Jakarta (ANTARA News) - Mantan Wakil Menteri Luar Negeri RI Dino Patti Djalal menilai jalannya Pemerintahan Amerika Serikat (AS) tidak lepas dari peran lobi kelompok Yahudi, namun ada perbedaan kepemimpinan masa Presiden Barack Obama dengan Presiden Donald Trump terkait hubungan dengan Israel.

"Kalau Obama, saya lihat selama menjabat ia tidak mau dikuasai oleh Yahudi. Ia sadar bahwa lobi-lobi mereka sangat kuat di pemerintahannya," kata mantan Duta Besar RI untuk AS itu, saat ditemui di sela-sela diskusi politik internasional di Jakarta, Jumat.

Dino mengatakan, lobi Yahudi dalam melancarkan kepentingan mereka melalui kebijakan yang dikeluarkan AS sebagai negara adidaya, namun terdapat perbedaan jelas di antara Obama dengan Trump.

Obama, dinilainya, tidak nyaman dengan kondisi lobi Yahudi tersebut dan tidak ingin pemerintahannya "dimiliki" oleh Israel.

"Makanya, dia sangat mandiri. Jika salah, ya salah. Benar ya benar. Itu lah kenapa Obama tidak populer dalam politik luar negeri Israel," kata mantan diplomat karir Kementerian Luar Negeri RI, yang kini aktif di Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI).

Justru dengan sikap yang tidak ingin dikendalikan Israel itu lah, Dino sangat menghargai Obama, dan seharusnya Pemerintahan AS berjalan seperti itu, yakni memiliki kebijakan yang mandiri tanpa intervensi dari pihak luar.

Akan tetapi sikap Presiden Trump terhadap kepentingan Israel, dinilainya, sangat bertolak belakang dibanding Obama.

"Ada penulis dari New York Times, yang menulis bahwa kebijakan Trump dibuat untuk memuaskan mereka yang berkepentingan, terutama para donor-donor," tuturnya.

Oleh karena itu, ia menambahkan, ada pandangan bahwa Pemerintahan AS di bawah Presiden Trump lebih kepada mendahulukan Israel (Israel First), bukan mendahulukan Amerika (America First) seperti janji kampanyenya menuju tampuk kepresidenan Negeri Paman Sam.