Pemerintah tak ingin ekonomi tinggi tapi "overheating"
11 Desember 2017 13:27 WIB
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyampaikan keterangan pencapaian tiga tahun pemerintahan Presiden Jokowi-JK di Gedung Bina Graha, Jakarta, Selasa (17/10/2017). (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah tidak menginginkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tinggi namun terlalu panas alias overheating karena peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak diimbangi dengan kapasitas ekonomi yang mumpuni.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah saat ini belajar dari pengalaman pemerintahan jaman Orde Baru, ketika pertumbuhan ekonomi tinggi namun sering menjadi terlalu panas sehingga pemerintah harus melakukan pemangkasan anggaran untuk proyek-proyek dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang kemudian memengaruhi perkembangan ekonomi domestik itu sendiri.
"Overheating dimulai dengan pertumbuhan ekonomi tinggi yang langsung diikuti dengan pertumbuhan impor yang lebih cepat. Jika impor lebih cepat dari ekspor maka yang terjadi defisit transaksi berjalan. Bertolak dari pengalaman itu, pemerintah mencoba mengindentifikasi apa saja sektor industri hulu yang harus dimulai supaya nanti kita tidak terlalu rentan terhadap kenaikan impor kalau pertumbuhannya naik," kata Darmin.
Darmin menyebutkan ada tiga kelompok besar industri yang perlu terus dikembangkan, yang pertama kelompok industri besi dan baja. Kelompok industri tersebut turunannya dibutuhkan oleh setiap sektor. Kelompok lainnya yaitu kelompok industri petrokimia.
"Kelompok industri ini sebenarnya kita punya kesempatan besar dalam bidang ini, sayangnya tidak dimanfaatkan sama sekali. Itu sampai hiliar ada urusan pipa, plastik, poliester, dan seterusnya. Itu sebabnya pemerintah berjuang keras mendorong supaya investor masuk di proyek di Tuban dan Cilacap," ujar Darmin.
Sedangkan kelompok industri ketiga yang perlu dikembangkan, menurut dia, kelompok industri kimia dasar, yang sebagian produknya berujung untuk kegiatan farmasi.
Pemerintah sebelumnya mengundang pihak asing untuk investasi pada sektor hulu kelompok industri ini melalui revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) dimana asing diperbolehkan 100 persen untuk masuk dalam industri tersebut.
"Pokoknya datang ke sini di hulunya supaya hilirnya lebih murah. Karena hilirnya kita bisa, kita ada BUMN dan swasta yang kembangkan industri farmasi," ujar Darmin.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah saat ini belajar dari pengalaman pemerintahan jaman Orde Baru, ketika pertumbuhan ekonomi tinggi namun sering menjadi terlalu panas sehingga pemerintah harus melakukan pemangkasan anggaran untuk proyek-proyek dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang kemudian memengaruhi perkembangan ekonomi domestik itu sendiri.
"Overheating dimulai dengan pertumbuhan ekonomi tinggi yang langsung diikuti dengan pertumbuhan impor yang lebih cepat. Jika impor lebih cepat dari ekspor maka yang terjadi defisit transaksi berjalan. Bertolak dari pengalaman itu, pemerintah mencoba mengindentifikasi apa saja sektor industri hulu yang harus dimulai supaya nanti kita tidak terlalu rentan terhadap kenaikan impor kalau pertumbuhannya naik," kata Darmin.
Darmin menyebutkan ada tiga kelompok besar industri yang perlu terus dikembangkan, yang pertama kelompok industri besi dan baja. Kelompok industri tersebut turunannya dibutuhkan oleh setiap sektor. Kelompok lainnya yaitu kelompok industri petrokimia.
"Kelompok industri ini sebenarnya kita punya kesempatan besar dalam bidang ini, sayangnya tidak dimanfaatkan sama sekali. Itu sampai hiliar ada urusan pipa, plastik, poliester, dan seterusnya. Itu sebabnya pemerintah berjuang keras mendorong supaya investor masuk di proyek di Tuban dan Cilacap," ujar Darmin.
Sedangkan kelompok industri ketiga yang perlu dikembangkan, menurut dia, kelompok industri kimia dasar, yang sebagian produknya berujung untuk kegiatan farmasi.
Pemerintah sebelumnya mengundang pihak asing untuk investasi pada sektor hulu kelompok industri ini melalui revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) dimana asing diperbolehkan 100 persen untuk masuk dalam industri tersebut.
"Pokoknya datang ke sini di hulunya supaya hilirnya lebih murah. Karena hilirnya kita bisa, kita ada BUMN dan swasta yang kembangkan industri farmasi," ujar Darmin.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017
Tags: