Pemerintah dorong transformasi ekonomi berbasis manufaktur
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memukul gong tanda dibukanya Seminar Nasional Outlook Industri 2018 disaksikan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P. Roeslani serta Sekjen Kemenperin Haris Munandar di Jakarta, 11 Desember 2017. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memukul gong tanda dibukanya Seminar Nasional Outlook Industri 2018 disaksikan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P. Roeslani serta Sekjen Kemenperin Haris Munandar di Jakarta. (ANTARA News/ Biro Humas Kementerian Perindustrian)
Manufaktur dinilai menjadi salah satu sektor unggulan dalam mendorong akselerasi pembangunan dan pemerataan ekonomi nasional.
“Pengembangan industri manufaktur nonmigas diprioritaskan pada sektor yang berbasis sumber daya alam dan menyerap lapangan kerja yang besar seperti industri kimia dasar dan industri logam,” kata Presiden Joko Widodo melalui keterangan resmi diterima di Jakarta, Rabu.
Jokowi menyampaikan hal itu saat menyampaikan keynote speech pada acara Sarasehan Kedua 100 Ekonom Indonesia.
Jokowi memandang, saat ini penting sekali melakukan transformasi ekonomi, yang menggeser ekonomi berbasis konsumsi menjadi berbasis manufaktur. Sehingga lebih produktif dan memberikan efek berganda yang lebih besar.
“Jadi, yang berbasis manufaktur, menjadi kunci. Karena itu, jangan sampai kita terus mengeskpor sumber daya alam mentah kita tanpa pengolahan,” tegasnya.
Presiden juga menyampaikan, kebijakan ekonomi Indonesia harus terus diarahkan untuk pembangunan ekonomi yang lebih inklusif dan berkualitas.
Tujuannya adalah mengurangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan meningkatkan lapangan kerja yang sebanyak-banyaknya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution berpendapat hilirisasi industri merupakan salah satu upaya strategis untuk menahan pesatnya laju pertumbuhan impor yang dapat menyebabkan pelebaran defisit transaksi berjalan (current account deficit).
Hal tersebut diungkapkan saat memberi pidato kunci pada Seminar Nasional Outlook Industri 2018 di Jakarta, kemarin.
“Pertumbuhan ekonomi tinggi, tapi overheated, karena pertumbuhan impor jauh lebih cepat. Bertolak dari pengalaman dahulu, pemerintah saat ini melihat tiga sektor hulu industri yang mesti mulai dikembangkan, agar impor tidak melonjak saat pertumbuhan ekonomi naik,” paparnya.
Darmin menyatakan, pemerintah tengah memfokuskan program hilirisasi pada tiga kelompok industri pengolahan. Tiga sektor tersebut adalah industri besi dan baja, petrokimia, dan kimia dasar.
“Ketiganya itu punya banyak sekali produk turunan yang dibutuhkan berbagai sektor lain,” ujarnya.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menegaskan, potensi dan peluang untuk mengakselerasi pertumbuhan industri perlu dimanfaatkan secara optimal agar Indonesia dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang semakin berkualitas dan berkesinambungan.
“Optimisme dunia usaha dan konsumen dapat menjadi peluang dan kesempatan dalam memacu pertumbuhan industri nasional,” ujarnya.
Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian bersama pemangku kepentingan terkait bersinergi untuk meningkatkan daya saing dan daya tarik investasi di sektor industri.
Antara lain melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif dan kepastian hukum, penggunaan teknologi terkini untuk mendorong peningkatan mutu, efisiensi dan produktivitas, serta pemberian fasilitas berupa insentif fiskal.
Selanjutnya, didukung dengan ketersediaan bahan baku, harga energi yang kompetitif, sumber daya manusia (SDM) kompeten, serta kemudahan akses pasar dan pembiayaan.
“Pertumbuhan konsumsi juga perlu dijaga dan kembali ditingkatkan agar permintaan terhadap produk-produk industri semakin meningkat. Selain itu, stimulus fiskal dari dana desa dan belanja pemerintah terus kita dukung, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” imbuhnya.
Kemenperin telah menargetkan pertumbuhan industri pengolahan non-migas pada tahun 2018 sebesar 5,67 persen.
Capaian ini akan dipacu oleh semua subsektor terutama industri logam dasar, makanan dan minuman, alat angkutan, mesin dan perlengkapan, farmasi, kimia, serta elektronika. Selain itu didukung pula pembangunan kawasan industri di berbagai daerah di Indonesia.
Pada triwulan III tahun 2017, pertumbuhan industri pengolahan non-migas Indonesia mencapai 5,49 persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,06 persen.
Cabang industri yang menopang kinerja manufaktur tersebut, antara lain industri logam dasar yang tumbuh 10,6 persen, diikuti industri makanan dan minuman 9,49 persen, industri mesin dan perlengkapan 6,35 persen, serta industri alat transportasi 5,63 persen.
“Industri masih menjadi kontributor terbesar bagi perekonomian nasional. Pada kuartal tiga tahun ini, menyumbang sebesar 17,76 persen atau tertinggi dibanding sektor lainnya,” ungkap Menteri Airlangga.
Kinerja penyerapan tenaga kerja di sektor Industri pun menunjukkan peningkatan, dari 15,54 juta orang tahun 2016 menjadi 17,01 juta orang pada 2017.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017