Bengkulu jadi percontohan pembangunan koridor gajah sumatera
22 Desember 2017 11:24 WIB
Pawang gajah (mahout) di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu melatih mandi anak gajah yang diberi nama bona yang ditemukan terpisah dari induknya saat berusia enam bulan, Senin (7/5). Anak gajah itu dibantu ibu angkatnya yang bernama aswita untuk mencoba beradaptasi dengan lingkungan. (FOTO ANTARA/Helti Rini Sipayung)
Bengkulu (ANTARA News) - Pembangunan koridor gajah Sumatera (Elephas maximus Sumatranus) yang diinisiasi Forum Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial Koridor Gajah di Bentang Alam Kerinci-Seblat akan menjadi percontohan pembentukan dan pengelolaan koridor gajah di Pulau Sumatera.
"Pembangunan dan pengelolaan koridor Bengkulu ini akan menjadi percontohan karena belum ada pembangunan koridor gajah di Indonesia," kata Kasubdit Koridor dan Areal Bernilai Konservasi Tinggi (ABKT) Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Mirawati Soedjono di Bengkulu, Jumat.
Ia mengatakan hal itu saat lokakarya penyusunan draf rencana aksi Forum Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Sumatera pada Lansekap Kerinci-Seblat yang diikuti anggota forum yang terdiri dari BKSDA Bengkulu-Lampung, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, akademisi, pakar satwa liar, masyarakat dan organisasi lingkungan.
Mirawati mengatakan, pembentukan koridor gajah yang ditetapkan dalam bentuk Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) menjadi salah satu upaya mengatasi ancaman kepunahan gajah sumatera yang saat ini berstatus kritis.
Khusus di Bengkulu kata dia, kondisi habitat yang terfragmentasi akibat pembukaan hutan untuk berbagai kepentingan dikhawatirkan mempercepat kepunahan gajah.
Pembentukan koridor gajah menurut dia sangat penting mengingat hampir 80 persen wilayah jelajah gajah berada di luar kawasan konservasi.
Koridor yang dibangun berfungsi menghubungkan antarwilayah yang terfragmentasi sehingga antarkelompok gajah dapat terhubung atau bertemu, katanya.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung, Abu Bakar mengatakan usulan koridor gajah tersebut muncul dari kondisi lapangan di mana habitat gajah sudah terkotak-kotak akibat pembukaan lahan secara liar.
Saat ini kata Abu, populasi gajah sumatera yang hidup liar di wilayah Bengkulu diperkirakan tersisa 70 ekor dengan kondisi hidup terpisah akibat fragmentasi hutan.
Sementara akademisi Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Bengkulu, Rizwar mengatakan alih fungsi kawasan hutan untuk berbagai kepentingan menjadi pemicu utama penyusutan populasi gajah di Bengkulu.
Hasil survei populasi pada 2002 yang dilakukan Rizwar menemukan 198 ekor gajah yang hidup di habitat yang terpisah.
"Pembentukan koridor ini sangat penting untuk menghubungkan habitat yang terkotak-kotak karena pembukaan hutan," katanya.
"Pembangunan dan pengelolaan koridor Bengkulu ini akan menjadi percontohan karena belum ada pembangunan koridor gajah di Indonesia," kata Kasubdit Koridor dan Areal Bernilai Konservasi Tinggi (ABKT) Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Mirawati Soedjono di Bengkulu, Jumat.
Ia mengatakan hal itu saat lokakarya penyusunan draf rencana aksi Forum Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Sumatera pada Lansekap Kerinci-Seblat yang diikuti anggota forum yang terdiri dari BKSDA Bengkulu-Lampung, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, akademisi, pakar satwa liar, masyarakat dan organisasi lingkungan.
Mirawati mengatakan, pembentukan koridor gajah yang ditetapkan dalam bentuk Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) menjadi salah satu upaya mengatasi ancaman kepunahan gajah sumatera yang saat ini berstatus kritis.
Khusus di Bengkulu kata dia, kondisi habitat yang terfragmentasi akibat pembukaan hutan untuk berbagai kepentingan dikhawatirkan mempercepat kepunahan gajah.
Pembentukan koridor gajah menurut dia sangat penting mengingat hampir 80 persen wilayah jelajah gajah berada di luar kawasan konservasi.
Koridor yang dibangun berfungsi menghubungkan antarwilayah yang terfragmentasi sehingga antarkelompok gajah dapat terhubung atau bertemu, katanya.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung, Abu Bakar mengatakan usulan koridor gajah tersebut muncul dari kondisi lapangan di mana habitat gajah sudah terkotak-kotak akibat pembukaan lahan secara liar.
Saat ini kata Abu, populasi gajah sumatera yang hidup liar di wilayah Bengkulu diperkirakan tersisa 70 ekor dengan kondisi hidup terpisah akibat fragmentasi hutan.
Sementara akademisi Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Bengkulu, Rizwar mengatakan alih fungsi kawasan hutan untuk berbagai kepentingan menjadi pemicu utama penyusutan populasi gajah di Bengkulu.
Hasil survei populasi pada 2002 yang dilakukan Rizwar menemukan 198 ekor gajah yang hidup di habitat yang terpisah.
"Pembentukan koridor ini sangat penting untuk menghubungkan habitat yang terkotak-kotak karena pembukaan hutan," katanya.
Pewarta: Helti Marini Sipayung
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017
Tags: