Jakarta (ANTARA News) - Guru besar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia, Prof Mudzakir, menyatakan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, bisa dijerat kesaksian palsu dalam keterangannya di Pengadilan Tipikor.

"Kalau dia (Nazaruddin) ternyata keterangannya tidak konsisten dan orang mati (Moestokoweni) pun masih dianggapnya hidup, dia bisa dijerat kesaksian palsu," katanya, saat dihubungi, di Jakarta, Selasa.

Dalam keterangannya di persidangan KTP elektronik, Nazaruddin menyebutkan ada pembagian uang di ruang kerja Mustokoweni, anggota Badan Anggaran di Komisi II DPR kepada Ganjar Pranowo pada September-Oktober 2010. Padahal Mustokoweni meninggal dunia pada 18 Juni 2010.

Karena itu, Mudzakir meminta agar keterangan Nazaruddin itu harus dicek lagi soal waktu dan tempatnya.

"Tentu akan berbahaya memberikan keterangan palsu dan membuat orang masuk penjara atau tersangka," katanya.

Ia menambahkan, KPK agar tidak terlalu mudah dengan kesaksian tanpa alat bukti yang jelas dari Nazaruddin karena dengan posisinya sebagai kolaborator keadilan seolah-olah kesaksiannya itu paling benar.

Ia mengingatkan agar justice collaborator menjadi patokan keterangan yang paling benar. "Saya tidak setuju keterangan justice collaborator itu dimasukkan dalam keterangan penyidikan, seharusnya di pengadilan," katanya.

Hal itu, kata dia, keberadaan kolaborator keadilan itu bisa juga memberikan keterangan yang tidak benar. "Semua kesaksian Nazaruddin harus bisa dibuktikan. Jika tidak benar lebih baik Nazaruddin di-cut dan dijerat memberikan keterangan palsu," katanya.