Kemenperin usul insentif berorientasi vokasi untuk industri
27 November 2017 21:07 WIB
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto didampingi (dari kedua kanan) Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P. Roeslani, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Industri Johnny Darmawan, serta Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J. Supit memukul gong tanda diresmikannya pembukaan Forum Group Discussion (FGD) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang mengangkat tema Membangun Industri Nasional Berkelanjutan di Jakarta.
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian sedang mengusulkan suatu skema insentif baru bagi industri nasional agar kinerjanya semakin produktif dan berdaya saing di tingkat global.
Fasilitas berupa pengurangan pajak tersebut akan diberikan kepada industri yang berkomitmen melakukan pengembangan pendidikan vokasi dan inovasi serta industri padat karya berorientasi ekspor.
“Industri memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional. Misalnya dalam penyerapan tenaga kerja, kesejahteraan masyarakat, dan penerimaan negara,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melalui keterangannya di Jakarta, Senin.
Airlangga menyampaikan hal itu pada Focus Group Discussion (FGD) dengan tema "Membangun Industri Nasional Berkelanjutan" yang diselenggarakan oleh Kadin Indonesia di Jakarta.
Airlangga menjelaskan, insentif yang diajukan antara lain tax rebate atau tax deduction (pengurangan pajak) 200 persen untuk belanja yang terkait pelatihan dan pendidikan vokasi.
"Jadi kalau mereka investasi Rp500 juta untuk vokasi, fasilitas yang diberikan adalah Rp1 miliar, dan Rp1 miliar ini akan menjadi pemotong pajak," jelasnya.
Selain itu, fasilitas penurunan pajak senilai 300 persen untuk belanja yang terkait kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan perusahaan.
“Contohnya, industri farmasi. Sektor ini membutuhkan inovasi, sehingga mereka tidak perlu lagi ke luar negeri, tetapi R&D-nya bisa dilakukan di Indonesia,” ujarnya.
Dalam kebijakan ini, pemerintah akan memberi potongan pajak mencapai 200-300 persen dari jumlah investasi yang ditanamkan, baik dari sisi belanja operasional atau operating expenditure (opex) dan belanja modal atau capital expenditure (capex), sehingga pajak yang perlu dibayarkan sangat rendah.
"Thailand sudah sangat aktif memberikan insentif hingga 300 persen kepada industri. Jadi kalau industri memberikan inovasi dan investasi dari sisi opex dan capex, diberikan tax allowance," tuturnya.
Menurut Airlangga, upaya ini telah dilakukan oleh pemerintah Thailand dan terbukti cukup berhasil.
“Apalagi, mereka tengah fokus pada pengembangan industri farmasi, herbal, dan kosmetik. Sehingga mereka terapkan insentif ini,” imbuhnya.
Airlangga menyampaikan, pihaknya terus berkoordinasi dan membahas mengenai usulan insentif perpajakan ini dengan Kementerian Keuangan.
Bahkan, dirinya sudah membicarakan hal tersebut dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Hal ini seiring langkah pemerintah agar pelaku industri dapat meningkatkan peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EoDB) di Indonesia.
"Ibu Menkeu menyambut positif terhadap insentif ini untuk mendorong ekonomi di Indonesia. Karena kalau di EoDB, faktor tertinggi yang membuat perusahaan itu harus dipermudah dari segi legal dan perpajakan," papar Airlangga.
Airlangga pun berharap, skema insentif tersebut dapat segera selesai dan bisa diterapkan secepatnya pada kuartal I tahun 2018.
"Jadi ini yang sedang kami dorong terus, sehingga fasilitas ini akan menjadi pendorong bagi pertumbuhan industri nasional agar lebih berkembang dengan cepat,” ungkapnya.
Sementara itu, untuk industri padat karya yang berorientasi ekspor, tax allowance yang diberikan akan dihitung berbasis kepada jumlah tenaga kerjanya.
"Misalnya mereka mempekerjakan 1.000, 3.000 atau di atas 5.000 tenaga kerja. Itu kami akan memberikan scheme tax allowance tersendiri. Ini juga sedang dibahas," tambahnya.
Fasilitas berupa pengurangan pajak tersebut akan diberikan kepada industri yang berkomitmen melakukan pengembangan pendidikan vokasi dan inovasi serta industri padat karya berorientasi ekspor.
“Industri memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional. Misalnya dalam penyerapan tenaga kerja, kesejahteraan masyarakat, dan penerimaan negara,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melalui keterangannya di Jakarta, Senin.
Airlangga menyampaikan hal itu pada Focus Group Discussion (FGD) dengan tema "Membangun Industri Nasional Berkelanjutan" yang diselenggarakan oleh Kadin Indonesia di Jakarta.
Airlangga menjelaskan, insentif yang diajukan antara lain tax rebate atau tax deduction (pengurangan pajak) 200 persen untuk belanja yang terkait pelatihan dan pendidikan vokasi.
"Jadi kalau mereka investasi Rp500 juta untuk vokasi, fasilitas yang diberikan adalah Rp1 miliar, dan Rp1 miliar ini akan menjadi pemotong pajak," jelasnya.
Selain itu, fasilitas penurunan pajak senilai 300 persen untuk belanja yang terkait kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan perusahaan.
“Contohnya, industri farmasi. Sektor ini membutuhkan inovasi, sehingga mereka tidak perlu lagi ke luar negeri, tetapi R&D-nya bisa dilakukan di Indonesia,” ujarnya.
Dalam kebijakan ini, pemerintah akan memberi potongan pajak mencapai 200-300 persen dari jumlah investasi yang ditanamkan, baik dari sisi belanja operasional atau operating expenditure (opex) dan belanja modal atau capital expenditure (capex), sehingga pajak yang perlu dibayarkan sangat rendah.
"Thailand sudah sangat aktif memberikan insentif hingga 300 persen kepada industri. Jadi kalau industri memberikan inovasi dan investasi dari sisi opex dan capex, diberikan tax allowance," tuturnya.
Menurut Airlangga, upaya ini telah dilakukan oleh pemerintah Thailand dan terbukti cukup berhasil.
“Apalagi, mereka tengah fokus pada pengembangan industri farmasi, herbal, dan kosmetik. Sehingga mereka terapkan insentif ini,” imbuhnya.
Airlangga menyampaikan, pihaknya terus berkoordinasi dan membahas mengenai usulan insentif perpajakan ini dengan Kementerian Keuangan.
Bahkan, dirinya sudah membicarakan hal tersebut dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Hal ini seiring langkah pemerintah agar pelaku industri dapat meningkatkan peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EoDB) di Indonesia.
"Ibu Menkeu menyambut positif terhadap insentif ini untuk mendorong ekonomi di Indonesia. Karena kalau di EoDB, faktor tertinggi yang membuat perusahaan itu harus dipermudah dari segi legal dan perpajakan," papar Airlangga.
Airlangga pun berharap, skema insentif tersebut dapat segera selesai dan bisa diterapkan secepatnya pada kuartal I tahun 2018.
"Jadi ini yang sedang kami dorong terus, sehingga fasilitas ini akan menjadi pendorong bagi pertumbuhan industri nasional agar lebih berkembang dengan cepat,” ungkapnya.
Sementara itu, untuk industri padat karya yang berorientasi ekspor, tax allowance yang diberikan akan dihitung berbasis kepada jumlah tenaga kerjanya.
"Misalnya mereka mempekerjakan 1.000, 3.000 atau di atas 5.000 tenaga kerja. Itu kami akan memberikan scheme tax allowance tersendiri. Ini juga sedang dibahas," tambahnya.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017
Tags: