Denpasar (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo menyetujui pencabutan status tanggap darurat bencana Gunung Agung, Kabupaten Karangasem, Bali, yang juga telah diputuskan dalam rapat terbatas membahas sektor pariwisata bersama sejumlah Menteri Kabinet Kerja, di Denpasar, Jumat malam.

"Tetapi pengungsi agar tetap ditangani dengan baik. Demikian juga proses kalau memang Gunung Agung dilihat akan erupsi, step-step manajemen evakuasi, keselamatan tetap yang utama," kata Presiden usai memimpin rapat terbatas tersebut di Wisma Diklat Kementerian PUPR Werdhapura, Sanur, Denpasar, itu.

Selain itu, Presiden juga meminta agar Menteri Pariwisata dan menteri terkait lainnya untuk mengajak pelaku pariwisata, baik PHRI, Asita, maupun maskapai penerbangan untuk memberikan informasi dan lebih mempromosikan wisata Indonesia, khususnya Bali.

"Dengan begitu, target wisatawan yang berkunjung, sesuai dengan yang sudah kita kalkulasi," ucap Kepala Negara yang juga didampingi Wapres Jusuf Kalla itu.

Orang nomor satu di Indonesia itupun mengharapkan agar Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pariwisata untuk terus memberikan informasi yang lengkap kepada para duta besar negara-negara sahabat agar warganya banyak berwisata ke Indonesia, khususnya ke Bali.

Sementara itu, Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengatakan logistik untuk para pengungsi tetap akan dikeluarkan, walaupun status tanggap daruratnya dicabut.

"Karena memang sesungguhnya istilah tanggap darurat itu tidak menyatakan bahwa Bali dalam keadaan darurat. Jadi sering saya katakan tanggap darurat itu untuk pengungsi, kaitannya dengan logistik, bukan seluruh Bali itu dalam keadaan tanggap darurat," ujarnya.

Untuk memenuhi kebutuhan logistik pengungsi, lanjut Pastika, terlebih dahulu akan menggunakan cadangan beras milik Pemprov Bali sebanyak 200 ton dan milik Pemerintah Kabupaten Karangasem sebanyak 100 ton, dan jika kurang bisa meminta ke Kementerian Sosial.

"Selama ini kesannya kemana-mana, seolah-olah seluruh Bali darurat, akibatnya negara-negara lain mengeluarkan travel ban, travel warning, travel advisory, padahal yang tanggap darurat itu terkait urusan pengungsi dan logistik," ujar Pastika.