Kemenpar bidik wisatawan Asia Tenggara
28 Desember 2017 06:59 WIB
Wisatawan berfoto di Pura Taman Ayun, Kabupaten Badung, Bali, Senin (25/12/2017). Berdasarkan data pengelola wisata jumlah kunjungan wisata ke objek wisata Taman Ayun mulai meningkat dari 100 orang per hari saat bencana erupsi Gunung Agung, kini sudah meningkat mencapai 900 orang per hari dan diperkirakan akan terus meningkat jika erupsi Gunung Agung tidak mengganggu jadwal penerbangan Bandara Ngurah Rai, Bali. (ANTARA FOTO/Wira Suryantala)
Mangupura, Bali (ANTARA News) - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) melirik pasar wisatawan Asia Tenggara untuk datang ke Indonesia karena memiliki keberanekaragaman budaya dan panorama alam yang eksotis.
"Kami melihat potensi wisatawan asal Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Brunei, dan Vietnam sangat potensial, sehingga selama 1,5 tahun kami gencar melakukan promosi wisata ke negara itu," kata Asdep Pengembangan Pasar Asia Tenggara dari Kemenpar Rizki Handayani Mustafa, di Mangupura, Kamis.
Upaya promosi ini dilakukan, menurutnya, karena di Malaysia banyak warga setempat yang tidak mengetahui Indonesia, sehingga perlu memilah kembali segmen pasar yang menjadi target promosi sebab di negara tersebut terdapat tiga etnis (India Malaysia, Melayu Malaysia, China Malaysia).
Ia mencontohkan, seperti orang melayu saat ditawari destinasi wisata ke Bali, mereka berpikir dua kali untuk datang ke Pulau Dewata karena khawatir tidak menemukan tempat makan yang halal.
"Sehingga kami menginformasikan kepada mereka bahwa Bali ada makanan halalnya, dengan menunjukkan brosur lokasi tempat makan yang halal untuk warga Melayu Malaysia yang datang ke Bali," katanya.
Sedangkan untuk warga China Malaysia, pihaknya juga mempomosikan bahwa ada makanan vegetarian di Bali. "Termasuk juga dari Singapura, kami juga melihat segmen pasar apa yang diminati wisatawan di sana," katanya pula.
Dia mencontohkan kembali, wisatawan Vietnam lebih suka tempat wisata keramaian, sehingga objek wisata Pantai Kuta juga ditawarkan kepada mereka agar datang ke Pulau Bali. "Kalau kita ingin memulihkan pariwisata Bali, perlu juga bermain di pasar terdekat dengan Indonesia dahulu, karena jalur penerbangannya juga dekat," katanya.
Oleh karenanya, Rizki memberikan solusi apabila pasar wisatawan dari negara yang dahulunya dominan banyak datang ke Bali hilang, hendaknya melirik wisatawan dari Asia Tenggara.
Selain itu, promosi wisata Bali di Thailand juga perlu dioptimalkan karena wisatawan di sana juga banyak dari luar negara setempat, sehingga perlu juga dilakukan pendekatan antara maskapai penerbangan yang bisa langsung ke Bali. "Ini yang harus didekatkan oleh pelaku industri pariwisata yang ada di Bali untuk menggaet wisatawan dari negara itu," katanya lagi.
Ia mengakui, bahwa wisatawan dari Asia Tenggara ini tidak terlalu lama menginap di Bali, hanya sekitar tiga hingga empat hari, namun wisatawan asal Asia Tenggara ini untuk transaksi belanja (spending money) juga menjanjikan.
Terkait industri pariwisata di Bali yang menurun akibat terdampak erupsi Gunung Agung, Kemenpar menyiapkan anggaran Rp100 miliar untuk tahun 2018.
"Dana pemerintah ini bisa dikeluarkan harus ada program yang dilakukan, seperti program yang sudah biasa dilakukan diselipkan promosi wisata Bali atau ada program baru. Jadi yang mengetahui program apa yang akan dilakukan harus dimulai dari Badan Promosi Pariwisata Daerah Bali," katanya.
Menurut dia, program ini sangat bagus dan perlu dirumuskan bersama apa yang ingin ditawarkan untuk wisata di Bali. "Seperti instruksi Presiden Joko Widodo, kalau tidak ada program maka tidak ada bantuan pendanaannya. Hal ini untuk mengefisiensikan APBN," ujarnya.
"Kami melihat potensi wisatawan asal Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Brunei, dan Vietnam sangat potensial, sehingga selama 1,5 tahun kami gencar melakukan promosi wisata ke negara itu," kata Asdep Pengembangan Pasar Asia Tenggara dari Kemenpar Rizki Handayani Mustafa, di Mangupura, Kamis.
Upaya promosi ini dilakukan, menurutnya, karena di Malaysia banyak warga setempat yang tidak mengetahui Indonesia, sehingga perlu memilah kembali segmen pasar yang menjadi target promosi sebab di negara tersebut terdapat tiga etnis (India Malaysia, Melayu Malaysia, China Malaysia).
Ia mencontohkan, seperti orang melayu saat ditawari destinasi wisata ke Bali, mereka berpikir dua kali untuk datang ke Pulau Dewata karena khawatir tidak menemukan tempat makan yang halal.
"Sehingga kami menginformasikan kepada mereka bahwa Bali ada makanan halalnya, dengan menunjukkan brosur lokasi tempat makan yang halal untuk warga Melayu Malaysia yang datang ke Bali," katanya.
Sedangkan untuk warga China Malaysia, pihaknya juga mempomosikan bahwa ada makanan vegetarian di Bali. "Termasuk juga dari Singapura, kami juga melihat segmen pasar apa yang diminati wisatawan di sana," katanya pula.
Dia mencontohkan kembali, wisatawan Vietnam lebih suka tempat wisata keramaian, sehingga objek wisata Pantai Kuta juga ditawarkan kepada mereka agar datang ke Pulau Bali. "Kalau kita ingin memulihkan pariwisata Bali, perlu juga bermain di pasar terdekat dengan Indonesia dahulu, karena jalur penerbangannya juga dekat," katanya.
Oleh karenanya, Rizki memberikan solusi apabila pasar wisatawan dari negara yang dahulunya dominan banyak datang ke Bali hilang, hendaknya melirik wisatawan dari Asia Tenggara.
Selain itu, promosi wisata Bali di Thailand juga perlu dioptimalkan karena wisatawan di sana juga banyak dari luar negara setempat, sehingga perlu juga dilakukan pendekatan antara maskapai penerbangan yang bisa langsung ke Bali. "Ini yang harus didekatkan oleh pelaku industri pariwisata yang ada di Bali untuk menggaet wisatawan dari negara itu," katanya lagi.
Ia mengakui, bahwa wisatawan dari Asia Tenggara ini tidak terlalu lama menginap di Bali, hanya sekitar tiga hingga empat hari, namun wisatawan asal Asia Tenggara ini untuk transaksi belanja (spending money) juga menjanjikan.
Terkait industri pariwisata di Bali yang menurun akibat terdampak erupsi Gunung Agung, Kemenpar menyiapkan anggaran Rp100 miliar untuk tahun 2018.
"Dana pemerintah ini bisa dikeluarkan harus ada program yang dilakukan, seperti program yang sudah biasa dilakukan diselipkan promosi wisata Bali atau ada program baru. Jadi yang mengetahui program apa yang akan dilakukan harus dimulai dari Badan Promosi Pariwisata Daerah Bali," katanya.
Menurut dia, program ini sangat bagus dan perlu dirumuskan bersama apa yang ingin ditawarkan untuk wisata di Bali. "Seperti instruksi Presiden Joko Widodo, kalau tidak ada program maka tidak ada bantuan pendanaannya. Hal ini untuk mengefisiensikan APBN," ujarnya.
Pewarta: I Made Surya & Ni Luh Rhismawati
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017
Tags: