Ukiran Suku Kamoro Timika dipamerkan di Jakarta
5 Desember 2017 21:14 WIB
Arsip: Sejumlah warga asli Suku Asmat memperlihatkan hasil ukirannya kepada tamu undangan yang hadir dalam acara lelang ukiran Asmat pada festival Budaya Asmat di lapangan Yos Sudarso Kabupaten Asmat, Papua, Rabu (26/10). Lelang ukiran hasil karya pengukir Suku Asmat merupakan rangkaian acara penutup dari seluruh kegiatan pentas budaya Suku Asmat ke 27 yang digelar sejak tanggal 20 sampai dengan 26 Oktober 2011. (FOTO ANTARA/Husyen Abdillah/Ko)
Jakarta (ANTARA News) - Yayasan Maramowe Weaiku Komowore binaan PT Freeport Indonesia memamerkan seni ukiran asli Suku Kamoro Kampung Timika Pantai Kampung Pulau Naraka Timika Papua di Jakarta yang berlangsung sejak 24 November hingga 5 Desember 2017.
"Freeport berkomitmen menjaga kelangsungan pelestarian budaya kerajinan ukir suku Kamoro," kata Vice President Corporate Communication PT Freeport Indonesia Riza Pratama di Jakarta, Selasa.
Riza mengatakan pameran itu menghadirkan empat ahli ukir asal Suku Kamoro yakni Herman Kiripi (38), Kornelis Kiripi (40), Klemens Nawatipia (43) dan Daniel Matameka (26).
Keempat ahli ukir itu menunjukkan pembuatan ukiran setiap hari selama pagelaran pameran ukiran tersebut.
Riza mengatakan pameran tersebut untuk melestarikan dan menunjukkan ukiran asli Suku Kamoro.
Melalui pameran itu, Riza mengharapkan hasil penjualan ukiran mampu meningkatkan kesejahteraan para pengukir lantaran keuntungan hasil penjualan untuk pengukir.
Pendiri Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe Luluk Intarti menuturkan masyarakat dapat mengenal lebih dekat tentang seni dan budaya karya seni asal Papua khususnya produksi suku Kamoro.
Luluk mengungkapkan kerajinan ukir Papua yang tersisa hanya tiga suku yakni Asmat, Kamoro dan Sempan, sedangkan suku lain seperti Pesisir Selatan Papua telah punah lantaran menguatnya pengaruh budaya dari luar.
Luluk mengaku produksi seni ukir asal suku Kamoro telah menurun bahkan hampir punah sejak 1950 sehingga pihak Yayasan Maramowe menjaga kelestarian melalui pameran.
Luluk mengatakan Yayasan Maramowe bersama PT Freeport Indonesia membina para pengukir agar meningkatkan kualitas dan kuantitas ukiran, serta membantu akses pasar agar kerajinan itu memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat.
Yayasam Maramowe kerap berkunjung dan promosi pelestarian budaya di pesisir Pantai Utara Papua yang diprakarsai Dr Kal Muller sejak 1996 dan mendukung penyelenggaraan Festival Budaya Suku Kamoro pada 1997.
"Freeport berkomitmen menjaga kelangsungan pelestarian budaya kerajinan ukir suku Kamoro," kata Vice President Corporate Communication PT Freeport Indonesia Riza Pratama di Jakarta, Selasa.
Riza mengatakan pameran itu menghadirkan empat ahli ukir asal Suku Kamoro yakni Herman Kiripi (38), Kornelis Kiripi (40), Klemens Nawatipia (43) dan Daniel Matameka (26).
Keempat ahli ukir itu menunjukkan pembuatan ukiran setiap hari selama pagelaran pameran ukiran tersebut.
Riza mengatakan pameran tersebut untuk melestarikan dan menunjukkan ukiran asli Suku Kamoro.
Melalui pameran itu, Riza mengharapkan hasil penjualan ukiran mampu meningkatkan kesejahteraan para pengukir lantaran keuntungan hasil penjualan untuk pengukir.
Pendiri Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe Luluk Intarti menuturkan masyarakat dapat mengenal lebih dekat tentang seni dan budaya karya seni asal Papua khususnya produksi suku Kamoro.
Luluk mengungkapkan kerajinan ukir Papua yang tersisa hanya tiga suku yakni Asmat, Kamoro dan Sempan, sedangkan suku lain seperti Pesisir Selatan Papua telah punah lantaran menguatnya pengaruh budaya dari luar.
Luluk mengaku produksi seni ukir asal suku Kamoro telah menurun bahkan hampir punah sejak 1950 sehingga pihak Yayasan Maramowe menjaga kelestarian melalui pameran.
Luluk mengatakan Yayasan Maramowe bersama PT Freeport Indonesia membina para pengukir agar meningkatkan kualitas dan kuantitas ukiran, serta membantu akses pasar agar kerajinan itu memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat.
Yayasam Maramowe kerap berkunjung dan promosi pelestarian budaya di pesisir Pantai Utara Papua yang diprakarsai Dr Kal Muller sejak 1996 dan mendukung penyelenggaraan Festival Budaya Suku Kamoro pada 1997.
Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017
Tags: