KPK menyilakan Setya Novanto jadi "justice collaborator"
4 Januari 2018 12:57 WIB
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (4/1/2018). Setya Novanto kembali diperiksa KPK sebagai saksi untuk tersangka Anang Sugiana terkait kasus korupsi KTP Elektronik usai menjalani sidang perkaranya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. (ANTARA /Sigid Kurniawan )
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyilakan Setya Novanto, terdakwa kasus korupsi dalam proyek pengadaan KTP-elektronik, mengajukan diri menjadi justice collaborator (JC), pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.
"Jika terdakwa memiliki iktikad baik menjadi JC silakan ajukan ke KPK. Tentu dipertimbangkan dan dipelajari dulu," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.
Febri menjelaskan bahwa seorang yang ingin menjadi JC harus mengakui perbuatannya dan kooperatif membuka peran pihak-pihak lain secara lebih luas. Namun, menurut dia, pelaku utama tidak akan disetujui menjadi JC.
"Jadi silakan ajukan saja, nanti akan dinilai siapa pelaku lain yang lebih besar yang diungkap. Memang jika menjadi JC maka ancaman hukuman penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun ini dapat diturunkan nanti jika memang (permohonan menjadi) JC dikabulkan," katanya.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak keberatan Setya Novanto dalam putusan sela yang dibacakan hari ini. Hakim menyatakan seluruh keberatan tim penasihat hukum terdakwa telah dipertimbangkan dan dinyatakan tidak dapat diterima dan menilai surat dakwaan penuntut umum telah memenuhi pasal 143 ayat 2 huruf a dan b KUHAP sehingga seluruh dakwaan sah menurut hukum dan dapat diterima sebagai dasar pemeriksaan perkara.
"Menimbang bahwa keberatan tim penasihat hukum tidak dapat diterima, maka pemeriksaan perkara ini harus dilanjutkan. Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan atas terdakwa Setya Novanto, menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir," kata ketua majelis hakim Yanto.
Atas putusan itu, Novanto menyatakan akan mengikuti persidangan selanjutnya dengan tertib.
"Terima kasih, Yang Mulia, hakim ketua Pak Yanto, juga JPU beserta para penasihat. Kami sudah mendengarkan dan saya sangat menghormati dan saya akan mengikuti secara tertib," kata Novanto, yang sudah tampak sehat.
"Jika terdakwa memiliki iktikad baik menjadi JC silakan ajukan ke KPK. Tentu dipertimbangkan dan dipelajari dulu," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.
Febri menjelaskan bahwa seorang yang ingin menjadi JC harus mengakui perbuatannya dan kooperatif membuka peran pihak-pihak lain secara lebih luas. Namun, menurut dia, pelaku utama tidak akan disetujui menjadi JC.
"Jadi silakan ajukan saja, nanti akan dinilai siapa pelaku lain yang lebih besar yang diungkap. Memang jika menjadi JC maka ancaman hukuman penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun ini dapat diturunkan nanti jika memang (permohonan menjadi) JC dikabulkan," katanya.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak keberatan Setya Novanto dalam putusan sela yang dibacakan hari ini. Hakim menyatakan seluruh keberatan tim penasihat hukum terdakwa telah dipertimbangkan dan dinyatakan tidak dapat diterima dan menilai surat dakwaan penuntut umum telah memenuhi pasal 143 ayat 2 huruf a dan b KUHAP sehingga seluruh dakwaan sah menurut hukum dan dapat diterima sebagai dasar pemeriksaan perkara.
"Menimbang bahwa keberatan tim penasihat hukum tidak dapat diterima, maka pemeriksaan perkara ini harus dilanjutkan. Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan atas terdakwa Setya Novanto, menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir," kata ketua majelis hakim Yanto.
Atas putusan itu, Novanto menyatakan akan mengikuti persidangan selanjutnya dengan tertib.
"Terima kasih, Yang Mulia, hakim ketua Pak Yanto, juga JPU beserta para penasihat. Kami sudah mendengarkan dan saya sangat menghormati dan saya akan mengikuti secara tertib," kata Novanto, yang sudah tampak sehat.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018
Tags: