Gowa (ANTARA News) - Komite Pemantau Legislatif (Kopel) menyayangkan sikap para anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Gowa yang telah memboikot pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) Pemerintah Kabupaten Gowa karena akan berdampak pada masyarakat.
"Legislator itu adalah wakil rakyat di parlemen dan ketika pihak eksekutif (pemda) mengusulkan rancangan peraturan APBD untuk program kemasyarakatan seharusnya DPRD itu mendukungnya, bukannya memboikot," jelas Direktur Eksekutif Kopel Indonesia Syamsuddin Alimsyah di Gowa, Minggu.
Ia mengatakan, pemboikotan pembahasan KUA PPAS Pemerintah Kabupaten Gowa, tahun anggaran 2018 akan berdampak pada keterlambatan penetapan APBD 2018 yang seharusnya sudah rampung di Bulan November.
Syamsuddin mengaku jika keterlambatan penetapan APBD yang merupakan imbas dari tiga kalinya mangkir para anggota Banggar DPRD Gowa itu pastinya akan tambah memiskinkan masyarakat Gowa karena program-program juga alan mundur.
"Idealnya pembahasan KUA PPAS itu sudah rampung bahkan APBD 2018 harusnya sudah ketok palu di bulan November. Dalam hal ini, Gowa jangan membuat sejarah baru yang buruk. Secara aturan kan juga telah diatur, terkait batas waktu penetapan APBD. Harusnya sudah ketok palu ini," terangnya.
Ditambahkannya bahwa, jika anggota DPRD tidak menghadiri pembahasan APBD, berarti posisi mereka di dewan patut dipertanyakan. Mereka, menurut Syamsuddin, harusnya memperjuangkan kepentingan rakyat, mengerjakan sesuatu yang berlandaskan pada kepentingan rakyat.
Dia menjelaskan, bagi kabupaten dan kota yang terlambat menetapkan APBDnya, maka akan mendapatkan sanksi dari pemerintah pusat sesuai yang diatur dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah.
"Dulu, jika daerah terlambat menetapkan APBD, maka DAK dan DAU-nya akan dipotong. Sekarang, Undang Undang No 23 Tahun 2014 mengatur sanksi bagi daerah yang terlambat mengesahkan APBD. Jika dikarenakan pihak eksekutif yang tidak memasukkan KUA PPAS untuk dibahas dewan, maka eksekutif tidak digaji selama enam bulan berturut-turut. Demikian pula jika pihak legislatif yang tidak membahas KUA PPAS yang telah dimasukkan, maka dewan juga tidak memperoleh gaji enam bulan berturut-turut," ungkapnya.
Namun, lanjut Syamsuddin, hal terburuknya, jika hal itu terjadi berarti itu bagian dari memiskinkan warga Gowa, lantaran pembangunan tidak akan berjalan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam RPJMD.
"Yang harus mereka pahami (DPRD) konsekuensi terburuk yaitu mereka akan memiskinkan rakyat Gowa. Coba bayangkan, kalau APBD tak kunjung ditetapkan maka sekitar 600 ribu warga Gowa dipastikan terpaksa tidak bisa menikmati pembangunan," bebernya.
Ditanya mengenai bagaimana langkah yang seharusnya ditempuh pemerintah Gowa terkait hal ini, Syamsuddin mengatakan bahwa jika memang kendalanya adalah DPRD yang memboikot pembahasan APBD, sehingga tak kunjung ditetapkan, maka pemerintah kabupaten Gowa diperbolehkan mengeluarkan Peraturan Bupati untuk menetapkan APBD.
"Kalau memang DPRD yang boikot, lantaran berbagai kepentingan yang ada, Pemda dalam hal ini dibolehkan mengeluarkan Perbup untuk menetapkan APBD-nya. Namun, nilainya tidak boleh melebihi jumlah APBD tahun sebelumnya," terangnya.
Banggar Gowa dinilai hambat program pemerintah
3 Desember 2017 15:36 WIB
Dokumentasi Kantor DPRD Gowa Dibakar (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)
Pewarta: Muh. Hasanuddin
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017
Tags: