Andi Narogong dinilai bersekongkol dengan Setnov
7 Desember 2017 20:39 WIB
Dokumentasi Tuntut Penahanan Setnov. Peserta aksi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi membawa poster bergambar Ketua DPR Setya Novanto ketika melakukan aksi di depan Gedung KPK, Jakarta, Kamis (14/9/2017). Mereka mendesak KPK untuk menahan Setya Novanto yang diduga terlibat dalam kasus megaproyek KTP-el.(ANTARA/Wahyu Putro A)
Jakarta (ANTARA News) - Pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dinilai bersekongkol dengan mantan ketua fraksi Partai Golkar Setya Novanto dalam pengadaan KTP-Elektronik.
"Terdakwa punya hubungan cukup dekat dengan Setya Novanto, Diah Anggraini dan Irman menggunakan hubungan untuk mempengaruhi pejabat untuk melakukan intervensi dalam pengadaan paket pengadaan penetapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP Elektronik) tahun 2011-2012," kata jaksa penuntut umum KPK Wawan Yunarwanto dalam sidang pembacaan tuntutan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Persekongkolan itu selanjutnya diwujudkan dengan membentuk tiga konsorsium yang terkafiliasi dengan Andi yaitu Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), Astagraphia dan Murakabi.
"Terdakwa menggunakan wewenang Setya Novanto, Irman, Diah Anggreni dan Sugiharto untuk melakukan intervensi anggaran pengadaan KTP Elektronik 2011-2012 sehingga perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Irman, Setnya Novanto, Diah Angreni, dan Sugiharto lebih dekat dengan penyalahgunaan kewenangannya karena kedudukan yang melekat dalam jabatannya," tambah jaksa Wawan.
Andi Narogong juga membuat membuat komitmen dengan mantan Ketua Komisi II DPR dari fraksi Partai Golkar Burhanuddin Napitupulu untuk memperlancar pembahasan anggaran.
"Dan Burhanuddin selanjutnya mengatakan ke Diah Anggraeni dan menyampaikan ke Irman bahwa yang mengawal adalah terdakwa karena terdakwa pengusaha yang komit akan janjinya," ungkap jaksa Wawan.
Andi pada awal 2010 lalu mendatangi Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri saat itu di ruang kerja dan menindaklanjuti pertemuan dengan Burhanuddin dan bersedia memberikan uang untuk anggota DPR dan Kemendagri untuk perlancar pembahasan KTP-e.
"Terdakwa bertemu dengan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto untuk berkoordinasi. Terdakwa disarankan berkoordinasi dengan direktur PT Kalatama Winata Cahyadi," tambah jaksa Wawan.
Irman lalu menyampaikan untuk proyek KTP-E harus mendekati pihak DPR dan Andi menyampaikan akan bekerja sama dengan DPR dan menyediakan dana ke DPR dan beberapa pejabat kemendagri.
"Hal itu kembali disampaikan ke Irman dan Winata Cahyadi namun hal itu ditolak Winata sehingga upaya pendekatan ke Kemendagri dan DPR dilakukan sendiri terdakwa. Pernyataan itu juga disampaikan ke Irman yaitu `fee` yang meminta 8 persen dari nilai proyek tapi Winata menolak sehingga upaya dilakukan langsung oleh terdakwa," jelas jaksa Wawan.
Padahal Andi selaku pengusaha tidak dimungkinkan ikut mengikuti pembahasan APBN karena APBN dibahas presiden dan DPR.
"Tapi terdakwa menyalahgunakan kewenangan karena dekat dengan Setya Novanto sehingga dapat turut serta melakukan pertemuan-pertemuan yang pokoknya memutuskan pembahasan anggaran KTP-E di DPR," kata jaksa Ariawan Agustiartono.
Dalam perkara ini, Andi Agustinus alias Andi Narogong dituntut 8 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan ditambah pidana tambahan membayar uang pengganti 2,15 juta dolar AS dan Rp1,18 miliar subsider 3 tahun kurungan.
"Terdakwa punya hubungan cukup dekat dengan Setya Novanto, Diah Anggraini dan Irman menggunakan hubungan untuk mempengaruhi pejabat untuk melakukan intervensi dalam pengadaan paket pengadaan penetapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP Elektronik) tahun 2011-2012," kata jaksa penuntut umum KPK Wawan Yunarwanto dalam sidang pembacaan tuntutan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Persekongkolan itu selanjutnya diwujudkan dengan membentuk tiga konsorsium yang terkafiliasi dengan Andi yaitu Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), Astagraphia dan Murakabi.
"Terdakwa menggunakan wewenang Setya Novanto, Irman, Diah Anggreni dan Sugiharto untuk melakukan intervensi anggaran pengadaan KTP Elektronik 2011-2012 sehingga perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Irman, Setnya Novanto, Diah Angreni, dan Sugiharto lebih dekat dengan penyalahgunaan kewenangannya karena kedudukan yang melekat dalam jabatannya," tambah jaksa Wawan.
Andi Narogong juga membuat membuat komitmen dengan mantan Ketua Komisi II DPR dari fraksi Partai Golkar Burhanuddin Napitupulu untuk memperlancar pembahasan anggaran.
"Dan Burhanuddin selanjutnya mengatakan ke Diah Anggraeni dan menyampaikan ke Irman bahwa yang mengawal adalah terdakwa karena terdakwa pengusaha yang komit akan janjinya," ungkap jaksa Wawan.
Andi pada awal 2010 lalu mendatangi Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri saat itu di ruang kerja dan menindaklanjuti pertemuan dengan Burhanuddin dan bersedia memberikan uang untuk anggota DPR dan Kemendagri untuk perlancar pembahasan KTP-e.
"Terdakwa bertemu dengan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto untuk berkoordinasi. Terdakwa disarankan berkoordinasi dengan direktur PT Kalatama Winata Cahyadi," tambah jaksa Wawan.
Irman lalu menyampaikan untuk proyek KTP-E harus mendekati pihak DPR dan Andi menyampaikan akan bekerja sama dengan DPR dan menyediakan dana ke DPR dan beberapa pejabat kemendagri.
"Hal itu kembali disampaikan ke Irman dan Winata Cahyadi namun hal itu ditolak Winata sehingga upaya pendekatan ke Kemendagri dan DPR dilakukan sendiri terdakwa. Pernyataan itu juga disampaikan ke Irman yaitu `fee` yang meminta 8 persen dari nilai proyek tapi Winata menolak sehingga upaya dilakukan langsung oleh terdakwa," jelas jaksa Wawan.
Padahal Andi selaku pengusaha tidak dimungkinkan ikut mengikuti pembahasan APBN karena APBN dibahas presiden dan DPR.
"Tapi terdakwa menyalahgunakan kewenangan karena dekat dengan Setya Novanto sehingga dapat turut serta melakukan pertemuan-pertemuan yang pokoknya memutuskan pembahasan anggaran KTP-E di DPR," kata jaksa Ariawan Agustiartono.
Dalam perkara ini, Andi Agustinus alias Andi Narogong dituntut 8 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan ditambah pidana tambahan membayar uang pengganti 2,15 juta dolar AS dan Rp1,18 miliar subsider 3 tahun kurungan.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017
Tags: