Warganet Myanmar marah setelah Paus Fransiskus gunakan kata Rohingya
4 Desember 2017 08:19 WIB
Paus Fransiskus memimpin misa terakhir dalam kunjungannya di Amerika Serikat pada Festival Keluarga di Benjamin Franklin Parkway, Philadelphia, Pennsylvania, Minggu (27/9). (REUTERS/Tony Gentile)
Dushanbe (ANTARA News) - Tindakan Paus Fransiskus merangkul Rohinya saat melakukan kunjungan ke Bangladesh telah memicu beberapa komentar kemarahan dari para pengguna media sosial di Myanmar, Minggu (3/12).
Pada Jumat, kepala gereja Katolik tersebut bertemu dengan sekelompok pengungsi dari minoritas muslim Myanmar di ibu kota Bangladesh, Dhaka.
Dia menyebut mereka sebagai "Rohingya" -- sebuah istilah yang tidak dapat diterima sebagian besar warga Myanmar tempat mereka dicerca karena dianggap sebagai "imigran gelap" Bengali dan bukan sebagai kelompok etnis.
Dalam pidatonya di kunjungan sebelumnya di Myanmar yang mayoritas penganut ajaran Buddha, Paus tidak menyebut nama etnis itu atau secara langsung mengacu kepada krisis di negara bagian Rakhine, tempat dari 620.000 warga Rohingya telah melarikan diri sejak Agustus.
Serangan mematikan oleh militan Rohingya di pos polisi pada akhir Agustus memicu tindakan keras mengerikan di Rakhine oleh militer Myanmar, yang AS dan PBB anggap sebagai pembersihan etnis.
Ketika dia kembali ke Vatikan, paus tersebut mengatakan bahwa dia telah mendukung Rohingya secara pribadi di Myanmar, juga menjelaskan bagaimana dia menangis setelah bertemu dengan kelompok pengungsi itu.
"Saya menangis: Saya mencoba melakukannya dengan cara yang tidak dapat dilihat," katanya kepada wartawan. "Mereka (Rohingya) juga menangis."
Komentar tersebut memicu kemarahan oleh para pengguna internet di Myanmar, sebuah negara yang terasing dari komunikasi modern selama lima dekade, tetapi kini memiliki media sosial yang aktif.
"Dia seperti kadal yang warnanya telah berubah karena cuaca," kata pengguna Facebook Aung Soe Lin merujuk kepada perbedaan sikap paus yang mengenai krisis tersebut.
"Dia harus menjadi salesman atau broker karena menggunakan kata-kata yang berbeda, meski dia adalah seorang pemimpin agama," kata seorang pengguna Facebook lainnya, Soe Soe seperti dilansir AFP.
Gereja Katolik Myanmar telah menyarankan Francis untuk tidak menyimpang ke dalam isu pembekuan status Rohingya di Myanmar, jika dia memperburuk ketegangan dan orang-orang Kristen yang terancam punah.
Dalam pidato publiknya di Myanmar dia memperlakukan topik ini dengan lembut, mendesak persatuan, belas kasih dan rasa hormat untuk seluruh kelompok etnis -- tetapi tidak menyebut Rohingya.
"Paus adalah orang suci ... tetapi dia mengatakan sesuatu di sini (di Myanmar) dan dia mengatakan hal berbeda di negara lain," kata pengguna Facebook lainnya Ye Linn Maung.
"Dia harus mengatakan hal yang sama bila dia mencintai kebenaran."
(Baca juga: Ketika Paus Fransiskus gunakan lagi kata "Rohingya")
Pada Jumat, kepala gereja Katolik tersebut bertemu dengan sekelompok pengungsi dari minoritas muslim Myanmar di ibu kota Bangladesh, Dhaka.
Dia menyebut mereka sebagai "Rohingya" -- sebuah istilah yang tidak dapat diterima sebagian besar warga Myanmar tempat mereka dicerca karena dianggap sebagai "imigran gelap" Bengali dan bukan sebagai kelompok etnis.
Dalam pidatonya di kunjungan sebelumnya di Myanmar yang mayoritas penganut ajaran Buddha, Paus tidak menyebut nama etnis itu atau secara langsung mengacu kepada krisis di negara bagian Rakhine, tempat dari 620.000 warga Rohingya telah melarikan diri sejak Agustus.
Serangan mematikan oleh militan Rohingya di pos polisi pada akhir Agustus memicu tindakan keras mengerikan di Rakhine oleh militer Myanmar, yang AS dan PBB anggap sebagai pembersihan etnis.
Ketika dia kembali ke Vatikan, paus tersebut mengatakan bahwa dia telah mendukung Rohingya secara pribadi di Myanmar, juga menjelaskan bagaimana dia menangis setelah bertemu dengan kelompok pengungsi itu.
"Saya menangis: Saya mencoba melakukannya dengan cara yang tidak dapat dilihat," katanya kepada wartawan. "Mereka (Rohingya) juga menangis."
Komentar tersebut memicu kemarahan oleh para pengguna internet di Myanmar, sebuah negara yang terasing dari komunikasi modern selama lima dekade, tetapi kini memiliki media sosial yang aktif.
"Dia seperti kadal yang warnanya telah berubah karena cuaca," kata pengguna Facebook Aung Soe Lin merujuk kepada perbedaan sikap paus yang mengenai krisis tersebut.
"Dia harus menjadi salesman atau broker karena menggunakan kata-kata yang berbeda, meski dia adalah seorang pemimpin agama," kata seorang pengguna Facebook lainnya, Soe Soe seperti dilansir AFP.
Gereja Katolik Myanmar telah menyarankan Francis untuk tidak menyimpang ke dalam isu pembekuan status Rohingya di Myanmar, jika dia memperburuk ketegangan dan orang-orang Kristen yang terancam punah.
Dalam pidato publiknya di Myanmar dia memperlakukan topik ini dengan lembut, mendesak persatuan, belas kasih dan rasa hormat untuk seluruh kelompok etnis -- tetapi tidak menyebut Rohingya.
"Paus adalah orang suci ... tetapi dia mengatakan sesuatu di sini (di Myanmar) dan dia mengatakan hal berbeda di negara lain," kata pengguna Facebook lainnya Ye Linn Maung.
"Dia harus mengatakan hal yang sama bila dia mencintai kebenaran."
(Baca juga: Ketika Paus Fransiskus gunakan lagi kata "Rohingya")
Penerjemah: Nanien Yuniar
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017
Tags: