Phnom Penh (ANTARA News) - Ribuan warga Kamboja yang selamat dari kekejaman Khmer Merah merayakan 39 tahun jatuhnya rezim bengis yang telah menewaskan sekitar 1,7 juta orang itu pada Minggu.

Hingga 40.000 orang menghadiri sebuah acara di Phnom Penh, ibu kota Kamboja, yang diselenggarakan oleh Partai Rakyat Kamboja (CPP) pimpinan Perdana Menteri Hun Sen, yang naik ke tampuk kekuasaan dengan oleh Vietnam, yang menginvasi Kamboja pada 7 Januari 1979 dan mengakhiri rezim tersebut.

"Kemenangan 7 Januari menyelamatkan nyawa orang-orang yang selamat dari pembunuhan-pembunuhan tersebut dan membawa kembali hak-hak rakyat Kamboja yang hilang di bawah rezim Pol Pot," kata Hun Sen pada acara tersebut.

Sebagian besar korban rezim itu meninggal dunia karena siksaan, kelaparan, kehausan atau penyakit di kamp-kamp kerja paksa atau disiksa hingga menemui ajal selama eksekusi massal di "ladang-ladang pembantaian."

Hari itu kontroversial di Kamboja, dengan partai Hun Sen merayakannya sebagai hari pembebasan sementara yang lain meratapinya sebagai awal pendudukan 10 tahun oleh tetangga yang mereka benci, Vietnam.

Naik dan jatuhnya Khmer Merah, yang melakukan genosida, dimulai oleh Vietnam untuk "membagi dan melemahkan" Kamboja agar tetap berada di bawah kendali Vietnam, demikian tulisan bekas pemimpin oposisi Sam Rainsy di halaman Facebook.

Sementara Amerika Serikat menyebut hari itu menandai perjalanan Kamboja menuju masa depan yang lebih cerah.

"Kami juga merayakan kecerdikan, keberanian dan juga kegigihan yang dengannya rakyat Kamboja telah muncul dari periode kegelapan, membangun kembali negara mereka, dan memajukan proses rekonsiliasi nasional," demikian pernyataan kedutaan besar Amerika Serikat..

Ulang tahun tersebut terjadi di tengah penumpasan oposisi oleh pemerintahan Hun Sen menjelang pemilihan umum Juli.

Amerika Serikat dan Uni Eropa menarik dukungan untuk pemungutan suara menyusul pembubaran Partai Penyelamatan Nasional Kamboja, oposisi utama, tahun lalu tetapi China, pendukung luar negeri terbesar Kamboja, pada Kamis menyatakan yakin pemilihan tahun ini akan berlangsung jujur.

Tiga tokoh di era Pol Pot yang masih hidup menjalani hukuman seumur hidup setelah diadili pengadilan gabungan Kamboja dan Perserikatan Bangsa-Bangsa karena melakukan berbagai kejahatan termasuk kejahatan-kejahatan terhadap kemanusiaan.

Mereka yang berada di balik jeruji ialah Kaing Guek Eav, mantan kepala penjara S-21 Khmer Merah, "Saudara Nomor Dua" Nuon Chea dan mantan Presiden Khieu Samphan, demikian menurut siaran kantor berita Reuters. (Uu.M016)