Jual kebun karet, tapi gagal umroh gara-gara travel bodong
10 Januari 2018 13:20 WIB
Peserta Manasik Umroh Akbar mendengarkan arahan tata cara pelaksanaan ibadah umroh di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, Sabtu (1/11). (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Pekanbaru, Riau (ANTARA News) - Korban travel umrah Joe Pentha Wisata, yang diduga bodong hingga menyebabkan ratusan calon jemaah terlantar di Kota Pekanbaru, diketahui menjual aset tanah dan kebun karet untuk pergi ke Mekah.
Hal itu terungkap setelah 15 korban Joe Pentha Wisata (JPW) dari Desa Terantang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, melapor ke Polda Riau, Rabu.
"Jual ladang (kebun karet) karena kami ingin berangkat umrah. Tapi saya sangat sedih sampai sekarang belum ada kejelasan," kata Azhar (67), salah seorang dari mereka, kepada Antara.
Azhar menjelaskan, dia dan 14 korban lainnya mendaftar Umrah Juni 2016. Mereka semua berasal dari satu desa, dan masih satu keluarga besar.
Juni 2016, mereka yang merupakan bagian dari 708 korban lainnya, mendaftar dengan menyerahkan uang sebesar Rp23,2 juta.
Azhar sendiri menjual satu-satunya aset yang dia miliki, sebidang tanah seluas 1/4 hektare yang telah ditanami karet yang selama ini menjadi sumber penghasilannya.
Namun hingga kini dia dan 14 korban koleganya tidak pernah tahu kapan akan diberangkatkan ke Mekah.
Widyawati, yang juga keluarga korban, menjelaskan pihak JPW selalu berdalih masalah visa yang menghambat niat mereka.
Sebelum memutuskan melapor ke Polda Riau, mereka telah tiga kali dijanjikan berangkat ke Tanah Suci, masing-masing pada Januari, September hingga Desember 2017.
"Kami hanya berharap laporan kami diproses dan uang kami kembali. Kami sudah putuskan tidak akan berangkat menggunakan travel tersebut," kata Widyawati (39).
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau telah menetapkan tersangka dugaan penipuan umrah JPW di Pekanbaru, kepada seseorang berinisial Jo, yang tidak lain pemilik JPW.
Dia ditetapkan sebagai tersangka pada Oktober 2017 silam. Awal Januari tahun ini, Polda Riau telah menggeledah kantor JPW di Jalan Panda, Pekanbaru, yang dari situ disita sejumlah barang bukti berupa berkas-berkas dari JPW.
Beberapa waktu setelah itu, polisi memutuskan menahan Jo guna mempercepat penyidikan.
Hal itu terungkap setelah 15 korban Joe Pentha Wisata (JPW) dari Desa Terantang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, melapor ke Polda Riau, Rabu.
"Jual ladang (kebun karet) karena kami ingin berangkat umrah. Tapi saya sangat sedih sampai sekarang belum ada kejelasan," kata Azhar (67), salah seorang dari mereka, kepada Antara.
Azhar menjelaskan, dia dan 14 korban lainnya mendaftar Umrah Juni 2016. Mereka semua berasal dari satu desa, dan masih satu keluarga besar.
Juni 2016, mereka yang merupakan bagian dari 708 korban lainnya, mendaftar dengan menyerahkan uang sebesar Rp23,2 juta.
Azhar sendiri menjual satu-satunya aset yang dia miliki, sebidang tanah seluas 1/4 hektare yang telah ditanami karet yang selama ini menjadi sumber penghasilannya.
Namun hingga kini dia dan 14 korban koleganya tidak pernah tahu kapan akan diberangkatkan ke Mekah.
Widyawati, yang juga keluarga korban, menjelaskan pihak JPW selalu berdalih masalah visa yang menghambat niat mereka.
Sebelum memutuskan melapor ke Polda Riau, mereka telah tiga kali dijanjikan berangkat ke Tanah Suci, masing-masing pada Januari, September hingga Desember 2017.
"Kami hanya berharap laporan kami diproses dan uang kami kembali. Kami sudah putuskan tidak akan berangkat menggunakan travel tersebut," kata Widyawati (39).
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau telah menetapkan tersangka dugaan penipuan umrah JPW di Pekanbaru, kepada seseorang berinisial Jo, yang tidak lain pemilik JPW.
Dia ditetapkan sebagai tersangka pada Oktober 2017 silam. Awal Januari tahun ini, Polda Riau telah menggeledah kantor JPW di Jalan Panda, Pekanbaru, yang dari situ disita sejumlah barang bukti berupa berkas-berkas dari JPW.
Beberapa waktu setelah itu, polisi memutuskan menahan Jo guna mempercepat penyidikan.
Pewarta: Bayu Agustari Adha
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018
Tags: