Sumba (ANTARA News) - Laut bisa menjadi obyek wisata yang banyak digemari, namun wisatawan yang tidak pandai berenang akan "takut-takut mau" jika bermain ke pantai apalagi untuk berenang.
Kekhawatiran seperti itu bisa ditanggalkan jika berwisata ke Danau Waikuri, sebuah laguna yang tersembunyi di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa tenggara Timur (NTT).
Danau ini terbentuk dari cekungan berdinding batu karang yang senantiasa terisi air dari laut lepas pada saat air pasang dan airnya terjebak ketika surut menjadi laguna sebening kaca yang memantulkan warna biru kehijau-hijauan.
Di sela-sela batu karang yang menjadi pagar alami danau tumbuh beberapa pohon yang seakan menyembunyikan keindahan danau dari kejauhan.
Pada bagian dangkal dasar danau berupa pasir putih yang bersih tampak dengan jelas sedangkan di cekungan-cekungan dengan kedalaman bervariasi antara setengah meter hingga diperkirakan sekitar empat meter air bernuansa biru muda, hijau toska hingga biru gelap, memantulkan awan-awan putih yang berarak di atasnya.
Hingga pertengahan 2015, untuk memasuki danau pengunjung harus berhati-hati menapaki batu karang yang tajam, tetapi sebaliknya di dasar danau kaki-kaki bisa merasakan pasir putih yang lembut dengan air sejuk segar, sehingga orang dapat berenang dengan aman. Sesekali ikan-ikan kecil tampak berenang di antara pengunjung.
Sekarang pemerintah daerah setempat sudah menyediakan jalan setapak dan anak tangga bersemen dari bibir danau hingga menyentuh air, sehingga wisatawan bisa turun ke danau tanpa harus menanggung risiko tergores batu karang.
"Senangnya bisa mengapung di atas air sambil melihat awan," kata Feo seorang remaja putri yang berwisata ke Waikuri.
"Tidak ada ombak besar seperti di pantai dan tidak ada batu karang di dasar laut, jadi aman mandi-mandi di sini," tambahnya.
Mengapung di permukaan air sepertinya menjadi kegiatan yang disukai dan para wisatawan dengan senang hati mengajarkan cara mengapung kepada wisatawan lain yang belum bisa. Semacam kursus kilat mengapung di danau air asin.
Dan tentu saja, pada masa kini, para wisatawan saling tolong menolong untuk memotret atau yang selfie, wefie, malahan ada yang membawa kamera bawah air untuk mengabadikan pesiar mereka.
Pada hari-hari libur seperti hari Sabtu, Minggu dan hari-hari besar jumlah wisatawan sangat banyak sehingga danau terlihat penuh sesak, tetapi pada hari biasa jumlah pengunjung bisa dihitung dengan jari.
Pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya menata obyek wisata yang menjadi andalan wilayah tersebut antara lain dengan menyediakan tangga bersemen dari bibir danau, malahan di tebing yang melingkari danau juga dibangunkan jalur pejalan kaki dengan lantai semen, sehingga pengunjung bisa berjalan ke puncak tebing pembatas laut lepas dan laguna.
Pemandangan dari tebing menyuguhkan panorama laut lepas yang berada di antara pulau Sumba dan Flores tepat di atasnya serta di bagian timur hingga ke selatan terpampang luas Samudra Hindia, sedangkan danau Waikuri di sisi dalam.
Beberapa orang menyambut gembira fasilitas bangunan jalan setapak tersebut, sebaliknya ada pula wisatawan yang kecewa karena menganggap pembangunan tersebut justru merusak keaslian alam yang cantik itu. Apalagi anjungan bersemen dengan pipa-pipa besi yang ditanam di danau sebagai papan loncat.
"Ini bukan kolam renang, jadi sebaiknya biarkan saja orang meloncat dari atas tebing, lebih alami," kata Iwan, wisatawan lain.
Fasilitas lain yang dibangun adalah jalan setapak dari tempat parkir menuju tepi danau, MCKdan sebuah panggung kecil.
Ramai pedagang
Kunjungan wisatawan yang semakin banyak juga diikuti dengan penduduk lokal yang berjualan makanan dan minuman seperti es kelapa muda, kopi, mi instan dan aneka makanan ringan juga pedagang kain tenun dan cendera mata khas Sumba.
Tiga tahun sebelum ini tidak seorang pun pedagang yang berjualan di tempat tersebut.
Kehadiran mereka menguntungkan pengunjung sehingga tidak perlu repot-repot membawa air minum atau makanan ringan, tetapi tanpa pengelolaan yang baik, sampah-sampah bekas bungkus makanan mulai terserak di sekitar danau, beberapa sampah plastik terlihat mengapung di danau.
"Dulu di sini ada terumbu karang, tetapi sekarang hilang," ujar seorang pengunjung yang kecewa atas ulah wisatawan yang berdampak buruk bagi obyek wisata alam tersebut.
Pedagang kain dan cenderamata terlihat giat membuntuti pengunjung untuk menawarkan dagangan meskipun wisatawan terlihat tidak berminat membeli.
Kain-kain tenun warna warni ditawarkan dari harga Rp100.000,- selembar hingga jutaan rupiah tergantung pada jenis selendang, sarung atau tingkat kerumitan membuatnya.
"Oh ini lebih murah dari pada di tempat lain, bolehlah untuk oleh-oleh!" celetuk seorang wisatawan dari Jakarta yang siang itu memborong tiga lembar kain tenun.
Maka berwisata ke Danau Waikuri yang kadang dilafalkan sebagai Weekuri ini juga bisa sekaligus untuk mencari suvenir gelang, liontin berbentuk mamuli atau lambang kesuburan terbuat dari tanduk kerbau atau pun kuningan, manik-manik anahida, perhiasan kulit penyu (khea) dan lain kain-kain tenun dan tenun ikat.
Waktu wisata yang paling baik adalah pagi hari sebelum pukul 11.00 atau sekitar pukul tiga sore hingga pukul lima (sebelum petang) karena tepat tengah hari matahari akan terasa sangat terik.
Sore hari juga lebih indah untuk memotret karena sinar matahari sudah lebih teduh dan menjelang senja akan memantulkan warna keemasan. Pengunjung yang ingin berenang lebih bebas sebaiknya menghindari hari libur saat danau sepi dari pengunjung lain.
Tak ada angkutan umum
Danau Waikuri yang semakin terkenal ini masih tergolong sulit dicapai meskipun jaraknya hanya sekitar 60km dari Tambolaka, ibukota Kabupaten Sumba Barat Daya, karena tidak ada kendaraan umum untuk menuju tempat tersebut.
Pengunjung harus membawa mobil pribadi atau menyewa mobil dengan tarip antara Rp600.000,- hingga Rp700.000,- sedangkan sepeda motor dengan tarip sewa sekitar Rp150.000,-.
Dari Tambolaka perjalanan mengarah ke daerah Kodi tepatnya di desa Kalena Rongo di kecamatan Kodi Utara, dengan melintasi jalan beraspal yang mulus, tetapi dari Kodi berlajut dengan jalan tanah dengan pengerasan, melewati ladang-ladang penduduk dan semak belukar di kiri kanan jalan.
Sayangnya, tidak ada papan petunjuk arah menuju Waikuri, sehingga pengunjung harus sering bertanya pada penduduk khususnya ketika menemukan jalan bercabang.
Warga lokal juga menyarankan agar wisatawan pergi dalam rombongan setidaknya dua-tiga orang (khususnya bagi pengendara motor) dan menghindari perjalanan pada petang hari demi keamanan.
Warga lokal biasanya berwisata beramai-ramai menumpang truk atau kendaraan bak terbuka sehingga memuat lebih banyak penumpang.
Sekali mencapai Waikuri, serasa menemukan "oase" cantik di tengah batu karang dan pepohonan, airnya yang biru memberi kesejukan apalagi apabila perjalanan dilakukan pada musim kering dan di sepanjang jalan ladang-ladang penduduk terlihat kering kerontang, maka air danau yang biru jernih akan memberikan kejutan dengan keindahan yang tiada tara.
Konon Waikuri juga disebut sebagai tempat persembunyian pahlawan Sumba yang bernama Wonakaka ketika dikejar tentara Belanda, ada pula yang mengatakan bahwa di danau itu pernah ada kampung yang hilang, tetapi belum ada fakta yang mendukung cerita-cerita tersebut.
Sesuatu yang pasti adalah bahwa Danau Waikuri merupakan laguna cantik yang tersembunyi di Sumba Barat Daya dan kini kemolekannya mulai dibicarakan para pelancong.
Kekhawatiran seperti itu bisa ditanggalkan jika berwisata ke Danau Waikuri, sebuah laguna yang tersembunyi di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa tenggara Timur (NTT).
Danau ini terbentuk dari cekungan berdinding batu karang yang senantiasa terisi air dari laut lepas pada saat air pasang dan airnya terjebak ketika surut menjadi laguna sebening kaca yang memantulkan warna biru kehijau-hijauan.
Di sela-sela batu karang yang menjadi pagar alami danau tumbuh beberapa pohon yang seakan menyembunyikan keindahan danau dari kejauhan.
Pada bagian dangkal dasar danau berupa pasir putih yang bersih tampak dengan jelas sedangkan di cekungan-cekungan dengan kedalaman bervariasi antara setengah meter hingga diperkirakan sekitar empat meter air bernuansa biru muda, hijau toska hingga biru gelap, memantulkan awan-awan putih yang berarak di atasnya.
Hingga pertengahan 2015, untuk memasuki danau pengunjung harus berhati-hati menapaki batu karang yang tajam, tetapi sebaliknya di dasar danau kaki-kaki bisa merasakan pasir putih yang lembut dengan air sejuk segar, sehingga orang dapat berenang dengan aman. Sesekali ikan-ikan kecil tampak berenang di antara pengunjung.
Sekarang pemerintah daerah setempat sudah menyediakan jalan setapak dan anak tangga bersemen dari bibir danau hingga menyentuh air, sehingga wisatawan bisa turun ke danau tanpa harus menanggung risiko tergores batu karang.
"Senangnya bisa mengapung di atas air sambil melihat awan," kata Feo seorang remaja putri yang berwisata ke Waikuri.
"Tidak ada ombak besar seperti di pantai dan tidak ada batu karang di dasar laut, jadi aman mandi-mandi di sini," tambahnya.
Mengapung di permukaan air sepertinya menjadi kegiatan yang disukai dan para wisatawan dengan senang hati mengajarkan cara mengapung kepada wisatawan lain yang belum bisa. Semacam kursus kilat mengapung di danau air asin.
Dan tentu saja, pada masa kini, para wisatawan saling tolong menolong untuk memotret atau yang selfie, wefie, malahan ada yang membawa kamera bawah air untuk mengabadikan pesiar mereka.
Pada hari-hari libur seperti hari Sabtu, Minggu dan hari-hari besar jumlah wisatawan sangat banyak sehingga danau terlihat penuh sesak, tetapi pada hari biasa jumlah pengunjung bisa dihitung dengan jari.
Pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya menata obyek wisata yang menjadi andalan wilayah tersebut antara lain dengan menyediakan tangga bersemen dari bibir danau, malahan di tebing yang melingkari danau juga dibangunkan jalur pejalan kaki dengan lantai semen, sehingga pengunjung bisa berjalan ke puncak tebing pembatas laut lepas dan laguna.
Pemandangan dari tebing menyuguhkan panorama laut lepas yang berada di antara pulau Sumba dan Flores tepat di atasnya serta di bagian timur hingga ke selatan terpampang luas Samudra Hindia, sedangkan danau Waikuri di sisi dalam.
Beberapa orang menyambut gembira fasilitas bangunan jalan setapak tersebut, sebaliknya ada pula wisatawan yang kecewa karena menganggap pembangunan tersebut justru merusak keaslian alam yang cantik itu. Apalagi anjungan bersemen dengan pipa-pipa besi yang ditanam di danau sebagai papan loncat.
"Ini bukan kolam renang, jadi sebaiknya biarkan saja orang meloncat dari atas tebing, lebih alami," kata Iwan, wisatawan lain.
Fasilitas lain yang dibangun adalah jalan setapak dari tempat parkir menuju tepi danau, MCKdan sebuah panggung kecil.
Ramai pedagang
Kunjungan wisatawan yang semakin banyak juga diikuti dengan penduduk lokal yang berjualan makanan dan minuman seperti es kelapa muda, kopi, mi instan dan aneka makanan ringan juga pedagang kain tenun dan cendera mata khas Sumba.
Tiga tahun sebelum ini tidak seorang pun pedagang yang berjualan di tempat tersebut.
Kehadiran mereka menguntungkan pengunjung sehingga tidak perlu repot-repot membawa air minum atau makanan ringan, tetapi tanpa pengelolaan yang baik, sampah-sampah bekas bungkus makanan mulai terserak di sekitar danau, beberapa sampah plastik terlihat mengapung di danau.
"Dulu di sini ada terumbu karang, tetapi sekarang hilang," ujar seorang pengunjung yang kecewa atas ulah wisatawan yang berdampak buruk bagi obyek wisata alam tersebut.
Pedagang kain dan cenderamata terlihat giat membuntuti pengunjung untuk menawarkan dagangan meskipun wisatawan terlihat tidak berminat membeli.
Kain-kain tenun warna warni ditawarkan dari harga Rp100.000,- selembar hingga jutaan rupiah tergantung pada jenis selendang, sarung atau tingkat kerumitan membuatnya.
"Oh ini lebih murah dari pada di tempat lain, bolehlah untuk oleh-oleh!" celetuk seorang wisatawan dari Jakarta yang siang itu memborong tiga lembar kain tenun.
Maka berwisata ke Danau Waikuri yang kadang dilafalkan sebagai Weekuri ini juga bisa sekaligus untuk mencari suvenir gelang, liontin berbentuk mamuli atau lambang kesuburan terbuat dari tanduk kerbau atau pun kuningan, manik-manik anahida, perhiasan kulit penyu (khea) dan lain kain-kain tenun dan tenun ikat.
Waktu wisata yang paling baik adalah pagi hari sebelum pukul 11.00 atau sekitar pukul tiga sore hingga pukul lima (sebelum petang) karena tepat tengah hari matahari akan terasa sangat terik.
Sore hari juga lebih indah untuk memotret karena sinar matahari sudah lebih teduh dan menjelang senja akan memantulkan warna keemasan. Pengunjung yang ingin berenang lebih bebas sebaiknya menghindari hari libur saat danau sepi dari pengunjung lain.
Tak ada angkutan umum
Danau Waikuri yang semakin terkenal ini masih tergolong sulit dicapai meskipun jaraknya hanya sekitar 60km dari Tambolaka, ibukota Kabupaten Sumba Barat Daya, karena tidak ada kendaraan umum untuk menuju tempat tersebut.
Pengunjung harus membawa mobil pribadi atau menyewa mobil dengan tarip antara Rp600.000,- hingga Rp700.000,- sedangkan sepeda motor dengan tarip sewa sekitar Rp150.000,-.
Dari Tambolaka perjalanan mengarah ke daerah Kodi tepatnya di desa Kalena Rongo di kecamatan Kodi Utara, dengan melintasi jalan beraspal yang mulus, tetapi dari Kodi berlajut dengan jalan tanah dengan pengerasan, melewati ladang-ladang penduduk dan semak belukar di kiri kanan jalan.
Sayangnya, tidak ada papan petunjuk arah menuju Waikuri, sehingga pengunjung harus sering bertanya pada penduduk khususnya ketika menemukan jalan bercabang.
Warga lokal juga menyarankan agar wisatawan pergi dalam rombongan setidaknya dua-tiga orang (khususnya bagi pengendara motor) dan menghindari perjalanan pada petang hari demi keamanan.
Warga lokal biasanya berwisata beramai-ramai menumpang truk atau kendaraan bak terbuka sehingga memuat lebih banyak penumpang.
Sekali mencapai Waikuri, serasa menemukan "oase" cantik di tengah batu karang dan pepohonan, airnya yang biru memberi kesejukan apalagi apabila perjalanan dilakukan pada musim kering dan di sepanjang jalan ladang-ladang penduduk terlihat kering kerontang, maka air danau yang biru jernih akan memberikan kejutan dengan keindahan yang tiada tara.
Konon Waikuri juga disebut sebagai tempat persembunyian pahlawan Sumba yang bernama Wonakaka ketika dikejar tentara Belanda, ada pula yang mengatakan bahwa di danau itu pernah ada kampung yang hilang, tetapi belum ada fakta yang mendukung cerita-cerita tersebut.
Sesuatu yang pasti adalah bahwa Danau Waikuri merupakan laguna cantik yang tersembunyi di Sumba Barat Daya dan kini kemolekannya mulai dibicarakan para pelancong.