Denpasar (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) optimistis ekonomi di Bali akan tumbuh positif dan mengalami peningkatan pada kisaran 5,8 hingga 6,2 persen pada triwulan pertama tahun ini karena didorong konsumsi rumah tangga dan persiapan menjelang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018.

Kepala Perwakilan BI Provinsi Bali Causa Iman Karana di Denpasar, Minggu, menjelaskan konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat sejalan dengan peningkatan upah minimum provinsi (UMP) dan perayaan Imlek yang mendorong pertumbuhan pariwisata.

UMP di Bali tahun ini, menurut dia, diperkirakan naik menjadi 8,71 persen lebih tinggi dibandingkan kebaikan UMP 2017 senilai 8,25 persen.

Pria yang akrab disapa CIK itu mengemukakan adanya perayaan Imlek pada periode triwulan pertama bakal mendorong meningkatnya penawaran dan paket wisata yang ditawarkan oleh pelaku industri pariwisata Bali kepada turis asal China.

Strategi itu, dinilainya, biasa akan disinergikan dengan paket penerbangan oleh pihak maskapai, termasuk melalui penyediaan penerbangan sewa khusus (carter).

Selain dua indikator tersebut, ia mengemukakan, konsumsi masyarakat Bali bakal meningkat, khususnya dari lembaga nonprofit untuk persiapan penyelenggaraan Pilkada Serentak pada Juni 2018.

Pilkada Serentak 2018 di Pulau Dewata itu digelar untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur Bali, Bupati dan Wakil Bupati Gianyar, serta Bupati dan Wakil Bupati Klungkung.

Meski demikian, bank sentral nasional itu mencatat ada potensi terjadi perlambatan kinerja konsumsi lantaran menurunnya produksi komoditas perkebunan sehingga berdampak tertahannya laju konsumsi di daerah sentra, seperti di Buleleng dan Bangli.

Hal itu, dikemukakan CIK, terkait dengan meningkatnya aktivitas vulkanik Gunung Agung pada akhir triwulan ketiga 2017, yang berpotensi berlanjut pada triwulan pertama tahun ini sehingga berpotensi menahan kinerja ekspor, khususnya di bidang jasa.

Kinerja komponen investasi di Bali, menurut dia, diprediksi tetap tumbuh positif, namun diperkirakan akan mengalami perlambatan sejalan dengan pola musiman pada awal tahun karena pengerjaan proyek pemerintah dan swasta baru dalam tahap persiapan sehingga laju konsumsi cenderung tertahan.

Walau demikian, dinyatakannya, pengerjaan beberapa proyek persiapan pertemuan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dan Bank Dunia (World Bank/WB) pada Oktober 2018 berpotensi mendorong akselerasi kinerja komponen investasi.

CIK juga optimistis kinerja laju investasi berpotensi melonjak seiring tendensi melandainya tingkat suku bunga kredit perbankan baik investasi dan modal kerja di Bali sebagai respon penurunan suku bunga dari kebijakan BI Repo Rate Tujuh Hari (Seven Days Repo Rate).

Repo atau Repurchase Agreement adalah transaksi jual Efek dengan janji beli kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan, dan BI menetapkan dalam jangka waktu tujuh hari.

BI melakukan penguatan kerangka operasi moneter dengan memperkenalkan suku bunga acuan atau suku bunga kebijakan baru yaitu BI Seven Day Repo Rate, yang berlaku efektif sejak 19 Agustus 2016. Selain Suku Bunga BI (BI Rate) yang digunakan, perkenalan suku bunga kebijakan yang baru ini tidak mengubah pendirian (stance) kebijakan moneter yang sedang diterapkan.

BI menerapkan hal itu agar suku bunga kebijakan dapat secara cepat memengaruhi pasar uang, perbankan dan sektor riil. Instrumen BI Seven Day Repo Rate sebagai acuan yang baru memiliki hubungan yang lebih kuat ke suku bunga pasar uang, sifatnya transaksional atau diperdagangkan di pasar, dan mendorong pendalaman pasar keuangan.