YLKI : kelangkaan gas elpiji karena perbedaan harga
9 Desember 2017 22:18 WIB
Dokumentasi--Warga antre membeli gas elpiji 3 kilogram pada Operasi Pasar Pertamina di Kampung Jiwa Besar, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (7/12/2017). Pertamina menambah pasokan LPG 3 kilogram hingga 60 persen dibandingkan kondisi normal, di sejumlah wilayah Marketing Operation III yang meliputi Jakarta, Jawa Barat dan Banten, diantaranya Wilayah Pringan Timur, melalui Operasi Pasar untuk menstabilkan harga jual gas elpji subsidi agar tepat sasaran. (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai kelangkaan gas elpiji tiga kilogram di beberapa daerah disebabkan rentang harga yang sangat jauh antara elpiji tiga kilogram dengan 12 kilogram.
"Karena rentang harga seperti itu, banyak pengguna gas elpiji 12 kilogram yang berpindah menjadi pengguna gas elpiji tiga kilogram. Selain jauh lebih murah, gas elpiji tiga kilogram juga dianggap lebih praktis dan mudah dibawa," kata Tulus dihubungi di Jakarta, Sabtu.
Selain rentang harga yang sangat jauh, terdapat penyimpangan penyaluran gas elpiji tiga kilogram yang disubsidi. Sebagai barang disubsidi, semula pola penyaluran gas elpiji tiga kilogram bersifat tertutup.
Artinya, hanya konsumen yang berhak saja yang boleh membeli gas elpiji tiga kilogram. Namun, saat ini penyaluran bersifat terbuka atau bebas sehingga siapa pun bisa membeli.
"Ada inkonsistensi pola distribusi yang dilakukan pemerintah," ujarnya.
Karena alasan itu, Tulus menyebut konsumen kaya pun tidak malu-malu menggunakan gas elpiji tiga kilogram. Terjadi perpindahan dari pengguna elpiji 12 kilogram menjadi elpiji tiga kilogram.
"Tidak kurang dari 20 persen pengguna gas elpiji 12 kilogram berpindah ke tiga kilogram karena harga 12 kilogram dianggap sangat mahal sementara tiga kilogram sangat murah karena disubsidi," tuturnya.
Menurut Tulus, kelangkaan gas elpiji tiga kilogram di beberapa daerah sangat merugikan masyarakat sebagai konsumen. Banyak konsumen rumah tangga menjerit karena harus mengantri cukup lama bahkan tidak mendapatkan gas elpiji.
"Konsumen harus membeli dengan harga yang melambung," katanya.
Tulus menilai pernyataan PT Pertamina bahwa kelangkaan itu dipicu permintaan yang meningkat menjelang Natal dan Tahun Baru sebagai hal yang tidak masuk akal.
"Karena rentang harga seperti itu, banyak pengguna gas elpiji 12 kilogram yang berpindah menjadi pengguna gas elpiji tiga kilogram. Selain jauh lebih murah, gas elpiji tiga kilogram juga dianggap lebih praktis dan mudah dibawa," kata Tulus dihubungi di Jakarta, Sabtu.
Selain rentang harga yang sangat jauh, terdapat penyimpangan penyaluran gas elpiji tiga kilogram yang disubsidi. Sebagai barang disubsidi, semula pola penyaluran gas elpiji tiga kilogram bersifat tertutup.
Artinya, hanya konsumen yang berhak saja yang boleh membeli gas elpiji tiga kilogram. Namun, saat ini penyaluran bersifat terbuka atau bebas sehingga siapa pun bisa membeli.
"Ada inkonsistensi pola distribusi yang dilakukan pemerintah," ujarnya.
Karena alasan itu, Tulus menyebut konsumen kaya pun tidak malu-malu menggunakan gas elpiji tiga kilogram. Terjadi perpindahan dari pengguna elpiji 12 kilogram menjadi elpiji tiga kilogram.
"Tidak kurang dari 20 persen pengguna gas elpiji 12 kilogram berpindah ke tiga kilogram karena harga 12 kilogram dianggap sangat mahal sementara tiga kilogram sangat murah karena disubsidi," tuturnya.
Menurut Tulus, kelangkaan gas elpiji tiga kilogram di beberapa daerah sangat merugikan masyarakat sebagai konsumen. Banyak konsumen rumah tangga menjerit karena harus mengantri cukup lama bahkan tidak mendapatkan gas elpiji.
"Konsumen harus membeli dengan harga yang melambung," katanya.
Tulus menilai pernyataan PT Pertamina bahwa kelangkaan itu dipicu permintaan yang meningkat menjelang Natal dan Tahun Baru sebagai hal yang tidak masuk akal.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017
Tags: