Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah harus membenahi iklim investasi bidang perminyakan dan gas untuk memulai penemuan dan pengeboran sumur-sumur baru dengan merevisi Undang-undang Migas Nomor 22 Tahun 2001, yang selama ini dianggap sebagai penghambat. Undang-undang yang memberlakukan sejumlah pungutan itu telah menghambat masuknya investor baru sehingga produksi minyak dan gas hanya dihasilkan dari ladang-ladang tua yang produktifitasnya terus menurun, kata pengamat perminyakan, Kurtubi, di Jakarta, Kamis. "Persoalan utama selama tujuh tahun terakhir, tidak ditemukan cadangan gas baru, yang sekarang diproduksi hanyalah lapangan tua," tegasnyaq. Produksi yang hanya dihasilkan dari lapangan tua membuat kebutuhan gas di dalam negeri tidak terpenuhi, demikian juga dengan target ekspor yang telah disepakati sebelumnya. Kurtubi mengatakan saat ini jumlah pengeboran eksplorasi telah menurun drastis. Sejak tahun 1999 mulai menurun menjadi hanya 90 sumur dari sebelumnya 150 sumur pada 1998. Pada tahun 2000 jumlahnya kembali menurun hanya sekitar 80 sumur saja. Di tahun 2001 jumlahnya mencapai 62 sumur, dan jumlah terendah terjadi pada tahun 2003 yang hanya 36 sumur saja. "Tahun 2006 lalu jumlahnya mencapai 60 sumur. Padahal sebelum tahun 1998, jumlah pengeboran untuk eksplorasi baru dapat mencapai 200 sumur," ujar Kurtubi. Menurut dia, pada tahun 1998 saat Rancangan Undang-undang Migas tersebut sedang "digodok" di DPR, para investor asing lebih memilih untuk melakukan "wait and see". Mereka tidak ingin mengambil risiko dengan kebijakan baru mengenai investasi migas yang baru. Dan setelah UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 tersebut disahkan, terdapat pasal-pasal yang dianggap mengganjal oleh para investor. Salah satunya, mengenai masalah pungutan yang harus dipenuhi jika akan melakukan pengeboran sumur-sumur baru. "Padahal aktivitas pengeboran mencari sumur-sumur baru tersebut membutuhkan dana besar. Jika mereka (investor asing) harus membayar pungutan walaupun belum menemukan sumber baru, sudah pasti mereka menjadi enggan," katanya. Kurtubi mengatakan, sumber gas alam di Indonesia sebenarnya masih cukup banyak, karena yang ditemukan sekarang baru setengahnya saja. Oleh karena itu, kata dia, pemerintah harus mau menyempurnakan UU Migas tersebut agar investor mau masuk di Indonesia, karena untuk melakukan eksplorasi membutuhkan dana tidak sedikit dapat mencapai jutaan dolar.(*)