Jakarta (ANTARA News) - Industri manufaktur menjadi penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan pajak dan cukai di Indonesia, demikian disampaikan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.

“Suatu negara dikatakan maju apabila industrinya tangguh. Untuk itu, kami terus fokus menjalankan kebijakan hilirisasi industri yang konsisten membawa multiplier effect bagi perekonomian,” catatnya dalam keterangan yang diterima ANTARA News di Jakarta, Kamis.

Industri pengolahan nonmigas, menurut dia, berperan penting dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.

Oleh karena, dinilainya, kontribusinya mampu memberikan efek positif yang berantai, seperti peningkatan terhadap nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, dan penerimaan devisa dari ekspor.

Merujuk data Divisi Statistik Perserikatan Bangsa Bangsa (United Nations Statistics Division/UNSD) pada 2016, Indonesia menempati peringkat keempat dunia dari 15 negara yang industri manufakturnya memberikan kontribusi signifikan terhadap PDB.

Indonesia mampu menyumbangkan hingga mencapai 22 persen, setelah Korea Selatan (29%), Tiongkok (27%) dan Jerman (23%).

Rata-rata kontribusi dari 15 negara yang disurvei UNSD adalah 17 persen. Inggris berada di bawah rata-rata dengan kontribusi 10 persen, sedangkan Jepang dan Meksiko di bawah Indonesia dengan capaian kontribusinya 19 persen.

“Capaian 22 persen itu sangatlah besar, sehingga Indonesia masuk dalam jajaran elit dunia,” catat Menperin.

Sementara itu, berdasarkan laporan Organisasi Pembangunan Industri Perserikatan Bangsa Bangsa (United Nations Industrial Development Organization/UNIDO). Indonesia menduduki peringkat ke-9 di dunia atau naik dari peringkat tahun sebelumnya di posisi ke-10 untuk kategori nilai tambah manufaktur (manufacturing value added).

Peringkat ke-9 itu sejajar dengan Brasil dan Inggris, bahkan lebih tinggi dari Rusia, Australia, dan sembilan negara anggota Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) lainnya.

Menurut Airlangga, kontribusi manufaktur Indonesia mampu menembus 30 persen apabila dihitung mulai dari proses praproduksi, produksi dan pascaproduksi.

“Paradigma industri manufaktur global saat ini, berdasarkan kesepakatan di World Economic Forum, proses produksi sebagai satu-kesatuan. Oleh karena itu, kita sudah tidak bisa lagi melihat produksi hanya di pabrik saja,” catatnya.

Selain itu, dikemukakannya, manufaktur dinilai menjadi salah satu sektor unggulan dalam mendorong percepatan pembangunan dan pemerataan ekonomi nasional.

Oleh karena itu pula, ia menilai, saat ini penting melakukan transformasi ekonomi, yang menggeser ekonomi berbasis konsumsi menjadi berbasis manufaktur.

“Apalagi, Bapak Presiden juga menyampaikan, kebijakan ekonomi Indonesia harus terus diarahkan pada pembangunan ekonomi yang lebih inklusif dan berkualitas,” catat Airlangga.

Hal itu, dinyatakannya, antara lain untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan, serta meningkatkan lapangan kerja sebanyak-banyaknya.

Dalam upaya mendorong penyebaran industri yang merata sekaligus mewujudkan Indonesia sentris, Kementerian Perindustrian telah memfasilitasi pembangunan kawasan industri khususnya di luar Pulau
Jawa.

“Pada dua tahun mendatang diprediksi pertumbuhan kawasan industri baru akan terus meningkat dengan dibangun delapan kawasan industri baru di luar Pulau Jawa dengan potensi penyerapan tenaga kerja sebanyak 296,3 ribu orang,” ungkapnya.

Airlangga pun berpandangan bahwa Indonesia dalam proporsi ekonominya dapat dikategorikan sebagai sebuah negara industri.

“Kunci sukses dalam industrialisasi terdapat tiga faktor utama, yaitu sumber daya manusia (SDM), modal atau investasi, dan teknologi,” tuturnya.

Untuk itu, ia mengemukakan bahwa peningkatan kompetensi SDM melalui pendidikan dan pelatihan vokasi merupakan salah satu program prioritas pemerintah saat ini setelah pembangunan infrastruktur.

“Penyiapan SDM terampil bertujuan untuk membentuk dan menghasilkan tenaga kerja yang sesuai kebutuhan dunia industri. Kami telah melaksanakan pendidikan vokasi yang link and match antara SMK dengan industri,” demikian Airlangga Hartarto.