Jakarta (ANTARA News) - Pengusaha Indonesia disarankan agar segera merespons adanya niat pemerintah Cina yang akan membuka pintu secara lebar bagi investor asing untuk masuk ke negaranya.  




Pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) Indonesia dinilai memiliki modal keunggulan komparatif untuk bisa bersaing dengan produk Cina, kata pemerhati UMKM dari Indosterling Capital, William Henley.



Ia menyampaikan hal tersebut terkait pernyataan Menteri Perdagangan Cina Zhong San yang ingin membuka pintu bagi investor asing sekaligus janji untuk mempermudah investor asing memasuki pasar dalam negeri Cina serta jaminan atas hak-hak perusahaan asing.



"Produk UMKM Indonesia selama ini memiliki kekhasan tersendiri. Ada berbagai keunggulan komparatif. Sebagai contoh adalah ragam racikan pada kerupuk udang Indonesia yang berbekal pada kekayaan budaya kuliner milik bangsa," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.



Mengutip data Trading Economics, William menjelaskan, pendapatan per kapita (GDP) Negeri Tirai Bambu sampai dengan akhir Desember 2016 mencapai 11.199 dolar AS. Di antara negara-negara anggota G20, Cina berada di urutan ketiga di bawah AS (18.569 dolar AS) dan negara-negara Eropa (11.885 dolar AS).



William menjelaskan salah satu pendukung perekonomian Cina adalah jumlah penduduk yang demikian besar. Populasi berdasarkan proyeksi Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2017 mencapai 1,41 miliar jiwa. Dari jumlah itu, sekitar lebih dari 50 persen merupakan penduduk kelas menengah.



Firma konsultan McKinsey, kata William, memproyeksikan dalam jangka waktu lima tahun ke depan, populasi kelas menengah Cina akan meningkat menjadi 76 persen. Mereka adalah penduduk yang tadinya berpendapatan 9.000 dolar AS sampai 16 ribu dolar AS per tahun, menjadi 16 ribu dolar AS hingga 34 ribu dolar AS per tahun.



"Sejumlah potensi yang ada ini tentu sangat sayang jika dilewatkan. Apalagi, dengan adanya komitmen Pemerintah Cina. Inilah peluang," katanya.



Namun, William menyadari masih banyaknya tantangan yang kini dihadapi para pelaku UMKM tanah air. Di antara tantangan itu meliputi aspek psikologis pasar, brand produk yang lemah, sampai hal mendasar seperti administrasi.



Perihal psikologis pasar, William melihat, seolah masih ada rasa takut dan khawatir di kalangan pengusaha UMKM. "Ini tidak mengherankan karena pasar dalam negeri kita saat ini masih banyak dibanjiri oleh produk-produk Cina," ujarnya.



Akan tetapi perlu diingat, kata William, produk UMKM kita memiliki kekhasan tersendiri. "Di sinilah keunggulan komparatif yang kita miliki."



Lalu terkait brand produk yang lemah, William mengatakan, semua itu tidak hanya berkaitan dengan kualitas produk semata. Pembangunan brand, katanya, membutuhkan pelayanan prima dan tentu harga yang masuk akal. Jika komponen-komponen ini terpenuhi, maka UMKM Indonesia akan semakin dikenal oleh konsumen di Cina.



"Sementara untuk hal-hal mendasar seperti administrasi, tentu pelaku UMKM Indonesia membutuhkan uluran tangan pemerintah. Dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, serta instansi-instansi terkait lainnya, bisa turun langsung memberi pendampingan," ujarnya.