Jakarta (ANTARA News) - Kebijakan sertifikasi profesi yang diterapkan dengan baik dan benar dalam berbagai mata pencaharian dinilai dapat meningkatkan daya saing pekerja nasional terutama dalam menghadapi kompetisi di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

"Sertifikasi profesi kini bukan lagi dipandang sebagai pelengkap persyaratan mendapatkan sebuah pekerjaan. Sertifikasi profesi bukan hanya selembar kertas yang melegitimasi kapabilitas seseorang dalam profesi tertentu. Sertifikasi profesi kini mampu menambah daya saing tenaga kerja," kata Kepala Bagian Pemelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi dalam rilis, Minggu.

Menurut dia, dalam menghadapi MEA, sertifikasi profesi seakan sudah menjadi kewajiban dalam menambah nilai jual tenaga kerja, dan terintegrasinya Indonesia dengan MEA merupakan momentum tepat dalam rangka membangun kompetensi menghadapi globalisasi.

Sebagaimana tercantum di dalam ASEAN Mutual Recognition Arrangement (MRA), ada delapan profesi yang masuk dalam kebijakan pasar bebas. Delapan profesi tersebut adalah dokter, dokter gigi, perawat, surveyor, tenaga pariwisata, insinyur, arsitek dan akuntan.

"Setiap profesi tersebut sudah menetapkan standar dan kompetensi yang sudah disepakati ASEAN. Sertifikasi menjadi satu cara untuk memperkaya kapasitas, membangun karir profesional dan mengendalikan mutu. Sertifikasi menjadikan seseorang memiliki nilai tambah sehingga bisa bersaing dengan tenaga kerja negara lain," ujar Hizkia.

Lebih lanjut Hizkia menerangkan, sertifikasi adalah acuan untuk meningkatkan kompetensi dan standar yang sudah diakui oleh lembaga terkait, salah satunya adalah Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).

Ia juga mengemukakan, LSP adalah lembaga pelaksanaan kegiatan sertifikasi profesi yang memiliki lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) serta memenuhi syarat untuk melakukan kegiatan sertifikasi profesi di tingkat nasional yang berkedudukan di wilayah Republik Indonesia.

Selain itu, ujar dia, kehadiran Balai Latihan Kerja (BLK) bisa menambah kesempatan bagi tenaga kerja Indonesia untuk menambah nilai tambah dalam persaingan kerja. Program-program pelatihan yang ada di BLK, nya, sebaiknya mulai diarahkan pada kebutuhan pasar dan industri, sehingga BLK bisa berfungsi menjawab kebutuhan pasar dan industri akan tenaga kerja yang memiliki kompetensi dan keahlian yang sudah terbukti.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengemukakan, UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang baru disahkan oleh DPR merupakan langkah terobosan dan instrumen yang sangat penting dalam rangka melindungi tenaga kerja Indonesia mulai dari prapenempatan hingga penempatan.

Menurut Fahri, terobosan yang dilakukan dalam UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia akan memastikan seluruh proses mulai dari pra, penempatan dan sampai pasca penempatan pekerja migran mendapatkan jaminan dan keamanan dari negara.

"Dengan hadirnya UU ini kami sudah mengatur mulai dari pendataan dari kecamatan dan kelurahan, mengenai sistem pelayanan satu pintu yang dibuat untuk meminimalisir pungutan liar dan penipuan, hingga jaminan pasca menjadi pekerja," ungkapnya.

Sementara itu, Anggota DPR Rieke Diah Pitaloka yang menjelaskan bahwa amanat UU itu untuk memberi jaminan kepada pekerja dan keluarganya dengan jaminan sosial yang lengkap, mulai dari kesehatan, kecelakaan, pensiun dan hari tua.