Jakarta (ANTARA News) - Laman berita Australia, abc.net.au, menanyakan pendapat seorang Musim, seorang Kristen dan seorang Yahudi warga kota Yerusalem, tentang deklarasi Presiden Amerika Serikat Donald Trump bahwa Yerusalem ibu kota Israel, serta kesan mereka tentang Yerusalem.
Berikut penuturan ketiga warga Yerusalem berbeda agama itu kepada laman berita asal Australia tersebut.
Omran Dakkak, warga muslim yang berdagang di Pasar Kota Tua, Yerusalem:
Saya sudah berdagang di sini sejak 1969. Ayah saya mengawali usaha ini pada 1942. Yerusalem adalah segalanya bagi saya. Ini hidup saya. Jika saya meninggalkannya satu atau dua minggu saja, saya sudah hilang.
Kota ini penting karena di sinilah agama dan kemanusiaan diawali, dan di sini pula semuanya akan berakhir.
Bagi saya Donald Trump itu tolol, menteri luar negerinya sendiri yang bilang seperti itu. Dia idiot. Dia tak tahu apa-apa soal planet ini. Dia bakal menghancurleburkan dunia ini.
Allah tahu penolakan seperti apa (terhadap pengumuman President Trump itu). Saya tak bisa menduga seperti apa, yang jelas tidak akan baik.
Saya mengkhawatirkan anak-anak dan cucu-cucu saya. Saya mengkhawatirkan masa depan generasi mendatang karena dia tidak mempertimbangkan perasaan satu setengah miliar penduduk muslim di dunia.
Dia pasti bukan manusia berpendidikan. Jika dia membaca sejarah dia pasti tidak akan melakukan hal ini.
Jonathan Abu Ali, 21 tahun, warga kristen Palestina yang bekerja di sebuah restoran di Kota Tua, Yerusalem:
Yerusalem adalah rumah saya. Saya dibesarkan di sini. Saya tumbuh dewasa di sini. Kota ini berarti segalanya untuk saya. Kota ini punya makna spiritual bagi saya. Yesus disalib di sini dan kota ini menjadi rumah untuk banyak warga Kristen.
Saya kira orang itu (Donald Trump) hanya bisa komat kamit? Tanah ini milik kami, baik Kristen, Yahudi maupun Muslim. Saya kira orang dari dunia luar tak boleh mencampuri urusan kami.
Kami sudah hidup berdampingan di sini selama berabad-abad sebagai saudara dan Pemerintah menciptakan masalah. Masalah sudah terlanjur muncul. Saya kira ini akan mengantarkan kepada lebih banyak lagi kekerasan, di seluruh penjuru negeri.
Pernyataan Trump ini bisa memicu lebih banyak lagi kekerasan karena semua orang menginginkan bagian tanah ini, semua orang memikirkan miliknya, baik itu Kristen, Islam, maupun Yahudi.
Amus Duitch, 61 tahun, bekerja untuk industri film di Yerusalem:
Saya lahir di Yerusalem. Saya sudah tinggal di sini selama 60 tahun. Bagi saya, kota ini adalah rumah saya. Saya cinta Yerusalem. Kota ini laksana istri kedua saya.
Saya percaya pada Donald Trump, karena dia telah berbuat sesuatu untuk Israel. Bukan hanya untuk Israel tetapi juga demi perdamaian seluruh dunia.
Tak ada seorang pun dari perdana menteri sebelumnya yang telah mencapai apa yang sudah dicapai Benjamin Netanyahu. Dia berhasil menekan Donald Trump. Bukan (Yitzak) Rabin, bukan Golda (Meir), bahkan bukan pula David Ben-Gurion yang perdana menteri pertama Israel itu, tak ada yang yang bisa melakukan apa yang telah dilakukan BiBi (Benjamin Netanyahu) dan Donald Trump.
Tidak, saya tidak mengkhawatirkan kekerasan. Kami sudah biasa mengadapinya sepanjang masa, selama era (bekas Presiden AS Richard) Nixon, bahkan sejak Perang Enam Hari, sejak kami membebaskan Yerusalem, sudah seperti sekarang.
Bahkan sebelum Donald Trump kami sudah menghadapi intifada. Intifada pertama, intifada kedua. Jika mereka menginginkan intifada keempat, silakan saja mereka melakukannya. Rakyat Israel itu sangat kuat. Kami tak takut.
Tanggapan Muslim, Kristen dan Yahudi Yerusalem terhadap deklarasi Trump
10 Desember 2017 07:20 WIB
Seorang pengunjungn berjalan menuju Kubah Shakhrah saat memasuki wilayah yang dikenal dengan Al Haram Asy Syarif bagi umat Islam dan Baitul Maqdis bagi umat Yahudi di Kota Tua Yerusalem, Minggu (19/10). (REUTERS/Ammar Awad)
Pewarta: -
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017
Tags: