Jakarta (ANTARA News) - DPR mengundang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjelaskan berbagai kebijakan luar negeri, terutama menyangkut dukungan pemerintah terhadap Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB No 1747 mengenai perluasan sanksi terhadap Iran dan Perjanjian Kerjasama Pertahanan (DCA) dengan Singapura pada 3 Juli 2007. "Rapat konsultasi dipastikan tanggal 3 Juli 2007. Hari ini atau Senin pekan depan kami akan mengirim surat kepada Presiden mengenai hal itu," kata Ketua DPR RI Agung Laksono di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat. Forum konsultasi itu selain dihadiri pimpinan DPR,juga diikuti pimpinan fraksi dan pimpinan komisi-komisi di DPR. Sedangkan Presiden, didampingi tiga Menteri Koordinator, Menteri Luar Negeri, Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet. "Pada kesempatan konsultasi itu, Presiden menjelaskan kebijakan luar negeri yang ditempuh pemerintah, terutama menyangkut Iran dan DCA" kata Agung. Menurut Agung, dalam rapat konsultasi ini ada peluang bagi DPR untuk menanyakan langsung mengenai kebijakan luar negeri yang dianggap belum jelas. Penetapan 3 Juli 2007 itu sesuai dengan hasil Rapat Bamus DPR yang menetapkan rapat konsultasi dilakukan tanggal 2 atau 3 Juli 2007. Pimpinan DPR juga telah menerima kesediaan Presiden utuk datang ke DPR dalam rapat konsultasi. Presiden menawarkan pertemuan dilakukan pada minggu pertama Juli 2007. "Bamus menerima dan menyetujui usulan Presiden untuk datang ke DPR. Perkiraan waktunya antara tanggal 2 atau tanggal 3 Juli," katanya. Agung mengemukakan, pertemuan konsultasi itu tidak mereduksi hak interpelasi DPR mengenai nuklir Iran. "Kapan interpelasinya? Nanti dilakukan setelah selesai rapat konsultasi, baru kita akan Rapat Bamus lagi untuk menjadwalkan kelanjutan pembahasan hak interperlasi Iran," katanya. Setelah dilakukan rapat konsultasi, maka Bamus DPR menyelenggarakan rapat lanjutan pada 6 Juli 2007 untuk membahas kelanjutan hak interpelasi nuklir Iran. Mengenai kelanjutan hak interpelasi luapan lumpur Lapindo, Agung menjelaskan akan disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR pada 10 Juli 2007. "Tetapi itu interpelasi yang lain, tidak bisa disatukan karena objeknya lain dan subtansinya juga lain. Tidak disatukan supaya bisa lebih fokus," katanya.(*)