Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perindustrian Fahmi Idris optimistis bahwa harga minyak goreng akan turun mencapai Rp6.800-Rp6.500 dalam dua bulan ke depan, sebagaimana telah ditargetkan oleh pemerintah dalam upayanya menstabilkan harga komodits itu. "Diperkirakan dalam 2-3 bulan--apalagi harga CPO (minyak sawit mentah) dunia cenderung turun--bisa mencapai harga sekitar itu (Rp6.500-6.800 per kg)," katanya di Jakarta, Kamis, menanggapi harga melambungnya harga eceran minyak goreng belakangan ini. Ia mengatakan sejumlah koleganya di kalangan menteri Kabinet Indonesia Bersatu memperkirakan harga minyak goreng maksimum dengan penerapan kenaikan Pungutan Ekspor (PE) CPO dan turunannnya pada 15 Juni 2007 lalu akan mencapai Rp7.000 per kg. Namun ia optimis penurunan harga minyak goreng bisa mencapai tingkat yang ditargetkan pemerintah sebesar Rp6.500-6.800 per kg dalam 2-3 bulan ke depan, terutama menjelang Bulan Puasa dan Lebaran. Menanggapi penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng, ia mengatakan HET akan diterapkan bila Program Stabilisasi Harga (PSH) dan Operasi Pasar (OP) minyak goreng masih diberlakukan. "Sekarang dengan penerapan (kenaikan) PE, kita tidak lagi menentukan 'ceiling price' (batas atas)," katanya. Sedangkan mengenai penerapan Kewajiban Pasok Dalam Negeri (DMO/Domestic Market Obligation), Fahmi mengatakan skema itu masih alternatif bila formula kenaikan PE tidak memenuhi target penurunan harga minyak goreng di dalam negeri. Bahkan ia setuju dengan permintaan para pengusaha, bila DMO dikenakan harus dengan ketentuan berupa Peraturan Presiden agar memiliki dasar hukum yang kuat, mengingat sejumlah perusahaan CPO merupakan perusahaan terbuka yang harus bertanggung jawab kepada publik pemegang sahamnya. "Pasti, dan ini tidak ada soal karena instrumen itu bisa tinggal pilih. Yang mau dirumuskan ini adalah DMO dalam pengertian yang utuh. Kalau DMO saja ini mengandung arti kuota. Tapi kalau DMO plus ini tidak," katanya. DMO plus, lanjutnya, akan meliputi seluruhnya, kuotanya, harganya, juga ketentuan-ketentuannya yang bersifat sanksi manakala beberapa perusahaan yang dikenakan kewajiban mengalokasikan CPO tidak dapat melaksanakan, akan kena sanksi. Fahmi mengatakan pada dasarnya, pihaknya tidak ingin menggunakan regulasi tapi imbauan kepada pengusaha. Namun karena imbauan cenderung diabaikan, maka regulasi dengan sanksi yang tegas tengah dirumuskan. "Himbauan tidak mempan. Apa boleh buat jadi kita kenakan regulasi," katanya. Saat ini, lanjut dia, ketentuan lanjutan mengantisipasi ketidakefektifan kenaikan PE tengah disiapkan. "Sedang diproses dan belum final dan masih dilanjutkan," katanya lagi.(*)