Jakarta (ANTARA News) - Ahli hukum pidana dari Universitas Padjadjaran Komariah Emong Sapardjaja menyatakan bahwa penetapan kembali Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP tidak melanggar asas "ne bis in idem".

"Bahwa "ne bis in idem" itu memang tidak boleh tetapi terhadap perkara yang sudah mempunyai putusan yang tetap berarti bahwa perkara itu sudah masuk pokok perkara," kata Komariah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, tempat digelarnya praperadilan Setya Novanto dengan hakim tunggal Kusno.

Agenda hari ini adalah pemeriksaan ahli dari pihak KPK.

Apalagi, kata Komariah, dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2016 telah menyebutkan lingkup praperadilan tidak berbicara mengenai pokok perkara.

"Praperadilan itu sudah disebutkan terutama dalam Perma Nomor 4 2016 tidak berbicara mengenai pokok perkara hanya segi formal saja, jadi tidak ada "ne bis in idem", ungkap Komariah.

"Ne bis in idem" sendiri diatur dalam Pasal 76 ayat (1) KUHP yang menyebutkan "kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap".

"Dalam artian hakim Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai pengadilan-pengadilan tersebut".

Dalam dalil permohonan dan petitum praperadilan, Setya Novanto menyebut penetapan tersangka yang kedua terhadap dirinya oleh KPK telah melanggar asas "ne bis in idem"

Novanto ditetapkan kembali menjadi tersangka kasus korupsi e-KTP Jumat 10 November silam.