Cianjur (ANTARA News) - Puluhan siswa sekolah dasar kelas jauh di Kecamatan Naringgul, Cianjur, Jawa Barat, terpaksa belajar di bangunan kelas layaknya kandang ayam karena sekolah induk yang jauh dari perkampungan.

Kondisi tersebut dialami sejak beberapa tahun yang lalu karena pihak sekolah tidak memiliki biaya untuk membangun gedung sekolah permanen. Sebagian besar siswa merupakan warga Kampung Taritih, Desa Melati itu, harus menjalani proses belajar mengajar di ruangan berlantai tanah merah, berdinding bambu.

Kepala Desa Melati, Ceceng Rusmawan saat dihubungi Rabu, mengatakan, bangunan kelas jauh tersebut hasil swadaya dari 200 kepala keluarga di wilayah tersebut, namun partisipasi warga baru mampu membuat tempat belajar untuk 21 siswa kelas 1.

"Kami ingin membantu membangun sarana yang layak untuk kelas jauh, tetapi terbentur dengan aturan yang ada kalau mengunakan dana desa. Harapan kami dinas terkait di Pemkab Cianjur, dapat membangun kelas permanen untuk keberlangsungan sekolah," katanya.

Selama ini, tambah dia, puluhan siswa sekolah harus berjalan kaki hingga 8 kilometer untuk sampai ke sekolah yang belum layak disebut sebagai ruang kelas itu. Meskipun banyak kendala, minat bersekolah siswa dan orang tua di wilayah tersebut cukup tinggi.

"Orang tua mendukung anak mereka untuk tetap bersekolah, meskipun lokasinya jauh dengan gedung tidak layak disebut kelas. Setiap tahun jumlah siswa kelas jauh SDN Datar Muncang, terus bertambah dan sudah layak mendapat kelas yang layak seperti di wilayah lain," katanya.

Sementara Anita (9) seorang siswi SDN Datar Muncang, mengatakan, untuk sampai ke sekolah induk, dia dan puluhan teman sekampungnya harus berjalan kaki hingga belasan kilometer dengan kondisi jalan yang rusak belum tersentuh pembangunan.

Dia berharap kelas jauh segera dibangun menjadi sekolah tetap, agar mereka tidak perlu lagi berjalan kaki kiloan meter untuk sampai ke sekolah induk setiap harinya. "Kami berharap punya sekolah sendiri, biar kami tidak jauh ke sekolah karena kelas jauh hanya untuk kelas satu," katanya.

Hal senada terucap dari orang tua siswa Empong (40) yang setiap hari harus mengantarkan anaknya ke sekolah mengunakan sepeda motor dengan kondisi jalan layaknya kubangan ketika hujan dan berdebu ketima musim kemarau.

"Harapan kami sekolah permanen dibangun untuk kelas 1 sampai kelas 6, agar anak-anak kami tidak perlu lagi ke sekolah induk yang jaraknya sangat jauh. Setiap tahun ada puluhan anak kelas satu yang masuk dan kelas lanjutan ke sekolah induk," katanya.