Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik proses pembahasan RAPBD Kota Mojokerto Tahun Anggaran 2016 dan 2017 dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap terkait pengalihan anggaran pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mojokerto, Jatim, Tahun 2017.

KPK pun pada Senin (18/12) memeriksa dua anggota DPRD Kota Mojokerto sebagai saksi untuk mengkonfirmasi hal tersebut.

Dua saksi itu masing-masing Sonny Basoeki Rahardjo dari Fraksi Partai Golongan Karya dan Junaedi Malik dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.

"Saksi diperiksa untuk menelisik proses pembahasan RAPBD Kota Mojokerto Tahun Anggaran 2016 dan 2017," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin.

Adapun dua anggota DPRD Kota Mojokerto itu diperiksa untuk tersangka Mas`ud Yunus yang merupakan Wali Kota Mojokerto.

"Penyidik juga mendalami pertemuan-pertemuan sejumlah pihak dalam proses pembahasan tersebut, termasuk pihak pejabat Pemkot dan DPRD," ungkap Febri.

Mas`ud Yunus diduga bersama-sama dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mojokerto Wiwiet Febryanto diduga memberikan hadiah atau janji kepada pimpinan DPRD Kota Mojokerto.

Mas`ud Yunus sebagai pihak yang diduga memberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus tersebut, yaitu sebagai pihak penerima Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo serta dua Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto masing-masing Umar Faruq dan Abdullah Fanani.

Sementara sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Mojokerto Wiwiet Febryanto sebagai tersangka.

Febri menyatakan dalam putusan terhadap terdakwa Wiwiet Febryanto yang dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 10 November 2017 terkait dengan pembuktian Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, hakim sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum.

"Bahwa ada perbuatan kerja sama dan niat yg diinsyafi antara Wiwiet Febryanto dan Mas`ud Yunus untuk memenuhi permintaan anggota DPRD Kota Mojokerto," tuturnya.

Sebelumnya, penyidik KPK mengamankan total Rp470 juta dari berbagai pihak terkait kasus tersebut.

Diduga uang senilai Rp300 juta merupakan pembayaran atas total komitmen Rp500 juta dari Kadis Dinas PUPR kepada pimpinan DPRD Kota Mojokerto.

Pembayaran komitmen agar anggota DPRD Kota Mojokerto menyetujui pengalihan anggaran dari anggaran hibah (Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) menjadi anggaran program penataan lingkungan pada Dinas PUPR Kota Mojokerto Tahun 2017 senilai sekitar Rp13 miliar.

Sedangkan uang senilai Rp170 juta, diduga terkait komitmen setoran triwulan yang telah disepakati sebelumnya. Uang tersebut diamankan dari beberapa pihak.

"Dari empat tersangka kasus ini, baru Wiwiet Febryanto yang telah divonis dengan dua tahun pidana penjara, denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan. Vonis sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Saat ini, baik Jaksa Penuntut Umum maupun terdakwa sedang mengajukan banding," ungkap Febri.

Sedangkan, kata Febri, untuk tiga tersangka lainnya, yakni Purnomo, Umar Faruq, dan Abdullah Fanani saat ini sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya.