Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia (BI), Burhanuddin Abdullah, mengatakan bahwa posisi rupiah saat ini masih sesuai dengan perkiraan BI. "Bagus 'kan'? Ada di tengah antara Rp8.500 hingga Rp9.500 per dolar sesuai dengan hasil survei kita," kata Gubernur BI, di Jakarta, Senin. Namun, ketika ditanya apakah posisi rupiah tersebut telah "nyaman", Burhanuddin enggan untuk berkomentar banyak. Ia mengatakan posisi rupiah saat ini relatif baik. "Jangan pakai bahasa `nyaman`," katanya. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di Pasar Spot Antar-Bank Jakarta, Senin sore, menguat 25 poin menjadi Rp8.925/8.930 per dolar AS dibanding penutupan akhir pekan lalu Rp8.950/9.056, karena pelaku pasar memburu rupiah. Analis Valas PT Himpunan Saudara, Ruri Nova, di Jakarta mengatakan bahwa aksi beli rupiah oleh pelaku pasar pada sore memicu mata uang lokal itu bergerak naik yang semula tertekan akibat berkurangnya investasi asing di pasar uang. Kenaikan rupiah itu, setelah data indeks harga konsumen AS yang meningkat yang memicu bank sentral AS untuk segera menaikkan tingkat suku bunganya, katanya. Menurut dia, para pelaku pasar sebenarnya sudah memperkirakan rupiah akan kembali menguat, karena kekhawatiran bank sentral AS (The Fed) akibat kecenderungan inflas AS yang meningkat. The Fed semula merencanakan untuk menurunkan suku bunga untuk memicu ekonomi nasional, namun melihat inflasi yang cenderung menguat, maka penurunan suku bunga kemungkinan tidak terjadi, ucapnya. Rupiah, lanjutnya juga mendapat dukungan dari menguat pasar saham regional akibat membaiknya bursa Wall Street. Menguatya rupiah juga terpicu oleh membaiknya investasi asing di dalam negeri dalam kuartal pertama 2007 yang menunjukkan bahwa sektor riil mulai menggeliat. Selain itu juga peran perbankan dalam menyalurkan kredit semakin baik, sehingga fungsi intermediasi bank berjalan sesuai dengan keinginan Bank Indonesia (BI), tuturnya. (*)