasi secara positif pada signifikansi 80 persen atau lebih, lanjut dia, maka baru dapat dikatakan USBN memiliki validitas.
"Jika korelasi antara hasil guru dan USBN seperti itu, artinya guru mampu membuat soal yang baik.
Jika korelasi positif rendah apalagi negatif artinya ada kekeliruan dalam soal USBN.
Jadi, kalau buat alasan barangkali perlu landasan teori dan prinsip penilaian yang berdasarkan wawasan pendidikan merdeka, bukan pendidikan kolonial. Pendidikan kolonial sudah tidak cocok untuk bangsa yang merdeka ini," kritik dia.
Kepala Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Totok Suprayitno, mengatakan dalam USBN guru memiliki hak untuk menentukan bobot setiap nilai dari masing-masing soal. Totok mengatakan pada USBN pusat hanya memberikan 25 persen soal, sisanya guru akan membuat soal tersebut.
Pewarta: Indriani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: