Praktisi hukum: telat pajak kendaraan tidak bisa ditilang
26 November 2017 18:07 WIB
Dokumentasi--Tekan Pelanggaran Lalu Lintas. Polisi melakukan pemeriksaan kelengkapan kendaraan bermotor saat Operasi Zebra Progo di Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (8/11/2017). Operasi yang digelar hingga pertengahan November 2017 itu guna menekan pelanggaran lalu-lintas. (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
Semarang (ANTARA News) - Praktisi hukum Th. Yosep Parera menegaskan polisi tidak berwenang menjatuhkan bukti pelanggaran (tilang) terhadap pengendara yang pajak kendaraan bermotornya terlambat.
"Kalau ada pengendari yang kendaraan bermotor belum dibayar, polisi tidak berwenang menjeratnya dengan pidana tilang," kata Yosep di Semarang, Minggu.
Menurut dia, hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Jerat pidana hanya bisa diberikan, kata dia, jika masa berlaku 5 tahun surat tanda nomor kendaraan (STNK) sudah mati dan tidak diperpanjang.
"Jadi, bukan karena pajaknya yang mati," kata Ketua Peradi Semarang ini.
Hal tersebut, lanjut dia, diatur dalam Pasal 67 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa surat pengesahan pajak yang menjadi satu kesatuan dan STNK serta rutin dibayarkan tiap tahun bukan bagian dalam ketentuan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang bisa dijatuhkan sanksi.
"Kalau memang pajaknya belum dibayar, yang menjatuhkan sanksi dari dinas terkait," katanya.
Sanksi yang diberikan, lanjut dia, bisa berupa administrasi, seperti sejumlah denda yang harus dibayarkan.
Sementara itu, bila polisi tetap menjatuhkan tilang terhadap pengendara yang terlambat membayar pajak kendaraan bermotor, kemudian diajukan ke persidangan, kata dia, pengadilan wajib menolaknya.
"Pengadilan, termasuk jaksa, wajib menolak dan memerintahkan agar barang bukti tilangnya dikembalikan kepada yang bersangkutan," katanya.
"Kalau ada pengendari yang kendaraan bermotor belum dibayar, polisi tidak berwenang menjeratnya dengan pidana tilang," kata Yosep di Semarang, Minggu.
Menurut dia, hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Jerat pidana hanya bisa diberikan, kata dia, jika masa berlaku 5 tahun surat tanda nomor kendaraan (STNK) sudah mati dan tidak diperpanjang.
"Jadi, bukan karena pajaknya yang mati," kata Ketua Peradi Semarang ini.
Hal tersebut, lanjut dia, diatur dalam Pasal 67 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa surat pengesahan pajak yang menjadi satu kesatuan dan STNK serta rutin dibayarkan tiap tahun bukan bagian dalam ketentuan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang bisa dijatuhkan sanksi.
"Kalau memang pajaknya belum dibayar, yang menjatuhkan sanksi dari dinas terkait," katanya.
Sanksi yang diberikan, lanjut dia, bisa berupa administrasi, seperti sejumlah denda yang harus dibayarkan.
Sementara itu, bila polisi tetap menjatuhkan tilang terhadap pengendara yang terlambat membayar pajak kendaraan bermotor, kemudian diajukan ke persidangan, kata dia, pengadilan wajib menolaknya.
"Pengadilan, termasuk jaksa, wajib menolak dan memerintahkan agar barang bukti tilangnya dikembalikan kepada yang bersangkutan," katanya.
Pewarta: Immanuel Citra Senjaya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017
Tags: