Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memberikan apresiasi atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hasil tindak pidana di bidang perpajakan dengan terdakwa Amie Hamid.

"Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang telah menyidangkan dan menjatuhkan putusan dengan seadil-adilnya dalam perkara ini," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Rabu.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (8/1) telah menjatuhkan vonis hukuman empat tahun enam bulan dan denda Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan atas perkara TPPU atas hasil tindak pidana di bidang perpajakan dengan terdakwa Amie Hamid.

Sebelumnya, barang bukti aset termasuk rumah, apartemen, gedung olah raga, kos-kosan, vila, ruko, kios, mobil, motor, uang kas dan barang-barang elektronik senilai total Rp26,9 miliar telah disita oleh penyidik dan dirampas untuk negara.

Putusan TPPU ini merupakan hasil dari pengembangan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, berupa penjualan faktur yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, yang dilakukan oleh terdakwa Amie Hamid.

Untuk perkara ini, yang bersangkutan telah dijatuhi hukuman pidana penjara selama dua tahun enam bulan serta denda sebesar Rp246 miliar.

Direktorat Jenderal Pajak juga menyampaikan penghargaan atas kolaborasi dan bantuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang telah menunjukkan bukti nyata sinergi antar lembaga penegak hukum serta berkomitmen untuk menegakkan keadilan dan kepatuhan hukum, termasuk di bidang perpajakan.

Direktorat Jenderal Pajak mengimbau seluruh masyarakat/Wajib Pajak untuk menjalankan kewajiban perpajakan dengan benar, dan tidak melakukan perbuatan tercela seperti mengurangi penghasilan yang dilaporkan, atau mencari keuntungan yang tidak sah dari proses perpajakan seperti menerbitkan atau menggunakan faktur pajak fiktif.

"Melakukan pidana pajak merugikan kepentingan bersama dan menghambat upaya pemerintah dalam membangun ekonomi Indonesia, termasuk dalam mengurangi kemiskinan dan kesenjangan," kata Hestu.