Pertumbuhan lava Gunung Agung melambat
4 Desember 2017 12:50 WIB
Asap dan abu vulkanis menyembur dari kawah Gunung Agung, terlihat dari Pura Lempuyang, Karangasem, Bali, Rabu (29/11/2017). Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi masih memantau terjadinya mikrotremor menerus akibat aktivitas Gunung Agung. (ANTARA /Nyoman Budhiana)
Karangasem, Bali (ANTARA News) - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyatakan pertumbuhan lava menuju kawah Gunung Agung mengalami perlambatan setelah terdeteksi dari citra satelit.
"Dari hasil pemantauan citra satelit yang terbaru, terjadi pertumbuhan lava ke permukaan kawah yang melambat karena adanya pendinginan pada bagian atas lava ini," kata Kepala Sub-Bidang Mitigasi Pemantauan Gunungapi Wilayah Timur PVMBG Devy Kamil Syahbana di Pos Pengamatan Gunung Agung di Desa Rendang, Karangasem, Senin.
Ia menerangkan, perlambatan "rate" lava Gunung Agung mengalami perlambatan kepermukaan, kata dia, diakibatkan juga karena dinamika di dalam Gunung Agung atau tidak dapat dihitung secara linier kandungan lava di dalamnya.
Devy mengatakan, perlambatan lava ini masih membutuhkan data lain dan secara statistik saat ini masih terjadi didua titik dan terus dipantau. Dari hasil pemeriksaan geokimia terbaru, kata Devy, gas magmatik sulfur dioksida (SO2) melalui metode DOAS mengidentifikasi kontribusi gas magmatik yang masih tinggi.
"Kami hanya bisa memantau dari berbagai parameter sampai saat ini bahwa aktivitas Gunung Agung masih cukup tinggi dan berpotensi masih erupsi dan status tetap masih tetap level IV atau awas," ujarnya.
Dari pemeriksaan SO2 pada Sabtu (2/12) lalu jumlah kandungan gas magmatik ini mencapai 1.300 ton per hari, artinya dengan data ini masih ada kontribusi magmatik di Gunung Agung.
Dibandingkan dengan Gunung Sinabung, kandungan gas SO2 Gunung Agung ini masih sangat tinggi. "Kalau di Gunung Sinabung fluida SO2 nya hanya 300-600 ton per hari, artinya Gununung Agung saat ini sangat tinggi," ujarnya.
Oleh karenanya, ia menyimpulkan potensi terjadinya erupsi masih tinggi, walaupun pihaknya tidak dapat memastikan berapa kapan dan seberapa bersar letusan Gunung Agung ini.
Ia menegaskan, aktivitas Gunung Agung belum dapat dipastikan melemah dan secara intensitas secara visualnya berkurang pada hari ini. "Namun, kami melihat dari data seismograf hari ini menandakan gempa vulkanik masih muncul dan energinya cukup besar dan ini menandakan aktivitas belum melemah," katanya.
Ia mengatakan, aktivitas Gunung Agung tercatat 26 gempa fulkanik sejak Minggu (3/12) hingga siang pagi ini, artinya hal ini mengindikasikan adanya tekanan berlebih di tubuh gunung tertinggi di Bali ini. Sedangkan, gempa low frekuensi juga cukup tinggi di atas 20 kali yang mengartikan aliran fluida magma sudah ada dipermukaan.
"Secara visual aktivitas Gunung Agung masub tanpak tenang dan terlihat asap berwarna putih tipis dengan ketinggian 500 meter dari permukaan kawah dan ini tidak menjadi satu-satunya parameter kami, karena di dalam kawah masib terisi lava sekitar 20 juta meter kubik," ujarnya.
"Dari hasil pemantauan citra satelit yang terbaru, terjadi pertumbuhan lava ke permukaan kawah yang melambat karena adanya pendinginan pada bagian atas lava ini," kata Kepala Sub-Bidang Mitigasi Pemantauan Gunungapi Wilayah Timur PVMBG Devy Kamil Syahbana di Pos Pengamatan Gunung Agung di Desa Rendang, Karangasem, Senin.
Ia menerangkan, perlambatan "rate" lava Gunung Agung mengalami perlambatan kepermukaan, kata dia, diakibatkan juga karena dinamika di dalam Gunung Agung atau tidak dapat dihitung secara linier kandungan lava di dalamnya.
Devy mengatakan, perlambatan lava ini masih membutuhkan data lain dan secara statistik saat ini masih terjadi didua titik dan terus dipantau. Dari hasil pemeriksaan geokimia terbaru, kata Devy, gas magmatik sulfur dioksida (SO2) melalui metode DOAS mengidentifikasi kontribusi gas magmatik yang masih tinggi.
"Kami hanya bisa memantau dari berbagai parameter sampai saat ini bahwa aktivitas Gunung Agung masih cukup tinggi dan berpotensi masih erupsi dan status tetap masih tetap level IV atau awas," ujarnya.
Dari pemeriksaan SO2 pada Sabtu (2/12) lalu jumlah kandungan gas magmatik ini mencapai 1.300 ton per hari, artinya dengan data ini masih ada kontribusi magmatik di Gunung Agung.
Dibandingkan dengan Gunung Sinabung, kandungan gas SO2 Gunung Agung ini masih sangat tinggi. "Kalau di Gunung Sinabung fluida SO2 nya hanya 300-600 ton per hari, artinya Gununung Agung saat ini sangat tinggi," ujarnya.
Oleh karenanya, ia menyimpulkan potensi terjadinya erupsi masih tinggi, walaupun pihaknya tidak dapat memastikan berapa kapan dan seberapa bersar letusan Gunung Agung ini.
Ia menegaskan, aktivitas Gunung Agung belum dapat dipastikan melemah dan secara intensitas secara visualnya berkurang pada hari ini. "Namun, kami melihat dari data seismograf hari ini menandakan gempa vulkanik masih muncul dan energinya cukup besar dan ini menandakan aktivitas belum melemah," katanya.
Ia mengatakan, aktivitas Gunung Agung tercatat 26 gempa fulkanik sejak Minggu (3/12) hingga siang pagi ini, artinya hal ini mengindikasikan adanya tekanan berlebih di tubuh gunung tertinggi di Bali ini. Sedangkan, gempa low frekuensi juga cukup tinggi di atas 20 kali yang mengartikan aliran fluida magma sudah ada dipermukaan.
"Secara visual aktivitas Gunung Agung masub tanpak tenang dan terlihat asap berwarna putih tipis dengan ketinggian 500 meter dari permukaan kawah dan ini tidak menjadi satu-satunya parameter kami, karena di dalam kawah masib terisi lava sekitar 20 juta meter kubik," ujarnya.
Pewarta: I Made Surya Wirantara Putra
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017
Tags: