Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Penuntut Umum KPK mengungkapkan keuntungan yang didapat mantan Ketua fraksi Partai Golkar DPR Setya Novanto dari proyek KTP-Elektronik.

"Pada 6 November 2015 terdakwa memberikan uang ke johanes marliem Rp650 juta sebagai uang patungan untuk membelikan satu jam tangan merek Richard Mille. Setelah itu Johannes Marliem membeli beberapa jam Richard Mille di Beverly Hills Boutique California yang salah satunya jam tangan merek Richard Mille RM seri 011 seharga 135 ribu dolar AS," kata jaksa penuntut umum KPK Eva Yustisiana dalam sidang pembacaan tuntutan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Jam tangan diserahkan Andi dan Johannes Marliem di rumah Setnov pada sekitar akhir November 2015 sebagai bagian kompensasi karena membantu anggaran selama proses pembahasan anggaran KTP-e.

"Terdakwa juga selain memberikan hadiah kepada Setya Novanto, Markus Nari juga memberikan ke anggota DPR lain yang seluruhnya 6,5 juta dolar AS dan Rp44 miliar," tambah jaksa Eva.

Aliran uang ke Setya Novanto itu diberikan melalui rekan Setnov yaitu pemilik Delta Energy Investment dan Oil Invesment Capital.

"Aliran uang ke Setya Novanto meski Made Oka Masagung tidak bisa menjelaskan sumber dan penggunaan uang perusahaannya yaitu Delta Energy dan Oil Investment namun berdasarkan rekening koran bank OCBC Singapura dan rekening koran Delta Energy menunjukkan pola transaksi Made Oka Masagung yang langsung menarik tunai uang 2-3 hari setelah uang masuk rekening," tambah jaksa Abdul Basir.

Penyamaran sumber uang juga dilakukan oleh direktur utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo dan Made Oka Masagung agar seolah-olah ada pembelian saham Neuraltus Pharmaceutical.

"Underlying itu untuk menyamarkan asal usul belaka karena tidak ada satu rupiah pun yang ditransfer Made Oka Masagung sehingga seolah-olah digunakan untuk membeli saham," tambah jaksa Basir.

Padahal pada 2014 saat KPK melakukan penyidikan KTP-E, Made Oka Masagung bahkan mengembalikan uang ke Anang dari sumber yang berbeda.

"Transaksi itu hanya untuk memisahkan atau menjauhkan pelakunya dari dana kotor tersebut sehingga kejahatan yang dilakukan tidak dapat teridentifikasi sehingga unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain dan korporasi telah terbukti," ungkap jaksa Basir.

Dalam perkara ini, Andi Agustinus alias Andi Narogong dituntut 8 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan ditambah pidana tambahan membayar uang pengganti 2,15 juta dolar AS dan Rp1,18 miliar subsider 3 tahun kurungan.