66 persen kasus difteri serang pasien tidak diimunisasi
6 Desember 2017 17:43 WIB
Petugas Dinas Kesehatan memberi vaksin anti virus difteri terhadap warga saat vaksinasi massal di salah satu rumah warga di Sanankulon, Blitar, Jawa Timur, Selasa (4/10/2016). . (ANTARA FOTO/Irfan Anshori)
Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 66 persen dari keseluruhan kasus difteri yang terjadi sepanjang 2017 di seluruh Indonesia, adalah karena penderitanya tidak diimunisasi.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Muhammad Subuh di Jakarta, Rabu, menyatakan 66 persen kasus difteri yang ada karena tidak ada imunisasi sama sekali, 31 persen imunisasi kurang lengkap, dan 3 persen lainnya imunisasi lengkap.
"Ini kenyataannya bahwa sebagian besar tidak diimunisasi," ungkap Subuh.
Pada Januari hingga November 2017 tercatat 593 kasus difteri terjadi di Indonesia dengan angka kematian 32 kasus. Kasus tersebut terjadi di 95 kabupaten-kota pada 20 provinsi.
Selain itu data Kementerian Kesehatan juga menyebutkan kasus difteri yang ditemukan sepanjang 2017 tidak terbatas usia. "Yang termuda 3,5 tahun, yang tertua 45 tahun," ucap Subuh.
Penularan difteri juga diketahui terjadi tidak tergantung musim. Sepanjang Januari hingga November 2017 terus terdapat laporan kasus difteri.
Oleh karena itu, Subuh menyatakan imunisasi difteri sebagai langkah pencegahan utama penyakit tersebut harus dilakukan.
Dia menjelaskan penyebaran difteri bisa dihentikan dengan mencapai kekebalan kelompok yakni 95 persen cakupan imunisasi. Saat terjadi kekebalan kelompok, 5 persen orang yang tidak diimunisasi tetap dapat terlindungi dari penyakit tersebut.
Namun, ketika capaian kekebalan kelompok tidak terpenuhi, maka bakteri akan mudah menyebar bahkan bisa menginfeksi orang-orang yang sudah melakukan imunisasi.
Ketika sudah terjadi seperti itu, maka disarankan penggunaan masker untuk mencegah terjadinya penyebaran bakteri.
"Karena sifat bakteri ditularkan melalui percikan maka kami mengimbau kesadaran bagi penderita ISPA untuk pakai masker. Yang kurang sehat pakai masker. Atau di keramaian sebisa mungkin pakai masker," tutur Subuh.
Selain itu juga harus menjaga kebersihan dengan rajin mencuci tangan menggunakan sabun.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Muhammad Subuh di Jakarta, Rabu, menyatakan 66 persen kasus difteri yang ada karena tidak ada imunisasi sama sekali, 31 persen imunisasi kurang lengkap, dan 3 persen lainnya imunisasi lengkap.
"Ini kenyataannya bahwa sebagian besar tidak diimunisasi," ungkap Subuh.
Pada Januari hingga November 2017 tercatat 593 kasus difteri terjadi di Indonesia dengan angka kematian 32 kasus. Kasus tersebut terjadi di 95 kabupaten-kota pada 20 provinsi.
Selain itu data Kementerian Kesehatan juga menyebutkan kasus difteri yang ditemukan sepanjang 2017 tidak terbatas usia. "Yang termuda 3,5 tahun, yang tertua 45 tahun," ucap Subuh.
Penularan difteri juga diketahui terjadi tidak tergantung musim. Sepanjang Januari hingga November 2017 terus terdapat laporan kasus difteri.
Oleh karena itu, Subuh menyatakan imunisasi difteri sebagai langkah pencegahan utama penyakit tersebut harus dilakukan.
Dia menjelaskan penyebaran difteri bisa dihentikan dengan mencapai kekebalan kelompok yakni 95 persen cakupan imunisasi. Saat terjadi kekebalan kelompok, 5 persen orang yang tidak diimunisasi tetap dapat terlindungi dari penyakit tersebut.
Namun, ketika capaian kekebalan kelompok tidak terpenuhi, maka bakteri akan mudah menyebar bahkan bisa menginfeksi orang-orang yang sudah melakukan imunisasi.
Ketika sudah terjadi seperti itu, maka disarankan penggunaan masker untuk mencegah terjadinya penyebaran bakteri.
"Karena sifat bakteri ditularkan melalui percikan maka kami mengimbau kesadaran bagi penderita ISPA untuk pakai masker. Yang kurang sehat pakai masker. Atau di keramaian sebisa mungkin pakai masker," tutur Subuh.
Selain itu juga harus menjaga kebersihan dengan rajin mencuci tangan menggunakan sabun.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017
Tags: