Jakarta (ANTARA News) - PT Regio Aviasi Industri (RAI) menyebutkan sejumlah negara dari Asia, Eropa, dan Timur Tengah sudah menyatakan minatnya untuk berinvestasi pada proyek pengembangan pesawat turboprop R80 rancangan Presiden Ketiga RI BJ Habibie.

"Sudah ada beberapa tapi saya belum bisa buka hari ini. Negaranya Asia, Eropa dan Timur Tengah," kata Presiden Direktur PT RAI Agung Nugroho di kantornya,Jakarta, Jumat.

Agung menjelaskan saat ini pengembangan pesawat R80 segera mendapat pembiayaan investasi dari perusahaan asal Korea, D-Raon Engineering melalui skema Pembiayaan Investasi Non APBN (PINA).

Pada tahap awal kerja sama ini, D-Raon akan melakukan uji tuntas atau "due dilligence" selama tiga bulan dan setelah pendanaan direalisasikan, sesuai rencana pengembangan R80 pada 2018 akan masuk pada tahap kedua, yakno fase pengembangan berskala penuh (full scale development).

"Full scale development phase nanti akan rancang bangun konsep saat ini, kemudian didetailkan, dibuat pesawatnya dan diterbangkan untuk sertifikasi," kata Agung.

Proyek pesawat R80 yang masuk dalam salah satu Proyek Strategs Nasional (PSN) ini membutuhkan total dana sebesar 1,6 miliar dolar AS.

Dari total dana tersebut, proyek ini tidak menggunakan APBN sama sekali, melainkan dari swasta melalui PINA dan dana dari dalam negeri dalam bentuk pembiayaan publik "crowd funding" yang sudah mencapai Rp6 miliar.

"Dana dalam negeri crowd funding untuk saat ini. Nanti kami dan PINA akan mencoba mencari dari sumber lain. Crowd funding kita lebih untuk donasi, bukan invetasi," kata Agung.

Agung menambahkan pesawat R80 ditargetkan terbang perdana pada 2022. Ada kemungkinan R80 akan dijual ke D-Raon jika sudah lolos sertifikasi.

"Sangat mungkin dijual makanya kita nanti sertifikasi dua, satu sertifikasi nasional untuk dijual di dalam negeri, satu lagi internasional untuk dijual internasional," ungkapnya.

Ada pun keunggulan pesawat R80 dari pesaing terdekatnya, yaitu ATR-72 yang digunakan Garuda Indonesia, antara lain lebih efisien, nyaman dan ekonomis terutama untuk jarak dekat dengan jarak tempuh 400-800 nautical mile atau sekitar 1400-1500 kilometer.

Pesawat ini juga dinilai cocok untuk penerbangan domestik antarpulau di Indonesia dan tidak membutuhkan landasan yang terlalu panjang sehingga bisa mendarat di bandara kecil.