Jakarta (ANTARA News) - Amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa ketentuan Pasal 222 UU Pemilu mengenai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold adalah konstitusional.

"Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung MK Jakarta, Kamis.

Permohonan uji materi pasal ini ini diajukan oleh Partai Idaman yang diketuai Rhoma Irama.

Partai Idaman selaku Pemohon menyebut ketentuan a quo bersifat diskriminatif karena menghalangi partai politik baru dalam mengajukan calon presiden.  Tetapi MK justru menyangkal dalil diskriminasi itu sebagai tidak tepat digunakan dalam hubungan ini karena tidak setiap perbedaan perlakuan otomatis dianggap diskriminasi.

Dalam kasus a quo, perbedaan perlakuan yang dialami Pemohon dinilai Mahkamah karena Pemohon adalah partai politik baru yang baru akan mengikuti Pemilu 2019 sedangkan norma yang terkandung dalam Pasal 222 UU Pemilu sudah diberlakukan terhadap partai-partai politik yang telah pernah mengikuti Pemilu dan telah memperoleh dukungan suara tertentu.

Pasal 222 UU Pemilu menyebutkan partai politik atau gabungan parpol harus memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu 2014 untuk bisa mengusung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.

Pemohon juga menilai bahwa ketentuan a quo sudah tidak relevan digunakan sebagai ambang batas pilpres 2019 mengingat Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2019 akan digelar secara serentak.

Dalil itu pun dipatahkan MK dengan menyatakan ketentuan a quo masih relevan digunakan karena dapat memperkuat sistem presidensial.

Selain itu Pasal 222 UU Pemilu juga baru disahkan oleh pemerintah dan DPR pada 2017 lalu sehingga tidak bisa disebut kadaluarsa.