Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Buruh, Muchtar Pakpahan, akan membawa persoalan lumpur dari proyek PT Lapindo Brantas Inc. ke pertemuan Dewan Sosialis Internasional atau yang lebih dikenal dengan Sosialis Internasional di Jenewa, Swiss, pada 29 hingga 30 Juni 2007. "Bencana lumpur yang terjadi sejak setahun lalu telah menelantarkan 16.000 buruh di Sidoarjo. Saya akan sampaikan persoalan ini di dalam pidato saya nanti," kata Pakpahan di Jakarta, Senin. Pertemuan Sosialis Internasional akan diikuti sejumlah partai buruh dari berbagai negara, seperti Indonesia, Inggris, Belanda, Australia, Selandia Baru, Jerman, Brasil dan lain-lain. Terkait kasus lumpur Lapindo, Partai Buruh menilai pemerintah kurang serius dalam membela hak-hak warga yang menjadi korban, bahkan cenderung memerankan diri sebagai juru runding antara warga dengan PT Lapindo Brantas Inc. "Padahal, seharusnya pemerintah lebih memberikan pemihakan terhadap rakyat dengan memenuhi terlebih dulu hak-hak mereka melalui dana talangan," katanya. Selain soal lumpur Lapindo, ia mengemukakan, di dalam pertemuan Sosialis Internasional itu juga akan disinggung mengenai nasib Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia yang belum mendapat perlindungan dari Pemerintah Singapura dan Malaysia, sehingga mendapat perlakuan buruk dari majikannya. "Kasus Ceriyati binti Dapin, TKW Indonesia yang dianiaya majikannya di apartemen Tamarind Kuala Lumpur merupakan contoh terbaru," katanya. Kasus lain yang juga akan dibawa Pakpahan ke Jenewa adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal buruh PT Dirgantara Indonesia yang hingga kini belum terpenuhi hak-haknya secara keseluruhan. Menurut dia, ada dua agenda utama dalam pertemuan Sosialis Internasional kali ini, yakni membuat rancangan perdamaian global dan stabilitas dunia, dan mendeklarasikan Komisi Sosialis Internasional untuk Perkumpulan Masyarakat Dunia yang Berkelanjutan. "Kita berharap pertemuan itu dapat melahirkan keputusan penting yang dapat memberi kontribusi bagi perubahan dunia ke arah yang lebih baik, khususnya Indonesia," kata Muchtar Pakpahan. (*)