Tokyo (ANTARA News) - Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengatakan pada Rabu bahwa peluncuran rudal terbaru Korea Utara adalah "tindakan kekerasan" yang "tidak bisa ditoleransi" setelah rudal balistik antarbenua jatuh di zona ekonomi eksklusifnya.
"Kami tidak akan menyerah pada tindakan provokatif apa pun. Kami akan memaksimalkan tekanan kami" terhadap Pyongyang, kata Abe kepada wartawan.
Menteri Pertahanan Jepang sebelumnya mengatakan bahwa rudal tersebut diperkirakan jatuh di zona ekonomi eksklusif Jepang. Departemen Pertahanan Amerika Serikat menyatakan rudal terbang sejauh sekitar 1.000 kilometer sebelum jatuh di Laut Jepang.
Jepang sudah "sepenuhnya berhasil melacak" rudal itu menurut Abe kepada wartawan.
"Kami sudah melayangkan protes keras," katanya sebagaimana dikutip AFP.
Dengan meluncurkan rudal tersebut, ia mengatakan, Korea Utara telah mengabaikan keinginan bersama dan kuat dari masyarakat internasional untuk mewujudkan solusi damai.
"Masyarakat internasional butuh menerapkan sepenuhnya sanksi-sanksi, secara serempak."
Menteri Pertahanan Jepang Itsunori Onodera kemudian memberi tahu wartawan bahwa rudal itu terbang selama 53 menit pada ketinggian jauh melebihi 4.000 kilometer.
"Kami tidak menerima laporan apa pun mengenai kerusakan pesawat atau kapal yang beroperasi dekat area itu (tempat jatuhnya rudal)," katanya.
Saat berbicara dengan parlemen, Abe mengatakan dia menegaskan kembali pentingnya peran China dalam krisis saat berbicara lewat telepon dengan Presiden AS Donald Trump dan memuji Beijing karena mempertahankan sanksi-sanksi terhadap Korea Utara.
"Pemerintah menyambut fakta bahwa China mengambil langkah-langkah nyata seperti embargo impor batu bara, produk kelautan, produk tekstil dan yang lainnya dari Korea Utara," kata Abe kepada komite parlemen.
"Sejujurnya, saya merasa China menjalankan perannya" berkenaan dengan sanksi-sanksi yang disepakati Perserikatan Bangsa-Bangsa, katanya. (mr)
Jepang sebut peluncuran rudal Korut "tak bisa ditoleransi"
29 November 2017 13:55 WIB
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. (REUTERS/Toru Hanai)
Pewarta: -
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017
Tags: