Indonesia terpilih sebagai anggota Dewan Eksekutif OPCW
2 Desember 2017 03:55 WIB
Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda merangkap Wakil Tetap Republik Indonesia untuk Organisasi Larangan Senjata Kimia (Organization for the Prohibition of Chemical Weapons/ OPCW) I Gusti Agung Wesaka Puja. (ANTARA FOTO/Izaac Mulyawan)
London (ANTARA News) - Indonesia terpilih sebagai anggota Dewan Eksekutif Organisasi Larangan Senjata Kimia (Organization for the Prohibition of Chemical Weapons/ OPCW) sekaligus Ketua Komite Persiapan (PrepCom) 4thReview Conference pada 2018 yang disahkan dalam Konferensi OPCW ke-22 pada Jumat (1/12) yang dihadiri oleh 192 negara anggotanya.
Sekretaris Kedua Fungsi Politik Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Denhaag merangkap Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) untuk OPCW Mahmudin Nur Al-Gozaly dalam keterangannya kepada ANTARA News, Sabtu, mengemukakan bahwa terpilihnya Indonesia merupakan hasil rekomendasi keputusan yang telah disepakati di tingkat Kelompok Asia.
Meskipun pertemuan pleno Kelompok Asia berlangsung alot beberapa hari sebelum konferensi yang dimulai pada 27 Novemberitu, akhirnya Indonesia, Irak, Iran dan Pakistan disepakati menjadi anggota Dewan Eksekutif OPCW periode 2018-2020.
Keempat negara tersebut bergabung dengan negara Asia lainnya, yakni Arab Saudi, India, Jepang, Korea Selatan dan China, yang saat ini merupakan anggota Dewan Eksekutif dari Kelompok Asia.
Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda merangkap Wakil Tetap Republik Indonesia (Watapri) untuk OPCW, I Gusti Agung Wesaka Puja mengatakan keanggotaan Indonesia dalam Dewan Eksekutif OPCW akan mulai pada 12 Mei 2018 sampai dengan 11 Mei 2020.
"Namun persiapan untuk keanggotaan dewan eksekutif sudah mulai dilaksanakan," ujarnya.
Keberadaan Indonesia di Dewan Eksekutif OPCW juga tidak lepas dari soliditas dukungan negara ASEAN yang saat ini dinilai sebagai salah satu kekuatan koalisi informal sub-kawasan dalam kelompok Asia.
Terpilihnya Indonesia sebagai anggota Dewan Eksekutif OPCW merupakan yang kedua kalinya dalam sejarah keanggotaan Indonesia pada OPCW sejak tahun 1998. Indonesia pernah menjadi negara anggota Dewan Eksekutif tahun 2000-2002.
Dalam konferensi itu juga disepakati Indonesia sebagai Ketua PrepCom 4th Review Conference. Hal ini merupakan kredensial dan bukti nyata kepercayaan negara-negara terhadap peran dan kontribusi Indonesia dalam isu senjata kimia.
"Untuk menjaga kepercayaan itu, Indonesia harus terus memainkan perannya secara lebih aktif dan konstruktif dalam pelarangan senjata kimia, sebagai upaya mewujudkan dan mempertahankan perdamaian dan keamanan dunia," ujar Wesaka Puja.
Diplomat karir Kementerian Luar Negeri RI itu mengemukakan bahwa upaya tersebut sejalan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yang pembukaannya mengamanatkan peran Indonesia dalam melaksanakan ketertiban dunia.
Tugas itu, dinilainya, tidak ringan dan menanti Indonesia bersama dengan 40 negara anggota Dewan Eksekutif OPCW lainnya.
Dewan Eksekutif sebagai badan pembuat kebijakan OPCW harus menghadapi berbagai masalah terkait implementasi Konvensi Senjata Kimia saat ini, seperti penggunaan senjata kimia di Suriah, termasuk oleh aktor bukan negara (non-state actors), senjata kimia yang belum seluruhnya dihancurkan oleh negara pemilik (possessor States), serta penguatan kerja sama internasional dan bantuan perlindungan terhadap insiden kecelakaan dalam penggunaan atau penyalahgunaan bahan kimia.
Demikian pula sebagai Ketua PrepCom 4thReview Conference tahun 2018, kepemimpinan Indonesia akan memainkan peran penting sebagai consensus builder guna membahas keberlanjutan OPCW dalam menjawab berbagai tantangan ke depan, seperti proliferasi senjata kimia dan penggunaan senjata kimia oleh aktor bukan negara (non-state actors).
Menurut Wesaka Puja, beberapa prioritas akan menjadi perhatian negara-negara anggota OPCW ke depan, antara lain peran OPCW sebagai badan pelucutan internasional untuk memastikan semua negara Pihak KSK melaksanakan kewajibannya terkait senjata kimia sebagaimana diatur dalam Konvensi Senjata Kimia.
OPCW perlu mengantisipasi apabila possessor States gagal dalam memenuhi komitmen dalam menghancurkan seluruh senjata kimianya pada tahun 2023 mendatang.
"Masa depan OPCW akan bergantung pada bagaimana ketentuan Konvensi Senjata Kimia diimplementasikan sekarang, dan ketidakpatuhan pada KSK akan mempengaruhi legitimasi dan kredibilitas OPCW di kemudian hari, sekaligus menjadi hambatan bagi upaya pemusnahan senjata kimia," demikian I Gusti Agung Wesaka Puja.
Pembahasan mengenai modalitas, isu substansi dan persiapan 4th Review Conference akan dilakukan secara intensif dalam PrepCom yang diketuai Indonesia, dan dibahas bersama dalam pertemuan-pertemuan Dewan Eksekutif OPCW. Pembahasan tersebut adalah untuk mempersiapkan 4thReview Conference yang akan dilaksanakan pada 19-30 November 2018, secara back-to-back dengan Konferensi Negara Pihak OPCW.
Ketentuan Konvensi Senjata Kimia mengatur bahwa Review Conference merupakan hajatan lima tahunan OPCW untuk mengkaji dan mengevaluasi sejauh mana perjanjian tersebut telah dilaksanakan oleh negara anggotanya.
Sekretaris Kedua Fungsi Politik Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Denhaag merangkap Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) untuk OPCW Mahmudin Nur Al-Gozaly dalam keterangannya kepada ANTARA News, Sabtu, mengemukakan bahwa terpilihnya Indonesia merupakan hasil rekomendasi keputusan yang telah disepakati di tingkat Kelompok Asia.
Meskipun pertemuan pleno Kelompok Asia berlangsung alot beberapa hari sebelum konferensi yang dimulai pada 27 Novemberitu, akhirnya Indonesia, Irak, Iran dan Pakistan disepakati menjadi anggota Dewan Eksekutif OPCW periode 2018-2020.
Keempat negara tersebut bergabung dengan negara Asia lainnya, yakni Arab Saudi, India, Jepang, Korea Selatan dan China, yang saat ini merupakan anggota Dewan Eksekutif dari Kelompok Asia.
Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda merangkap Wakil Tetap Republik Indonesia (Watapri) untuk OPCW, I Gusti Agung Wesaka Puja mengatakan keanggotaan Indonesia dalam Dewan Eksekutif OPCW akan mulai pada 12 Mei 2018 sampai dengan 11 Mei 2020.
"Namun persiapan untuk keanggotaan dewan eksekutif sudah mulai dilaksanakan," ujarnya.
Keberadaan Indonesia di Dewan Eksekutif OPCW juga tidak lepas dari soliditas dukungan negara ASEAN yang saat ini dinilai sebagai salah satu kekuatan koalisi informal sub-kawasan dalam kelompok Asia.
Terpilihnya Indonesia sebagai anggota Dewan Eksekutif OPCW merupakan yang kedua kalinya dalam sejarah keanggotaan Indonesia pada OPCW sejak tahun 1998. Indonesia pernah menjadi negara anggota Dewan Eksekutif tahun 2000-2002.
Dalam konferensi itu juga disepakati Indonesia sebagai Ketua PrepCom 4th Review Conference. Hal ini merupakan kredensial dan bukti nyata kepercayaan negara-negara terhadap peran dan kontribusi Indonesia dalam isu senjata kimia.
"Untuk menjaga kepercayaan itu, Indonesia harus terus memainkan perannya secara lebih aktif dan konstruktif dalam pelarangan senjata kimia, sebagai upaya mewujudkan dan mempertahankan perdamaian dan keamanan dunia," ujar Wesaka Puja.
Diplomat karir Kementerian Luar Negeri RI itu mengemukakan bahwa upaya tersebut sejalan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yang pembukaannya mengamanatkan peran Indonesia dalam melaksanakan ketertiban dunia.
Tugas itu, dinilainya, tidak ringan dan menanti Indonesia bersama dengan 40 negara anggota Dewan Eksekutif OPCW lainnya.
Dewan Eksekutif sebagai badan pembuat kebijakan OPCW harus menghadapi berbagai masalah terkait implementasi Konvensi Senjata Kimia saat ini, seperti penggunaan senjata kimia di Suriah, termasuk oleh aktor bukan negara (non-state actors), senjata kimia yang belum seluruhnya dihancurkan oleh negara pemilik (possessor States), serta penguatan kerja sama internasional dan bantuan perlindungan terhadap insiden kecelakaan dalam penggunaan atau penyalahgunaan bahan kimia.
Demikian pula sebagai Ketua PrepCom 4thReview Conference tahun 2018, kepemimpinan Indonesia akan memainkan peran penting sebagai consensus builder guna membahas keberlanjutan OPCW dalam menjawab berbagai tantangan ke depan, seperti proliferasi senjata kimia dan penggunaan senjata kimia oleh aktor bukan negara (non-state actors).
Menurut Wesaka Puja, beberapa prioritas akan menjadi perhatian negara-negara anggota OPCW ke depan, antara lain peran OPCW sebagai badan pelucutan internasional untuk memastikan semua negara Pihak KSK melaksanakan kewajibannya terkait senjata kimia sebagaimana diatur dalam Konvensi Senjata Kimia.
OPCW perlu mengantisipasi apabila possessor States gagal dalam memenuhi komitmen dalam menghancurkan seluruh senjata kimianya pada tahun 2023 mendatang.
"Masa depan OPCW akan bergantung pada bagaimana ketentuan Konvensi Senjata Kimia diimplementasikan sekarang, dan ketidakpatuhan pada KSK akan mempengaruhi legitimasi dan kredibilitas OPCW di kemudian hari, sekaligus menjadi hambatan bagi upaya pemusnahan senjata kimia," demikian I Gusti Agung Wesaka Puja.
Pembahasan mengenai modalitas, isu substansi dan persiapan 4th Review Conference akan dilakukan secara intensif dalam PrepCom yang diketuai Indonesia, dan dibahas bersama dalam pertemuan-pertemuan Dewan Eksekutif OPCW. Pembahasan tersebut adalah untuk mempersiapkan 4thReview Conference yang akan dilaksanakan pada 19-30 November 2018, secara back-to-back dengan Konferensi Negara Pihak OPCW.
Ketentuan Konvensi Senjata Kimia mengatur bahwa Review Conference merupakan hajatan lima tahunan OPCW untuk mengkaji dan mengevaluasi sejauh mana perjanjian tersebut telah dilaksanakan oleh negara anggotanya.
Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017
Tags: