Bogor (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan defisit anggaran hingga akhir November telah mencapai 2,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Ini masih ada di kisaran amanat UU APBNP 2017 yang memandatkan defisit antara 2,6-2,9 persen dari PDB," kata Mulyani saat bicara dalam penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa tahun 2018 di Istana Bogor, Rabu.

Menkeu mengungkapkan bahwa pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 telah sesuai dengan yang direncanakan.

Mulyani juga mengungkapkan realisasi penerimaan perpajakan menunjukkan perbaikan yang mengembirakan, dimana PPN tumbuh sekitar 14,8 persen didorong perbaikan ekonomi 2017.

"Pajak tanpa amnesti tumbuh 14,9 persen, dimana pajak orang pribadi tumbuh 46,4 persen, PPH badan 17,2 persen, bahakan untuk sektor tertentu sangat kuat, PPH tambang 70 persen, perusahaan dagang 70 persen, kimia 41 persen, jasa keuangan 12 persen," ungkapnya.

Namun, lanjut Mulyani, masih ada beberapa evaluasi dari pelaksanaan APBN-P 2017 perlunya perbaikan efektivitas belanja negara agar betul-betul berbasis output dan memberikan manfaat yang optimal.

"Dimana pencapaian sasaran pembangunan harus menjadi fokus," katanya.

Mulyani juga mengungkapkan bahwa belanja kementerian dan lembaga selama 5 tahun terakhir rata-rata 92 persen dari yang dianggarkan.

Menkeu juga mengatakan bahwa efesensi belanja operasional pemerintah masih sangat bisa diperbaiki, baik itu di pusat maupun di daerah.

"Bahkan di beberapa daerah belum mempunyai satuan unit untuk biaya, baik biaya masukan dan keluaran," jelasnya.

Bahkan Mulyani menyindir di beberapa daerah satuan biaya, untuk biaya perjalanan dinas rapat itu jauh lebih tinggi dari yang ditetapkan secara nasional.

"Jadi kalau rapat di daerah lebih mahal ternyata," sindirnya.